KUPANG. NTTsatu – Kepala Dinas Perhubungan NTT, Richard Djami mengatakan, saat ini pemerintah sedang melakukan kajian pembangunan bandara di Adonara, Flores Timur (Flotim) karena ada peluang dari pemerintah pusat atau kementerian perhubungan yang bisa ditangkap. Sementara Bandara di Borong juga terus diperjuangkan.
Richard yang ditemui di Kupang belum lama ini menjelaskan, idealnya, semua kabupaten bisa dibangun bandara, asalkan pemerintah daerah setempat menyiapkan lahan yang memadai. Karena pemerintah pusat tidak mengalokasikan anggaran khusus untuk pembebasan lahan.
Dia menjelaskan, pembangunan sebuah bandara tentu harus memenuhi sejumlah persyaratan yang dibutuhkan. Pembagunan Bandara di Adonara memang sudah ada sinyal dari pemerintah pusat, sedangkan untuk pembangunan bandara di Manggarai Timur, perlu diperjuangkan bersama- sama untuk bisa membiayai sejumlah item seperti pembebasan lahan dan survei investigasi desain.
Terkait rencana pembangunan bandara di Adonara tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD NTT, Thomas Tiba Owa mempertanyakan rencana pemerintah membangun bandara di Pulau Adonara, padahal pulau itu diapiti Lembata dan Flores Timur daratan. Keduanya memiliki bandara yang representatif.
Thomas mengatakan, selain bandara pemerintah juga berencana untuk membangun jembatan Palmerah yang menghubungkan Pulau Flores dengan Adonara. Ini tentunya memakan dana yang cukup besar.
“Apa yang membuat segala sesuatu pembangunan tertuju di Adonara? Apakah ada daya tarik tersendiri di Adonara,” tanya anggota Fraksi Partai Golkar ini.
Lebih lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka ini menyatakan, pada prinsipnya lembaga DPRD terutama Komisi IV mendukung program pemerintah di bidang perhubungan.
Namun, lanjutnya, Dinas Perhubungan perlu menyusun perencanaan secara detail untuk sektor perhubungan laut, udara, dan darat. Sehingga dijadikan sebagai acuan dalam pembahasan dan pengalokasian anggaran.
“Ada sejumlah pelabuhan laut yang sudah dibangun tapi tak disinggahi kapal, perlu dicari solusi sehingga pelabuhan nyang dibangun dengan dana yang cukup besar itu jangan dibiarkan merana begitu saja,” katanya.
Sementara Anggota Komisi IV dari Fraksi Demokrat, Bonifasius Jebarus yang ditemui terpisah mengkritisi sejumlah aspek yang perlu mendapat perhatian. Jembatan timbang di Labuan Bajo dan Ruteng yang telah dibangun beberapa waktu lalu tapi tidak dimanfaatkan.
Selain itu, pembangunan bandara di Manggarai Timur (Matim) sangat dibutuhkan mengingat daerahnya sangat potensial. Kehadiran pelabuhan laut di Waewole, Matim tidak menjadi ancaman untuk pelabuhan di Aimere, Kabupaten Ngada. Pasalnya, Waewole untuk pelabuhan niaga/barang sedangkan Aimere untuk pelabuhan ferry/penyeberangan.
Bonifasius berharap Dinas Perhubugan NTT dapat menggerakkan kapal- kapal untuk menyinggahi semua pelabuhan yang sudah dibangun.
“Jika pengusaha beralasan merugi, perlu ada intervensi dari pemerintah dalam bentuk subsidi sehingga kapal bisa menyinggahi pelabuhan yang ada,” katanya.
Terkait jembatan timbang yang dikeluhkan anggota dewan itu, Ricahrd Djami mengatakan, di NTT ada empat unit yakni dua di Manggarai Barat dan Manggarai, sedangkan dua lainnya di Kupang. Empat jembatan timbang itu tidak bisa difungsikan karena tak layak.
“Keberadaan jembatan timbang itu harus ditera ulang dan itu hanya bisa dilakukan oleh Kementerian Perhubungan. Sesuai rencana, keempat jembatan timbang itu akan diambil-alih oleh kementerian perhubungan. Kehadiran jembatan timbang bukan semata terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD), tapi terkait pengamanan jalan,” jelasnya.
Richard berjanji akan membuat grand design di bidang perhubungan secara lengkap dan detail. Bahkan untuk mendapatkan hasil yang akurat, pihaknya berencana akan melibatkan konsultan di bidang perhubungan untuk tiga sektor yakni perhubungan laut, darat, dan udara. (bop)