KURSI kosong bukan hanya sejak adanya covid19. Tapi sebelumnya pun kursi tetap kosong.
Kenyataan sebelum covid19, orang datang gereja selalu pilih duduk di belakang, sedangkan kursi depan dekat altar pasti kosong. Karena malu dan tidak mau dianggap sok suci dan cari perhatian. Orang diundang ikut pesta pun memilih duduk di deretan kursi bagian belakang, di depan pasti kosong. Malu, tidak mau dibilang tukang makan puji atau dibilang muka pesta, gila hormat, dan sebagainya.
Jika dihimbau untuk menempati kursi bagian depan pada suatu acara, masih saja orang gampang susah tuk bangun meninggalkan yang di belakang dan maju mengisi kursi kosong di depan. Lalu untuk apa kursi-kursi kosong di depan? Apakah hanya sebatas pajangan?
Kebiasaan-kebiasaan ini mau menggambarkan bahwa orang tak mau menjadi yang terdepan, tidak mau berubah, tidak menerima perubahan dan susah diajak berubah. Mau tetap di tempat, terbelakang. Ketika kemapanan dan kenyamanan diusik, ia bereaksi memprotes paradigma hidup baru.
Kemudian datang situasi mencekam wabah covid19 ini, ketika kursi gereja kosong, kursi sekolah kosong, kursi warung kosong, kursi kantor kosong, sebagian orang yang sudah sangat lama nyaman dengan kekosongan kursi pasti tidak merindukannya. Orang menjadi bahagia karena memang sudah biasa dengan kekosongan yang ada. Akan menjadi bahan olokan bagi mereka yang biasa bersama memenuhi kursi-kursi itu.
Tetapi jika orang yang selalu merindu Tuhan, merindukan hidup bersama, merindukan persahabatan ketika duduk bersama, merindukan pujian bersama dengan sesama di gereja, jelas mereka rindu tuk kembali mengisi kursi yang kosong ini.
Saudara/i terkasih, kursi yang kosong ini bermakna besar tuk kita. Ini maknanya: yang kosong harus diisi, dan ini butuh kecekatan supaya orang lain jangan lebih dulu mengisinya. Ini butuh perjuangan tuk mendapatkannya. Setelah mendapatkannya, butuh kebetahan mendudukinya. Sebab banyak ilmu datang dari betah duduk di kursi, banyak pengalaman datang dari duduk bertahan di kursi, banyak pelajaran berharga didapati dari sana.
Bukankah para murid Kristus telah melakukannya? Mereka yang duduk bersama dengan Yesus semasa hidupnya telah dibekali keberanian tuk pergi mewartakan kalau Dia yang bersama dengan mereka adalah Tuhan yang mengatasi segala situasi hidup bahkan kematian pun tunduk pada-Nya.
Makna yang lain adalah kursi mesti dikosongkan saat sekarang pada saat wabah covid19 ini. Mestinya dikosongkan. Sebab jika tidak dikosongkan, maka kursi-kursi kita akan tetap kosong sebab wabah ini datang mengosongkan dan mengurangi manusia di dunia ini.
Mengosongkan kursi sekarang supaya kita tidak kosong di dunia. Sebab semboyan bersama kita teguh bercerai kita runtuh kini dirongrong wabah coronavirus. Lalu terbalik dalam arti sempit adagiumnya: bercerai kita hidup, bersatu kita mati. Kita mengambil jarak dari kursi yang biasa mempersatukan kita supaya kita tetap hidup, dari pada kita tanpa jarak di kursi yang sama lalu mati.
Bukan karena kita takut mati tetapi, jangan sampai kita mati karena kekonyolan kita. Apakah Tuhan mati konyol karena kebodohanNya menebus kita? Tidak! Sebab rencana penyelamatan ini telah dilinearkan dan disuratkan dalam Kitab Suci kita. Ia datang dekat dengan manusia, tetapi Ia akan dijauhkan dalam kubur. Tetapi Ia tetap hidup dan dekat dengan kita dalam iman.
Kursi kosong bukan berarti iman kosong. Kursi kosong tetapi iman tetap penuh. Kepercayaan tetap ada. Kursi kosong bukan tanda tiada lagi orang beriman. Masih banyak, bahkan menurutku, akan tamba banyak orang setelah wabah ini berlalu. Banyak yang kembali mengosongkan hati tuk Tuhan bertakhta. Ketika wabah ini telah berlalu-kosong maka kursi-kursi kosong ini akan kembali diisi, penuh, bahkan banyak yang takkan kebagian kursi, berdiri saja pun bisa asalkan memuji Allah yang telah menyelamatkan kita dari wabah corona virus ini. Jangan takut mengosongkan diri demi keselamatan kita dan sesama. Takutlah jika kita menyombongkan diri.
Sebab kursi gereja kosong pun menjadi pelajaran bagi kita bahwa Ketika Yesus bangkit , Ia tidak bertemu dengan para murid di Gereja tetapi di rumah sebab pada saat itu tidak ada gereja-rumah ibadat orang kristen. Mereka berkumpul di rumah dan tak jemu-jemu berdoa kepada Allah supaya kuat menghadapi peristiwa tragis yang menimpah Guru mereka.
Ketika Tuhan Bangkit, Ia datang mengisi kekosongan hidup mereka. Sukacita pun menjadi penuh. Oleh karena itu, jangan cemas, di rumah saja, Gereja kosong bukan berarti di rumah kosong. Umat tetap ada, ada keluarga. Bukankah saya katakan kalau rumahmu adalah gereja yang hidup?
Saudara/i terkasih, Ini tentang kubur kosong.
Maria Magdalena dan Maria yang lain pergi ke kubur Yesus. Kebiasaan orang Yahudi mereka pergi dengan membawa rempah-rempah untuk menabur dan membubuhi jenasah. Dalam keraguan mereka pergi, tidak tahu bagaimana cara membuka pintu kubur yang ditutup dengan batu bundar besar. Tenaga perempuan tak mungkin menggulingkan batu itu. Namun ada gempa bumi hebat dan seorang malaikat Allah membukakan pintu kubur itu bagi mereka.
Matius mencatat kebenaran ini. Para penjaga kubur takut dan seperti orang mati, tetapi Malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: jangan takut, kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini. Sebab, Ia telah bangkit seperti yang dikatakanNya. Mari dan lihatlah tempat Ia dibaringkan.
Malaikat itu mempersilahkan mereka tuk melihat sendiri dan benar kubur itu kosong, Ia tidak ada di sana. Ia sungguh bangkit. Mengapa saya berani katakan kepada kita semua _Ia sungguh bangkit?_ karena Ia bangkit sebelum kubur itu terbuka, malaikat itu yang membuka pintu kubur. Seandainya kubur itu dibuka oleh para murid, sebelum perempuan-perempuan itu datang, bukankah ada penjaga kubur yang pastinya mencegat mereka. Bukankah setelah kematian Yesus, para murid mengunci diri di rumah secara bersama karena takut orang Yahudi mengejar mereka dan melakukan hal yang sama seperti yang dialami Yesus Kristus? Masuk akal kan? Tetapi ini bukan soal masuk akal tetapi soal iman yang total.
Saudara/i terkasih. Kubur itu kosong. Kubur bukan tempat tinggal Yesus. Anak Allah tak bisa ditutupi di kubur. Putra Allah tidak bisa disekap dalam kubur. Ia tidak bisa dikunci di sana. Ia tidak bisa dipenjarakan maut dalam kubur. Allah tidak sudi Putra-Nya tetap di kubur. IA BANGKIT. TUHAN KITA BANGKIT. Sebab Ia mengalami kematian seperti yang dialami manusia, tetapi dia tidak sama dengan manusia. Namun Dia sungguh Allah dan Sungguh manusia. Yesus telah bangkit. Kubur bukan tempat akhirNya.
Ketika perempuan-perempuan itu kembali untuk memberitakan sukacita kebangkitan itu, Yesus bertemu dengan mereka, Ia memberi salam: *Salam bagimu.* mereka mendekat, memeluk kakiNya dan menyembahNya.
Tindakan kedua perempuan ini menggugurkan segala anggapan yang mengatakan bahwa kebangkitanNya hanya sebuah halusinasi dan cuma bayangan. Tidak! Ia sunggguh bangkit karena disentuh! Lalu Yesus katakan _jangan takut_ pergi dan katakanlah kepada saudara-saudaraKu, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sana mereka akan melihat Aku. Kata-kata Yesus ini adalah kekuatan bagi kedua perempuan itu sekaligus bagi kita.
Kubur telah kosong, kita tak perlu takut. Ia telah bangkit dan ada dalam hidup kita. Setiap orang beriman pada Kristus yang bangkit dia sama seperti kedua perempuan itu yang memeluk Tuhan Yesus. Iman adalah pelukan akan kesungguhan kebangkitan Kristus dan peneguhan kekuatan tuk tidak takut dan pengutusan berbagi sukacita.
Saudara/i terkasih, Kubur Kosong, tanda Tuhan Bangkit. Kini kubur paling istimewa tuk Yesus tinggal adalah hati kita. Hati adalah kubur kasih tempat Yesus bertakhta. Siapa yang tidak mengosongkan hatinya bagi Tuhan, ia sedang menimbun harta benda yang akan membunuhnya.
Ada Tiga hal yang sebenarnya ada dalam peristiwa kebangkitan Kristus
1. Kita didesak untuk percaya. Percaya bahwa Yesus Kristus sungguh bangkit dari Kubur. Karena kepercayaan ini, iman kita tidak goyah walaupun berbagai tantangan datang silih berganti hingga seperti wabah corona virus ini. Wabah ini pasti berlalu tetapi iman harus tetap teguh.
2. Kita didesak untuk berbagi. Yesus katakan pergi dan katakanlah kepada saudara-saudaraKu. berbagi adalah cirikhas orang Katolik-Kristiani. Setiap orang yang berbagi, ia tidak akan pernah kekurangan. Ia akan tetap kaya dalam hidupnya. Pergilah bercerita kepada dunia tentang Yesus yang bangkit. Ia akan memberimu berkat.
3. Kita didesak tuk sukacita. Kebangkitan membawa sukacita. Dan setiap orang yang beriman dan berbagi harus bersukacita. Sukacita tidak boleh hilang dari hidup orang kristiani. Bahkan agama kristen adalah agama sukacita. Bersukacitalah senantiasa.
Saudara/i terkasih, antara kursi kosong dan kubur kosong kita diajak untuk bangkit. Kursi kosong di gereja bukan berarti gereja akan kosong dan kubur kosong bukan berarti sengaja dikosongkan tetapi kekosongan itu menandaskan kebangkitan dan keselamatan, sukacita iman tuk berbagi kalau Tuhan kita bangkit mengalahkan wabah corona yang mau mengosongkan kita semua. *Salam Alekot*
*) Rm. Jefri Nome, Pr (Pastor di Paroki St. Gregorius Oeleta, Kupang)