NTTsatu.com – KUPANG – Nelayan Lamahala di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur (Flotim) yang menggantung hidup di laut dengan mencari ikan bernasib naas. Mereka ditangkap Pol Airud Polda NTT ketika sedang berlabuh sekitar 100 meter dari bibir desa Lamahala Jaya.
Nelayan yang ditangkap itu antara lain; Kasim Atapukan dengan KM Pantai Gading, Ahmad Loly dengan KM Flamboyan, Syukur Muhamad dengan KM Anggur Merah. Mereka ditangkap karena tidak memiliki surat-surat kapal.
Para nelayan tersebut, dikenakan pasal 93 ayat (3) jo pasal 27 ayat (3) dan pasal 98 jo pasal pasal 42 ayat (3) UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Para nelayan ditahan sejak tgl 7 Januari 2018 untuk 20 hari sampai tgl 26 Januari 2018, dikenakan tahanan luar di Flores Timur.
Kasim Atapukan dan Ahmad Loly saat ditemui dikampung baru Larantuka mengatakan, pihaknya ditangkap karena surat-surat kapal yang dimiliki telah ‘mati’ di mana proses perpanjangan belum diturunkan dari Dinas Perikanan Flores Timur.
“Kami sudah urus perpanjangan surat kapal tapi belum keluar dari DKP Flores Timur”, ujar Kasim.
Ahmad Loly pemilik KM Flamboyan ditangkap pada tanggal 7 Januari 2018 sekitar jam 21.00 Wita di pantai Lamahala, Adonara Timur. Sedangkan KM Pantai Gading dan KM Anggur Merah ditangkap di depan Lohayong Solor sekitar jam 23.00 Wita.
Setelah ditangkap, para nelayan langsung dibawah ke Larantuka. Sementara dokumen atau surat-surat perpanjangan kapal KM Flamboyan pada tanggal 8 Januari 2018, sudah dikeluarkan oleh Dinas Perikanan Flores Timur. Dan surat itu diambil penyidik.
“Semua surat-surat kapal ada di penyidik, baik surat kapal lama maupun surat kapal yang baru dikeluarkan. Kami sudah lama mengurus perpanjangan tapi baru keluar”, ujar Ahmad Loly.
Akhmad Bumi, SH selaku Kuasa Hukum para tersangka saat dihubungi pada Senin (22/1/2018), mempertanyakan prosedur penyidikan, pasalnya tindak pidana perikanan hukum acaranya tunduk pada UU Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan.
Akhmad Bumi menanyakan kewenangan Penyidik Polri dari Polairud Polda NTT dalam menyidiki kasus ini.
“Pasal 14 UU nomor 5 tahun 1983 tentang zona ekonomi ekslusif Indonesia (ZEEI) menentukan bahwa penyidik ZEEI adalah TNI AL, dan UU tersebut, belum dicabut dan masih berlaku. Sepanjang menyangkut tindak pidana perikanan dan kelautan maka penyidiknya adalah perwira TNI AL. Itu amanat UU Nomor 5 tahun 1983 tentang ZEEI,” tandas Akhmad Bumi seperti dilansir lembatanews.com.
Bumki menjelaskan, tindak pidana perikanan itu, merupakan tindak pidana khusus dan hukum acaranya tersendiri, tidak memakai KUHAP secara penuh.
“Sepanjang tindak pidana yang lokus deliknya di zona ekonomi ekslusif Indonesia (ZEEI) maka kewenangan penyidik adalah TNI AL. Kalau UU ZEEI itu UU yang secara khusus mengatur wilayah ZEEI, tidak sama dengan UU Perikanan,” ujar Bumi.
Dikatakannya, jika penyidik menggunakan UU Perikanan, maka penyidikan dilakukan oleh Satgas Penyidik yang terdiri dari DKP, TNI AL, Polri. Perlu ada kordinasi antara DKP, TNI AL dan Polri mulai saat operasi penangkapan, penyelidikan sampai penyidikan.
“Ada piagam kesepakatan bersama antara KKP, TNI AL dan Polri tgl 30 Desember 2015. Dari piagam kesepakatan itu maka dibentuk Satgas penyidikan tindak pidana perikanan yang disebut Satgas 115 sesuai Peraturan Presiden Nomor 115/2015 yang mengatur penyidikan tindak pidana perikanan. Yang menyidik tindak pidana perikanan adalah DKP, TNI AL dan Polri,” jelas Bumi.
Dijelaskan Akhmad Bumi, Penyidikan di DKP ada pada Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) dan Satuan Pengawas (Satwas). Hal itu untuk menindaklanjuti Keputusan Dirjen PSDKP No. 372/DS-PSDKP/2011 tgl 29 Desember 2011.
Keputusan Dirjen PSDKP itu untuk melaksanakan pasal 73 UU No. 31 tahun 2004 yang telah diubah dengan UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan, urainya.
“Kami pertanyakan prosedur penyidikan oleh Penyidik Polairud Polda NTT yang tidak melibatkan pihak PPNS DKP dan TNI AL terkait penetapan nelayan menjadi tersangka dalam proses penyidikan. Kami sudah tanyakan, Dinas Perikanan Flores Timur tidak dilibatkan dalam proses penyelidika,” pungkasnya. (*/bp)