Bertekad Mewujudkan Kepemimpinan yang Bersih
Dokter Hyron Fernandez memang menyadari kalau tugas dan pengabdiannya sebagai aparatur sipil negara sudah hampir samapi pada puncak dan akan memasuki masa purna tugas. Karena itu, ilmu pengetahuan ditambah dengan sejuta pengalaman yang diperolehnya baik di dalam negeri mapun luar negeri ingin disumbangkan untuk membangun daerah dan masyarakat NTT.
Ada sebuah tim yang dikenal dengan nama Tim Pencari Pemimpin Bersih yang bekerja selama ini untuk menilai sosok-sosok calon gubernur dan wakil gubernur NTT yang dimunculkan baik oleh Partai Politik maupun kelompok masyarakat. Nama-nama yang sudah selalu muncul setiap lima tahun sepertinya terkesan biasa-biasa saja, karena hampir pasti mereka tidak pernah luput dari pemberitaan miring media massa terkait sepak terjangnya selama ini.
Tim ini kemudian mencoba melihat profil dokter Hyron yang namanya baru muncul belakangan dan tiak sesanter figur-figur lain yang adalah pimpinan Partai Politik, politisi dan figur lainnya.
Secara mengejutkan, tim itu menulis: “Kalau kami (tim pencari pemimpin bersih) mengatakan dr.Hyron “bersih” maka yang kami tampilkan di sini ialah, dr.Hyron bukan saja tidak pernah KKN, tetapi juga tidak mempergunakan peluang halal untuk menumpuk kekayaan. Kami lalu bertanya, apakah orang ini dapat kita ajukan untuk menjadi pemimpin NTT? Dalam kaitan dengan kontestasi pemimpin politik lokal, jawaban sementara yang kami peroleh adalah: Figur dr.Hyron belum cukup diperkenalkan kepada masyarakat, dan belum dirasakan kehadirannya oleh masyarakat provinsi kepulauan ini, sebagai kader potensial.
Selanjutnya tim itu mengatakan, Kami kemudian mengecek elektabilitasnya melalui percakapan dengan banyak kalangan dan pelacakan di medsos. Kami temukan bahwa dalam beberapa survei yang disiarkan di media sosial, nama dr.Hyron selalu bertengger di urutan atas nama-nama yang diperhitungkan menjadi orang nomor satu di NTT.
Kemudian muncul pertanyaan berikut adalah, apakah orang ini memiliki kepemimpinan mumpuni untuk mengelola pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan? Kami lalu mengecek riwayat hidupnya dari kecil hingga usianya yang kini menjelang kepala enam.
Di TK Laeticia dan SDK St.Cornelius Larantuka (1964-1970) Hyron kecil sudah menjadi ketua kelas dari kelas I-VI. Di SPMK San Pancratio Larantuka (1971-1973) Hyron remaja kembali memperlihatkan bakat memimpinnya dengan menjadi ketua kelas, anggota Pramuka, dan atlit menembak.
Di SMA Syuradikara Ende yang ditamatkannya tahun 1976. Hyron, sejak kelas I sudah menjadi anggota Presidium Asrama (pemimpin kolegial). Selanjutnya di UGM di mana Hyron menjalani pendidikan kedokteran, menjadi asisten anatomi, Pengurus Harian Senat Mahasiswa, anggota Badan Perwakilan Mahasiswa, anggota PMKRI, penatar P4 bagi PMKRI, aktivis Keluarga Mahasiswa Kristiani, Ketua Tingkat dan Ketua Keluarga Lamaholot.
Setelah bekerja, bakat kepemimpinan dr.Hyron diaktualisasikan melalui empat lini yaitu ASN, profesi dokter, LSM dan Gereja. Dalam kapasitasnya sebagai PNS, dr.Hyron – setelah 12 tahun berkarir sebagai dokter dan 6 tahun pendidikan pasca (S2 dan S3) – dalam kurang lebih 15 tahun terakhir berkonsentrasi pada thinktank pemerintahan provinsi dengan keterlibatan secara teknokratik pada penyusunan substansi kesehatan dalam RPJMD Provinsi NTT Tahun 2008-2013 dan Tahun 2013-2018 dan menjadi Staf Ahli Gubernur bidang politik dan pemerintahan, Sekretaris/PLH Kepala Bappeda Provinsi NTT, dan Widyaiswara Ahli Madya yang menjadi coach untuk pemimpin perubahan bagi ASN eselon III dan IV sampai dengan sekarang.
Di bidang profesi sebagai dokter dan ahli kesehatan masyarakat selain dua kali menjadi direktur RS, dr.Hyron juga mendirikan beberapa Yayasan sebagai wadah pengembangan swadaya masyarakat dan pencerahan hidup sehat. Kiprahnya dalam pemberdayaan masyarakat mengantarnya menjadi anggota seumur hidup dari Ashoka Internasional Indonesia sejak 1992.
Dr.Hyron adalah dosen pada Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran serta Pendidikan Pascasarjana Universitas Nusa Cendana. Dalam pada itu dr.Hyron juga menjadi Surveyor Komite Akreditasi RS dan Ketua Tim Kajian Teknis Badan Kerjasama Kesehatan Wilayah NTT selain Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Provinsi NTT sejak tahun 2008.
Sebagai warga Gereja Katolik dr.Hyron terlibat dan menjadi koordinator Marriage Encounter Keuskupan Agung Kupang. Agama bagi dr.Hyron bukanlah sekedar kegiatan seremonial dan alat legitimasi sosial. Agama merupakan tempat di mana beberapa pertanyaan mendasar menemukan jawabannya. Mengapa kita mesti konsen dengan kesejahteraan rakyat banyak, mengapa kehamilan harus diperhatikan secara khusus, mengapa lansia mesti dipelihara meski tidak ada manfaat ekonomi, mengapa eutanasia tidak boleh diberlakukan dan pengguguran kandungan mesti dicegah?
Jawabannya hanya bisa ditemukan dalam agama. Bahkan pertanyaan mengapa dia perlu menjadi gubernur, untuk sebagian, menemukan jawabannya dalam agama.
Sebagai provinsi terdepan yang berbatasan dengan Australia dan Timor Leste rasanya perlu menghadirkan seorang gubernur yang bisa berkomunikasi baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional secara elegan. Pengalaman dr.Hyron sebagai Tenaga Ahli pada Sector Program Health (SPH) Kerjasama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman, Program Australia Indonesia Partnership for Health System Strengthening (AIPHSS) dibawah naungan Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Pemerintah Australia (2013-2016), juga pengalamannya sebagai peserta pada Training of Trainer on Human Resources Development, kerjasama Bappenas RI, Universitas Indonesia dan Ritsumeiken University, Tokyo (2009) dan Training on Social Protection Floor (SPF), ILO-ITC, Bangkok (2010) bisa menjadi dasar bagi kita untuk menampilkan Hyron sebagai kandidat gubernur untuk sebuah provinsi terdepan.
Atas semua prestasinya, dr.Hyron, yang di masa mudanya sudah mendapat penghargaan sebagai dokter Puskesmas teladan, lulus Cum Laude pada program studi magister administrasi dan kebijakan kesehatan Universitas Airlangga, di puncak kariernya dianugerahi penghargaan Satya Lencana Karya Satya 30 tahun berkarya dari Presiden Jokowi (2015) dan penghargaan yang sama dari Presiden SBY untuk 20 tahun berkarya.
Kalau negara saja sudah memberikan apresiasi terhadap prestasi dr.Hyron dalam pengabdiannya bagi bangsa dan negara, mengapa kita tidak mendayagunakan seluruh kemampuan dr.Hyron demi membawa NTT kepada kondisi yang lebih adil dan sejahtera. (bp)