NTTsatu.com – MUMERE – Dalam Kasus Dugaan Tipikor Pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) Kementerian Kesehatan RI, para penerima dana itu bisa dijerat Tindak Pidana Pencucian Uang.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) wilayah NTT, Maridian Dewanta Dado melalui irilisnya kepada redaksi NTTsatu.com yang diterima Sabtu, 03 Juni 2017 menjelaskan, proyek Alkes itu diadakan untuk mengantisipasi Kejadian Luar Biasa (KLB) 2005 pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan di Kementerian Kesehatan RI.
Dikatakannya, Jaksa Penuntut Umum KPK (Iskandar Marwanto) saat membacakan tuntutan atas Terdakwa Siti Fadilah Supari (mantan Menteri Kesehatan RI) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada hari Rabu tanggal 31 Mei 2017 menyatakan adanya aliran dana ke berbagai pihak dari PT Mitra Medidua selaku perusahaan suplier penerima proyek Alkes dari PT Indofarma Tbk.
Adapun PT Indofarma Tbk merupakan perusahaan yang ditunjuk langsung oleh Siti Fadilah Supari dan menerima pembayaran dari Kemenkes RI dan men-subkontrakannya ke PT Mitra Medidua. Aliran dana dari PT Mitra Medidua tersebut mengalir ke rekening Sutrisno Bachir, Nuki Syahrun, Amien Rais, Tia Nastiti (anak Siti Fadilah Supari) maupun Yayasan Sutrisno Bachir Foundation (SBF).
Pengiriman uang yang dilakukan seusai arahan Siti Fadillah Supari terhadap Amin Rais dan Soetrisno Bachir cs itu dilakukan usai PT Mitra Medidua mendapat kucuran pembayaran dari PT. Indofarama Tbk.
Pengiriman awalnya dilakukan PT Mitra Medidua sebesar Rp 741,5 juta pada 2 Mei 2006 dan pada 13 November 2006 sebesar Rp 50 juta kepada rekening milik Yurida Adlanini selalu Sekretaris pada Yayasan Sutrisno Bachir Foundation (SBF). Setelah mendapat pengiriman dana tersebut, selaku ketua Yayasan SBF maka Nuki Syahrun menyuruh Yurida Adlanini memindahbukukan sebagian dana kepada rekening Pengurus DPP PAN, Nuki Syahrun dan Tia Nastiti (anak Siti Fadilah Supari).
Selanjutnya, atas perintah Nuki Syahrun maka Yurida Adlanini mengirim uang yang didapatnya dari proyek Kemenkes RI itu ke beberapa Pengurus DPP PAN yang mempunyai kedekatan dengan Siti Fadillah Supari dengan perincian uang senilai Rp 250 juta ditransfer ke rekening Sutrisno Bachir pada 26 Desember 2006, kemudian uang senilai Rp 50 juta dikirim ke rekening Nuki Syahrun pada 15 Januari 2007 dan 1 Mei 2007 sebesar Rp 15 juta, lalu uang senilai Rp 600 juta dikirim ke Amin Rais sebanyak 6 kali masing-masing senilai Rp 100 juta yakni pada pada 15 Januari 2007, Pada 13 April 2007, Pada 1 Mei 2007, Pada 21 Mei 2007, Pada 13 Agustus 2007 dan pada 2 November 2007.
Selain itu ada juga uang dikirim Yurida Adlanini ke rekening anak Siti Fadilah Supari yaitu Tia Nastiti sebesar Rp 10 juta.
Dari uraian fakta-fakta hukum yang diungkapkan JPU KPK tersebut maka jelaslah bahwa rekening milik Yurida Adlanini dipergunakan untuk menampung dana yang masuk kemudian sengaja dicampur dengan dana pribadi dengan maksud menyembunyikan asal-usul dan penggunannya.
Dengan fakta-fakta hukum yang dimiliki itu maka menurut TPDI Wilayah NTT, telah terpenuhi indikasi-indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 3 menyatakan : “Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.
Sementara Pasal 5 menegaskan : “Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dendapaling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Oleh karena itu tatkala mantan Ketua Umum DPP PAN Amin Rais mengakui telah menerima atau menguasai penempatan dana dalam bentuk pentransferan senilai Rp 600 juta dan ditegaskannya bahwa dana tersebut merupakan bantuan dana dari Sutrisno Bachir kepadanya untuk berbagai kegiatan sosial keagamaan yang dilakukan oleh Amin Rais, maka tugas krusial pihak Penyidik dan Jaksa KPK selanjutnya bukan saja mengurai secara rinci asal muasal dana untuk Amin Rais tersebut, namun tatkala sudah disebutkan bahwa dana senilai Rp 600 juta itu berasal dari aliran dana proyek Alkes maka yang paling terpenting adalah mengurai eksistensi sikap batin Amin Rais saat mengetahui adanya transfer dana sebanyak 6 kali yang totalnya senilai Rp 600 juta itu.
Ini berartti, bila Amin Rais menegaskan tidak mengetahui atau tidak patut menduga bahwa dana tersebut merupakan dana hasil korupsi maka mantan Ketua MPR itu masih bisa luput dari jeratan hukum.
Sikap batin Amin Rais itu akan diurai untuk menentukan ada atau tidaknya niat jahat (Mens Rea) saat dirinya mengetahui telah menerima transfer dana senilai Rp 100 juta sebanyak 6 kali.
Kemudian, apakah setelah menerima transfer dana tersebut Amin Rais telah mempertanyakan asal muasal dana dan motifnya, apakah dalam kurun waktu tersebut dia benar-benar tidak mengetahui adanya bagi-bagi jatah uang proyek Alkes.
Selanjutnya, apakah ada keterlibatannya dalam pembicaraan soal proyek Alkes dan apakah memang secara teratur setiap bulannya dirinya sering menerima transfer dana senilai ratusan juta rupiah dan lain sebagainya.
Dengan demikian kalau berhasil dibuktikan adanya sikap batin dari para penerima transfer dana proyek Alkes Kemenkes RI berupa diketahuinya atau patut diduganya dana itu merupakan hasil tindak pidana dipidana maka tindak pidana pencucian uang bisa diterapkan terhadap mereka. (*bp)