Lebu Raya Sesalkan SIkap Bawaslu NTT

0
508

KUPANG, NTTsatu.com – Ketua DPD PDI Perjuangan NTT yang juga Gubernur NTT, Frans Lebu Raya menyatakan kekesalannya terhadap dikap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi NTT yang tidak konsisten mempertahankan validitas surat mereka.

“Sebagai ketua partai saya sesalkan sikap Bawaslu NTT yang tidak konsisten. Ya… kita lihat saja sikap Bawaslu pasca keputusan DKPP yang mengadili perkara gugatan Honing Sani itu,” kata Frans Lebu Raya ketika di hubungi NTTsatu.com di ruang kerjanya, Kamis, 15 Oktober 2015.

Menurut Gubernur, apa yang dilakukan partai tentu berdasarkan surat Bawaslu. Karena itu apa sikap parai terhadap hal ini tentu akan dilakukan kemudian.

“Saya baru mengikutinya melalui pemberitaan media karena itu saya belum bisa mengambil sikap apa pun terhakit hal itu. Kita menghargai keputusan DKPP, namun tentu secara Partai kita akan segera menyikapi masalah ini,” katanya.

Untuk diketahui, pada rapat DKPP tanggal 8 Oktober 2015 lalu DKPP yang mengadili perkara pengaduan Honing Sanny terhadap Bawaslu NTT telah mengeluarkan keputusan Nomor: 22/DKPP-PKE-IV/2015 yang keputusannya berupaL menjatuhkan sanksi berupa Peringatan Keras kepada Teradu Iatas nama Nelce R.P. Ringu selaku Ketua merangkap Anggota Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan membuat surat klarifikasi atas surat Nomor 210/Bawaslu-Prov/V/2014 paling lama 7 (tujuh) hari sejak Putusan dibacakan.

Menjatuhkan sanksi berupa Peringatan kepada Teradu II atas nama Mikhael Feka selaku Tim Asistensi Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur terhitung sejak dibacakannya Putusan ini;

Menjatuhkan sanksi berupa Peringatan kepada Pihak Terkait atas nama Jemris Fointuna selaku Anggota Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur terhitung sejak dibacakannya Putusan ini;

Memerintahkan Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia untuk untuk menindaklanjuti Putusan ini, dan melakukan pembinaan, supervisi, asistensi, serta memastikan Bawaslu Nusa Tenggara Timur mengeluarkan surat klarifikasi atas surat Nomor 210/Bawaslu-Prov/V/2014 paling lama 7 (tujuh) hari sejak Putusan dibacakan.

Untuk diketahui, ada perbedaan data perolehan suara antara KPU dan Dewan Pimpinan Daerah PDIP Provinsi NTT, DPD PDIP melalui Surat Nomor 0850/EX/DPD-NTT/IV/2014, Nomor 0851/EX/DPD-NTT/IV/2014, Nomor 0852/EX/DPD-NTT/2014 mengajukan keberatan hasil pleno Pemilu Legislatif 2014 di Nusa Tenggara Timur kepada Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Bahwa berdasarkan bukti-bukti dan keberatan yang tidak berdasar yang diajukan oleh DPD PDIP NTT, Bawaslu Provinsi mengeluarkan rekomendasi yang melampaui tugas dan wewenang seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu Pasal 75 ayat 1 huruf a point 7, 8, 9, 10, huruf d, e, h, I, dan ayat 2 huruf a dan b.

Bahwa dalam Surat Nomor 210/Bawaslu-Prov/V/2014 tersebut, salah satu point (terlampir) Bawaslu memberikan kewenangan kepada Partai untuk melakukan penyelesaian internal.

Dasar surat itu kemudian digunakan oleh DPP PDIP untuk membuat keputusan politik yakni melakukan pemecatan terhadap Honing Sanny dengan tuduhan melakukan penggelembungan suara sebanyak 49.089 lebih banyak dari Caleg Nomor urut 1 (satu) atas nama Andreas Hugo Pereira sebanyak 49.089 (selisih 198 suara) dan mengusulkan pergantian antar waktu (PAW) ke Pimpinan DPR RI.

Berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi, DPP PDIP kemudian membuat keputusan Honing Sanny harus mundur karena melakukan penggelembungan suara dan memberikan kursi kepada Hugo Pereira (Caleg Nomor 1 Dapil NTT-1).

Padahal penghitungan KPU pada semua tingkatan sebagai Penyelenggara Pemilu tidak pernah menemukan adanya kecurangan dalam pemilihan legislatif yang dilakukan oleh Honing Sanny atau tim suksesnya atau oleh KPU pada semua tingkatan perhitungan suara. Hal ini diperkuat dengan keputusan KPU No.416/KPTS/KPU/2014 tanggal 8 Mei 2014.

Bahwa rekomendasi dari Bawaslu juga digunakan oleh DPP PDIP untuk menggagalkan hasil Rekapitulasi KPU dan memakai Rekomendasi Bawaslu NTT sebagai dasar untuk memecat dan mendesak Honing Sanny agar menyatakan mengundurkan diri sebagai calon terpilih.

Permintaan tersebut ditolak Honing Sanny, sehingga berakibat pemecatan terhadap dirinya. Konsekuensinya meskipun masih sebagai anggota DPR karena masih melakukan upaya hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 241 Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang MD3 yaitu melakukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terdaftar dengan No. 229/Pdt.G/2015/PN. Jkt. Sel tanggal 13 April 2015 (terlampir) sehingga saat ini Pengadu/Pelapor tidak memiliki fraksi dan komisi. (bp)

=====

Foto: Ketua DPD PDI Perjuangn yang juga Gubernur NTT, Frans Lebu Raya  

Komentar ANDA?