Foto : Ilustrasi pendidikan
NTTsatu.com – Tanggal 25 November kemarin, beranda media sosial dipenuhi pujian dan ucapan terima kasih bagi para guru. Presiden Jokowi mengundang guru-gurunya ketika sekolah ke istana. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil memposting dirinya berfoto bersama guru SMPnya yang sedang dirawat.
Guru disebut sebagai benteng peradaban. Tokoh utama yang mampu mengubah nasib suatu bangsa di kemudian hari lewat pendidikan. Melahirkan lagi negarawan sebersih Natsir, selurus Hatta dan seberani Soekarno untuk memimpin Indonesia.
Namun pendidikan Indonesia masih terpuruk. Tak cuma soal budi pekerti, masalah sains dan teknologi pun nyaris yang paling buruk di dunia.
Organisasi kerjasama dan pembangunan Eropa OECD meluncurkan survei soal sekolah global bulan Mei lalu. Beberapa kriteria yang diukur adalah penguasaan bahasa, sains dan matematika bagi para siswa di bawah usia 15 tahun. Hasilnya, dari 76 negara, Indonesia menduduki peringkat ke 69. Indonesia cuma lebih baik dari Oman, Maroko, Honduras, Afrika Selatan dan Ghana.
Padahal lima negara terbaik ada di Asia. Negara dengan pendidikan terbaik di dunia ditempati Singapura, lalu Hong Kong dan Korea Selatan. Jepang dan Taiwan menyusul di posisi empat. Peta ini menunjukkan pendidikan di Asia mulai meninggalkan Eropa dan Amerika Serikat.
Bandingkan, Finlandia hanya menempati urutan keenam. Sedang AS turun ke posisi 28.
Yang mengejutkan Vietnam menyodok di urutan 12. Jauh meninggalkan Indonesia dan Amerika Serikat. Padahal negara ini masih lebih muda dari Indonesia. Puluhan tahun lalu negaranya hancur lebur oleh perang.
Lalu mari berkaca dari Singapura. Tahun 1960an masih banyak orang buta huruf di negara Singa ini. Kenapa sekarang bisa melejit menjadi nomor satu?
Direktur Pendidikan OECD, Andreas Schleicher, menjelaskan kunci meningkatnya mutu pendidikan di Asia adalah sosok guru.
“Negara-negara itu juga sangat pandai dalam merekrut guru-guru berbakat untuk mengajar di ruang kelas yang paling menantang, sehingga setiap siswa diberi akses ke guru-guru terbaik.”
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan membeberkan pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Menurut Anies, setting sekolah di Indonesia saat ini masih seperti abad 19, gurunya hidup di abad 20 dan anak-anaknya hidup di abad 21.
Infrastruktur masih memprihatinkan. Masih banyak sekolah dengan atap bocor dan bangunan nyaris roboh. Hal ini diperburuk dengan korupsi di dunia pendidikan. Soal kualitas guru juga jadi sorotan.
Seorang guru Bahasa Inggris di Jakarta bercerita, dia diserahi tugas tambahan untuk mengajar sejarah oleh pihak yayasan. Padahal seumur hidup dia tak pernah membaca buku sejarah. Andalannya hanya panduan kurikulum dan buku teks wajib yang digunakan oleh pihak sekolah. Bisa dibayangkan bagaimana proses belajar mengajar akan sangat tidak menarik.
Potret semacam ini sangat sering terjadi. Karena keterbatasan dan lebih sering karena enggan belajar, guru hanya mengajar ala kadarnya.
Di sisi lain murid-muridnya sudah menggunakan akses internet, tv kabel dan mengunduh buku lewat tablet mereka.
Benar kata menteri Anis, guru di Indonesia hidup di abad lampau sementara muridnya hidup di abad 21. Adakah yang bisa kita lakukan bersama untuk menciptakan guru terbaik?. ((sumber: merdeka.com)