
NTTsatu.com – MAUMERE – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sikka Yunida Polo memberhentikan 8 tenaga kontrak di dinas itu. Keputusan yang disampaikan hanya secara lisan itu dipandang melanggar perjanjian kerja.
Perjanjian kerja antara tenaga kontrak dan DLH Sikka termuat dalam surat perjanjian kerja untuk masa 1 tahun terhitung sejak 1 Januari 2017 dan berakhir pada 31 Desember 2017. Tenaga kontrak yang diberhentikan itu diumumkan pada 28 Desember 2017.
Delapan tenaga kontrak itu diberhentikan dengan berbagai alasan seperti kinerja kerja buruk, memasuki usia pensiun, dan ada yang sudah merantau. Mereka itu adalah Saverius Balik dan Vitalis Badar di unit pengangkut sampah, Markus Akon, Agnes Nona Erni, Karolus K. Key, dan Antonius Jhon Nori di unit penyapu jalan, Guido Teksi penjaga TPA, dan Ernestus Yosephus Winga di unit petugas pemakaman.
Untuk 3 tenaga kontrak yang memasuki usia pensiun, DLH Sikka memberikan kesempatan kepada tenaga kontrak yang bersangkutan mengusulkan nama anak agar direkrut sebagai tenaga kontrak pada tahun 2018. Sementara 5 tenaga kontrak lainnya praktis kontrak kerja tidak dilanjutkan lagi.
Pada Pasal 7 ayat (8) tentang larangan, di situ tertulis jelas tenaga kontrak dilarang meninggalkan pekerjaan atau sering tidak masuk bekerja tanpa izin atau alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan selama 7 hari kerja berturut-turut maupun setelah diperhitungkan secara akumulatif selama 7 hari kerja dalam 1 bulan.
DLH Sikka mencatat Vitalis Badar 10 hari tidak masuk kerja, Karolus K. Key 13 hari tidak masuk kerja, Antonius Jhon Nori 19 hari tidak masuk kerja, dan Ernestus Yosephus Winga 7,5 hari tidak masuk kerja. Namum setelah ditelusuri, 4 tenaga kontrak ini tidak pernah tidak masuk kerja selama 7 hari kerja berturut-turut maupun setelah diperhitungkan secara akumulatif selama 7 hari kerja dalam 1 bulan sebagaimana larangan pada Pasal 7 ayat (8).
Selain soal larangan, surat perjanjian kerja juga memuat tentang sanksi pemberhentian yang tertuang pada Pasal 8. Ada tiga ayat dalam pasal ini, di mana ayat (1) tentang pemberhentian tidak dengan hormat, ayat (2) tentang pemotongan penghasilan dan ayat (3) tentang pemberhentian dengan hormat.
Pemberhentian dengan tidak hormat dilakukan apabila tenaga kontrak melanggar Pasal 7 kecuali ayat (8). Pemotongan penghasilan sebesar Rp 50.000 per hari dikenakan jika tenaga kontrak tidak melaksanakan pekerjaan atau sering tidak masuk kerja tanpa berita atau alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan selama 6 hari kerja berturut-turut atau setelah diperhitungkan secara akumulatif selama 6 hari kerja dalam 1 bulan.
Sedangan pemberhentian dengan hormat dapat dikenakan apabila tenaga kontrak meninggalkan pekerjaan sebagaimana Pasal 7 ayat (8), mengundurkan diri yang dibuktikan dengan surat pengunduran diri, dan sakit berkepanjangan paling lama 1 bulan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Dari ketiga ayat ini sama sekali tidak ditemukan pendasaran sebagai alasan untuk memberhentikan 8 tenaga kontrak sebagaimana dilakukan Yunida Polo. Karena itu para tenaga kontrak terutama Vitalis Badar, Karolus K. Key, Antonius Jhon Nori, dan Ernestus Yosephus Winga menilai pemberhentian terhadap mereka merupakan keputusan yang melanggar perjanjian kerja. (vic)