Meratifikasi KHA Sesuai KEPRES 36/1990

0
722
Foto: Rongky O. Rihi, Pemerhati masalah Hak Anak

Oleh: Rongky O. Rihi, S.Sos

*) Pemerhati masalah Hak Anak

Berbicara tentang  Anak dalam kaitannya dengan Konvensi Hak Anak (KHA), tentu perlu mendapat tanggapan positif dari berbagai pihak seperti keluarga, masyarakat, pemerintah lokal, pemerintah pusat/negara dan masyarakat internasional. Karna itu, barangkali perlu dilihat terlebih dahulu tentang latarbelakang KHA tersebut untuk menyatukan pemahaman bersama.

 

Latar Belakang KHA

Gagasan mengenai hak anak baru ada setelah berakhirya perang dunia pertama sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak. Para aktifis perempuan dalam pawai  protes, mereka membawah poster-poster yang meminta perhatian publik atas nasib anak-anak yang menjadi korban peperangan saat itu.

Akhirya pada tahun 1924, untuk pertama kalinya deklarasi anak diadopsi secara internasional oleh liga bangsa-bangsa dan akhirnya deklarasi ini dikenal juga sebagai’’ DEKLARASI JENEWA’’ dari peryataan aktivis perempuan ( EGLANTYNE JEBB ) yang mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak anak pada tahun 1923 setelah berakhirya perang dunia  kedua.

Kemudian, Majelis Umum PBB pada tahun 1948, mengadopsi deklarasi Universal mengenai hak asasi manusia pada tanggal 10 november, peristiwa yang setiap tahun diperingati sebagai hari hak asasi manusia sedunia, ini menandai perkembangan penting dalam sejarah HAM.

Sebelas tahuj kemudian tepatnya, tahun 1959, majelis umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak, merupakan deklarasi internasional kedua, maka tahun 1979 di canangkan tahun anak internasional, sedangkan tahun 1989 rancangan konvensi hak anak diselesaikan, dan pada tahun itu juga naskah  disahkan dengan suara bulat oleh majelis umum PBB (tanggal 20, november ). Rancangan  ini yang kita kenal sebagai konvensi hak anak ( KHA) sampai saat ini.

Indonesia meratifikasi KHA dengan keputusan presiden No. 36/1990 tertanggal 25 agustus 1990. Tetapi KHA berlaku di indonesia mulai 5 oktober 1990, sesuai pasal 49 ayat 2,’’Bagi tiap-tiap negara yang meratifikasi atau menyatakan keikutsertaan pada konvensi (hak Anak) setelah diterimanya instrumen ratifikasi atau instrumen keikutsertaan.

Kemudian, sesuai aturan, yang berkewajiban dalam mengimplementasi KHA adalah negara yang meratifikasi KHA yang disebut negara peserta, karena setiap negara yang meratifikasi KHA berkewajiban melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkandung didalam KHA termasuk ketentuan-ketentuan KHA mengenai pemenuhan hak anak yang tercakup didalamnya.

 

4 prinsip yang terkandung dalam KHA

 

Perlu diketahui empat prinsil KHA yakni pertama: Non diskriminasi, artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan pada sertiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini merupakan pencerminan dari prinsip universitas HAM :

Kedua: Yang terbaik untuk anak (best interests of the child), artinya semua tindakan yang menyangkut anak, maka apa yang terbaik bagi anak haruslah menjadi pertimbangan yang utama.

Ketiga: Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (survival and development), arinya bahwa hak hidup yang melekat diri setiap anak harus diakui dan bahwa hak anak atas kelangsungan hidup dan perkembangannya harus dijamin. Prinsip ini mencerminkan indivisidility HAM.

Keempat: Penghargaan terhadap pendapat anak (respect for  the views of the child), maksudnya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangut hal-hal yang mempengaruhi  kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan.

 

Kondisi Faktual

Kondisi riil saat ini menunjukkan, anak sering diperlakukan tidak adil dalam kehidupannya baik dalam keluarga maupun masyarakat. Dan angka statistik juga menunjukkan ketidakmampuan orang tua yang sangat memprihatikan sehingga kita dituntut untuk menyikapi dengan sungguh tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua maupun pemerintah/negara yang secara kongkrit anak-anak sering mencari nafka sendiri, dan secara nasional anak-anak masih sering mengunakan pola mengemis, menjual koran, pemulung, dan sering menjadi korban penyiksaan orang tua yang terjadi di kota-kota besar maupun di kota kecil (NTT).

Bagaimana dengan tanggung jawab pemerintah/negara terhadap anak?. Pemerintah/ negara mempunyai peran yang sangat vital dalam hubungannya dengan konvensi hak anak, karena pemerintah/negara dengan persetujuan badan legislatif mempunyai mandat untuk bisa mewakili negara sejak ratifikasi atau memutuskan keikutsertaan negara dalam konvensi dengan mengalokasi anggaran untuk mengurangi jumlah keluarga miskin agar keluarga bisa menjalankan tanggung jawabnya guna memenuhi hak anak.

Kita tidak saja berbicara konvensi hak anak secara nasional akan tetapi secara internasional anak masuk dalam pakta/ perjanjian internasional liga PBB  yang merumuskan tentang konvensi hak  anak (KHA) dan telah diadopsi secara internasional oleh liga bangsa-bangsa tahun 1924.

Walaupun keterikatan indonesia dalam pakta/perjanjian PBB justru indonesia menempatkan diri setara dengan hampir semua negara didunia karena dewasa ini hampir semua negara di dunia telah meratifikasi konveksi hak anak (KHA). Meski demikian, masih ada beberapa ketentuan yang direservasi oleh Indonesia sehingga membuat indonesia tidak terikat pada ketentuan-ketentuan yang direservasi tersebut.

Kalau sejak dulu negara selalu menggunakan deklarasi anak namun itu hanya suatu peryataan umum mengenai prinsip-prinsip yang bisa diterima bersama dan tidak mengikat, akan tetapi dengan melihat pandangan aturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional maupun internasional maka negara menggunakan konvensi sebagai pakta yang bersifat mengikat secara yuridis.

Ulasan saya ini hanya untuk mengingatkan kembali tentang ketentuan-ketentuan, hak dan kewajiban anak yang dituangkan dalam KHA agar pemerintah/Negara harus melihatnya secara komprehensif agar tidak lagi terjadi diskriminasi terhadap anak, karena anak adalah penerus perjuangan bangsa yang bebas mengeluarkan pikiran dan pendapatnya. (*)

Komentar ANDA?