NTTsatu.com – KUPANG – Rencana penutupan Karang Dempel (KD) oleh Pemerintah Kota Kupang banyak menuai kritikan dari berbagai pihak. Sebab kebijakan ini dinilai tidak berdasarkan kajian yang jelas dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Penutupan lokalisasi itu tidak menyelesaikan masalah prostitusi di Kota Kupang.
Salah satu kekhawatiran yang muncul sebagai dampak dari penutupan lokalisasi adalah pekerja seks yang selama ini berkerja pada satu lokasi kemudian tersebar untuk tetap melakukan aktivitas ini. Hal ini kemudian akan mempersulit pemerintah untuk mengidentifikasi potensi penyebaran HIV/AIDS.
Kebijakan ini dinilai telah mengabaikan hak ekonomi dan sosial pekerja seks yang kemudian akan menimbulkan masalah baru karena ada sekian banyak anak yang putus pendidikannya sebab biaya pendidikan anak-anak itu didapatkan dengan bekerja sebagai pekerja seks. Hal ini bukan sebagai pembenaran khusus untuk pekerja seks namun inilah realitas yang terjadi di Karang Dempel.
Akibat tidak adanya pendidikan, tidak memiliki keterampilan kerja, lapangan pekerjaan yang sangat sulit dan kehilangan akses terhadap sumber daya alam mengharuskan mereka mengambil pilihan terburuk dalam hidupnya yaitu menjadi pekerja seks.
Salah satu alasan penutupan Karang Dempel adalah untuk mengatasi masalah penyebaran HIV AIDS. Berdasarkan data KPA Provinsi NTT dan catatan OPSI NTT, Jumlah ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) di Kota Kupang sebanyak 1.353 orang. Dari jumlah tersebut Wiraswasta menyumbang sebesar 20%, diikuti IRT sebesar 13%, pekerja seks sebesar 10% dan PNS sebesar 8%. Dari 10% pekerja sex ODHA, Karang dempel menyumbang 12 orang dari 126 pekerja seksnya.
Dari data ini kita dapat dilihat bahwa potensi penyebaran HIV AIDS lebih besar berada di luar Karang Dempel karena Karang Dempel hanya menyumbang 12 orang dan di luar Karang Dempel yaitu Swasta, IRT, PS, PNS, TNI POLRI dan lain sebagainya menyumbang 1.353 orang.
Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan menutup Karang Dempel dapat menyelesaikan masalah penyebaran HIV AIDS ?.
Penanganan HIV AIDS di Karang dempel sudah dilakukan oleh KPA (Komisi Penagulangan HIV AIDS) Kota Kupang sampai dengan saat ini. Tiga target besar KPA Kota Kupang adalah Zero New Infection (tidak ada lagi virus HIV baru), Zero related AIDS (tidak ada lagi yang meninggal karena AIDS) dan Zero stigma dan diskriminasi (tidak ada lagi stigma dan diskriminasi).
Bentuk kongkrit dari tiga program besar ini adalah dengan membagikan kondom, melakukan penyuluhan, monitoring dan lain sebagainya. Dengan adanya Karang Dempel telah memudahkan pemerintah untuk mengintervensi program kesehatan khususnya penangulangan HIV AIDS. Sasaran programnya akan jelas dan pasti.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Atma Jaya bahwa penutupan lokalisasi tidak mengurangi praktik prostitusi dan pemerintah akan mengalami kesulitan untuk mendeteksi jumlah pekerja seks dan sebarannya sebab praktik ini terus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Diskusi ini menghadirkan Pdt Emmy Sahertian sebagai aktivis HIV AIDS, Balqis Soraya Tanof sebgai Sosiolog, Gusti Brewon mewakili Forum Academia NTT, dan Jeffry Riwu Kore sebagai Walikota Kupang sekaligus Ketua KPA Kota Kupang.
Kegiatan yang digelar di Karang Dempel Kupang ini ini diselenggarakan oleh Forum Pencagahan HIV/AIDS Kota Kupang dengan melibatkan berbagai pihak antara lain: OPSI NTT, IRGSC, PIAR NTT, WALHI NTT, KOMPAK, AGRA, FPR, FMN, LBH Surya,LMND dan PMKRI. (*/bp)