KORUPSI DAN HUKUM: SEBUAH REFLEKSI.

0
2265

Oleh: Thomas Tokan Pureklolon.

Pemberantasan korupsi di Indonesia butuh keseriusan dan terus menerus dilakukan secara intensif, profesional, dan berkesinambungan karena korupsi adalah tindakan kriminal yang telah merugikan secara langsung keuangan negara, perekonomian negara, dan secara langsung juga menghambat pembangunan nasional.

Korupsi dalam aspek sosial merupakan tindakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial seseorang dan hak-hak ekonomi seluruh masyarakat secara luas, yang dengannya tindakan pidana korupsi perlu digolongkan sebagai sebuah kejahatan yang luar biasa ( ordinary crime ), dan tindakan pemberantasannya pun harus dilakukan secara luar biasa ( masive ).

Bisa dipahami dari aspek menajemen pemerintahan bahwa sumber daya manusia yang mengawaki proses perkara korupsi menjadi sangat penting dan handal dalam keseluruhan kemampuan profesionalnya yang di dalamnya tidak lepas dari variabel utamanya yakni hukum sebagai panglima dan menjadi prinsip dasar bagi terciptanya ketertiban politik.
Kedalautan sebuah negara pun adalah faktor kunci yang bersifat aktif dan universal, sekaligus kedua sifat ini berpatokan pada negara hukum ( Rechtsstaat ) itu sendiri dalam menangani problem korupsi yang sedang terjadi.

Negara Indonesia menganut sistem Rechtsstaat ( negara hukum ) dan menjadi negara berdaulat. Karena menjadi negara hukum, konsekuensinya kedalautan sebuah negara menjadi patokannya dan secara hakiki, Rechtsstaat adalah negara hukum yang demokratis, yang akan selalu terkoneksi dan terintegrasi dengan substansi dasar hukum yakni konstitusi, demokrasi, dan hukum itu sendiri. Berbeda dengan hakikat Machtsstaat ( negara kekuasaan ) yang adalah kebenaran hukum bukan semata-mata pada hukum tertulis, melainkan berada pada penguasa, seperti keputusan hakim lebih tinggi sebagai hukum yang sebenarnya.
Dalam konteks ini sekali lagi, aspek SDM (Sumber Daya Manusia ) menjadi faktor persekutuan terbesar dan terhandal dalam upaya pemberantasan korupsi yang selalu berkaitan langsung dengan tegaknya sebuah keadilan di dalam negara hukum ( Thomas Tokan Pureklolon, Negara Hukum Dalam Pemikiran Politik, 2020: 30-31 ).

Manajemen Sumber Daya Manusia ( SDM ) dalam sebuah negara khususnya dalam proses upaya penegakkan hukum, mestinya dilaksanakan secara serius dan terus diasa secara teratur seperti seorang negarawan dalam menjalankan tugas kenegarawan secara etis dengan menampilkan kharakter yang handal, menunjukan kompetensi yang gemilang, mempraktikkan komitmen secara integral, menunjukan sikap secara konsisten dan tetap kompak dalam upaya pemberantasan korupsi.

Proses penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah saat ini dalam penguatan good governance menjadi sangat penting dalam hukum ketatanegraan yang tujuan terakhir yang mau dicapai adalah tegaknya sebuah keadilan. Keadilan dalam konteks ini, terlihat jelas dalam budaya hukum. Dalam budaya hukum di setiap negara, upaya pemberantasan korupsi pun semestinya terlihat secara terang benderang lewat dua hal yang nampak dalam kultur hukum yakni internal legal culture, di mana kultur hukumnya para lawyer yang sangat mempengaruhi pola kerja dalam menangani kasus perkara yang juga sangat tergantung pada pola kerjanya setiap hari. Sebaliknya eksternal legal culture yakni kultur hukumnya para lawyer sangat dipengaruhi oleh peraktek hukum yang cenderung menggunakan pemikiran ( sciences ) sebagai titik tolak dalam menyelesaikan kasus yang telah ditangani atau sedang ditangani.

Sebuah pertanyaan besar yang mungkin bisa menohok problem hukum di Indonesia dalam upaya pemberantasan korupsi: Apakah pemberantasan korupsi di Indonesia hanya sebagai teror politik dalam proses hukum karena terdapat begitu banyak konspirasi dari berbagai aspek termasuk aspek politik secara langsung dalam permainan hukum.

Pertanyaan selanjudnya adalah: Apakah keadilan yang ditegahkan ( justice is done ) adalah sebuah “kesungguhan hukum” yang terjadi dalam artian berjalan sesuai aturan main dalam prosedure hukum ( prosedure of justice ) yang benar, yang akan diikuti dengan pemecahan problem sesungguhnya dari hukum tersebut ( substantive
of justice ) dalam upaya mencari penyelesaian? Kedua pertanyaan tersebut harus dijawab secara benar dan adil oleh penjaga kebenaran dan keadilan atau yang empunya kebenaran dan keadilan dalam peraktek hukum ketatanegaraan yang walaupun secara temporal, yakni para tuan-tuan lawyer dan yang mulia para hakim.

Pemberantasan Korupsi dan Good Governance.

Satu hal penting yang perlu menjadi pegangan
dan harapan serta menjadi juru tunjuk yakni pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan terus diintensifkan karena dalam kenyataan politik, tindakan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar dan berdampak pada timbulnya krisis di berbagai bidang. Selain itu tindak pidana korupsi tidak hanya dapat menghambat pembangunan nasional tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial ekonomi dan ekonomi masyarakat yang terus terjadi secara luas. Dalam rana politik, tindakan korupsi adalah tindakan yang langsung merusak demokrasi dan meruntuhkan pemerintahan yang baik ( good governance ). Digambarkan bahwa korupsi dalam sistem pengadilan menghentikan supremasi hukum, dan korupsi dalam administrasi dalam publik bisa mengakibatkan secara langsung terjadinya ketidakseimbangan dalam pelayanan sipil.

Pemberantasan korupsi semata-mata ditujukan untuk kemakmuran bersama ( the welfare state ) dalam sebuah negara yang berdaulat. Harapan saya adalah gemah dari setiap keputusan tuan-tuan hakim misalnya, mestinya bersifat tetap dengan sebuah kensekuensi hukumnya yang terus mengikat bahwa kebenaran dan keadilan itu bukannya dicari, karena kalau dicari berarti bisa dicari-cari. Perlu digarisbawahi bahwa hakekat dari sebuah kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya mestinya ditemukan dalam
bahasa kata-kata dan bahasa tindakan. Konteksnya adalah kebenaran dan keadilan haruslah linear dalam pembuktian dan secara langsung berpadanan dengan budaya politik sebagai faktor kunci dalam proses hukum untuk menemukan keadilan.

Praise the Lord.

========

Penulis: Dosen Ilmu Politik Universitas Pelita Harapan Jakarta

Komentar ANDA?