KUPANG. NTTsatu.com – Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi perlu keberanian dari Justice Collaborator atau saksi yang bekerja sama untuk membantu pihak penegak hukum untuk mengungkapkan kasus korupsi tersebut.
Merian Dewanta Dado seorang praktisi hukum di Maumere, Flores dan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) wilayah NTT menyatakan hal itu melalui emailnya kepada redaksi NTTsatu.com yang diterima Jumat, 15 April 2016 pagi.
Dikatakannya, di tengah makin kronisnya kejahatan korupsi dalam segala dimensinya dan pada sisi lain upaya mengungkap kejahatan itu serta jejaring mafianya sangat sulit dilakukan maka eksistensi dan mekanisme Justice Collaborator atau Saksi Pelaku Yang Bekerja Sama ini menjadi salah satu cara yang paling ampuh guna membantu instansi Kepolisian, Kejaksaan, KPK-RI dan Pengadilan dalam memberantas pelaku-pelaku kejahatan korupsi secara menyeluruh di Provinsi NTT.
Eksistensi dan mekanisme Justice Collaborator ini diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomer 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Wistle Blower) Dan Saksi Pelaku Yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) Didalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
Peran dan keberadaan Justice Collaborator itu diterapkan untuk membantu mengungkap kejahatan-kejahatan yang bersifat khusus serta sangat merusak sendi-sendi perekonomian dan moral bangsa antara lain seperti kejahatan korupsi, pencucian uang, perdagangan orang dan narkotika.
Untuk dapat disebut sebagai Justice Collaborator maka syaratnya Pelaku Kejahatan tersebut telah mengakui kejahatan yang dilakukannya dan dirinya bukanlah pelaku utama kejahatan serta bersedia memberikan kesaksian dalam proses peradilan guna mengungkap peran pelaku utama serta berbagai modus operandinya.
Untuk wilayah Provinsi NTT dan khususnya Kabupaten Sikka maka pada tahun 2013 ada satu sosok Pegawai Negeri Sipil bernama Thomas Claudius Ali Junaidi yang untuk pertama kalinya dalam sejarah hukum Indonesia telah mempraktekkan perannya sebagai Justice Collaborator dalam perkara Tindak Pidana Narkotika.
Dalam proses peradilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Maumere dan dalam tingkat banding di Pengadilan Tinggi Kupang, Thomas Claudius Ali Junaidi divonis pidana penjara 5 tahun serta denda senilai Rp. 1 miliar. Namun karena sejak awal dia mau jujur bersaksi dan mengakui perbuatannya serta dirinya bukanlah pelaku utama dalam kejahatan narkotika di Kabupaten Sikka maka dalam proses pemeriksaan kasasi di Mahkamah Agung RI dengan putusan nomor : 920/K/Pid.Sus/2013 tertanggal 28 Mei 2013 Thomas Claudius Ali Junaidi divonis pidana percobaan 1 tahun penjara.
“Keberanian Thomas itulah Mahkamah Agung RI mengurangi hukumannya secara signifikan. Karena itu, tidak perlu lagi ada keraguan bagi mereka yang tahu betul kasus korupsi bahkan teribat di dalamnya dan buka menjadi pelaku tama untuk berani tampl membant aparat enegak hukum,” tulis Dado.
Dikatakannya, sesuai aturan, sebagai Justice Collaborator atau Saksi Pelaku yang mau bekerja sama dengan aparat penegak hukum dipastikan akan ada perlindungan secara fisik dan psikis dari negara serta perlindungan hukum yang salah satu diantaranya adalah berupa keringanan hukuman yang signifikan oleh hakim pemeriksa perkara. (bp)
===
Foto: Merian Dewanta Dado