Oleh: Dr. Thomas Tokan Pureklolon
Pengertian politik dipahami sebagai interaksi antara dua elemen penting yakni pemerintah dan masyarakat dalan proses pembuatan keputusan untuk kebaikan bersama ( bonum commune ) dalam suatu masyarakat di sebuah wilayah. Terminologi politik sendiri berasal dari bahasa Yunani yakni Politeia atau Polis yakni kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri. Dengan demikian makna politik seyogianya berarti pembuatan dan pembagian kekuasaan dalam suatu masyarakat yang terjadi dalan suatu proses untuk mencapai kepentingan bersama.
Dalam percaturan politik, siapa pun berupaya untuk mendapatkan kekuasaan yang merupakan hakikat politik itu sendiri. Perlu diperhatikan bahwa kahikat politik itu sendiri merupakan sebuah ilmu yang terus menerus mempelajari bagaimana cikal bakal atau proses awal pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik secara bebas dan bertanggung jawab ( Thomas Tokan Pureklolon, Nasionalisme dan Ideologi Global, 2018 ). Terkait langsung dengan hal tersebut, kebebasan berekspresi baik secara individu maupun bersama, dalam kehidupan bernegara tetap menjadi sebuah hak dasar milik setiap orang yang terus terjamin secara konstitusional dan demokratis. Kebebasan berpendapat diatur dalam perubahan atau amandemen keempat UUD 1945 yang termuat dalam pasal 28 tepatnya pada pasal 28 E ayat ( 3 ) dimana masing-masing individu memiliki hak atas segala kebebasan termasuk di dalamnya kebebasan berserikat dan berkumpul serta kebebasan dalam mengeluarkan pendapat tanpa merendahkan siapa pun termasuk unsur-unsur penting yang ada di dalamnya seperti suku, agama, ras dan golongan; di mana hal tersebut selalu berkaitan langsung dengan hak asasi manusia dan hak-hak politiknya.
Dalam konsepsi negara hukum, eksistensi Hak Asasi Manusia ( HAM ) yang disertai dengan berbagai pengaturan oleh negara bukan berarti sebuah pengekangan yang dilakukan negara namun sebaliknya merupakan pengaturan yang terjadi oleh negara. Dari satu aspek, hak asasi memiliki sifat dasar yang membatasi kekuasaan pemerintahan, namun sebaliknya pada sisi lain pemerintah diberi wewenang untuk membatasi hak-hak dasar sesuai dengan fungsi pengendalian. Perlu diketahui bahwa salah satu hak dasar setiap warga adalah hak demokrasi politik dan kebebasan atas penyelenggaraan, pemenuhan, dan penggunaan hak politik. Hak politik tersebut menjadi bagian utama dalam aktivitas berpolitik mengingat sebuah diksi penting di sini yakni upaya demokratisasi yang berujung pada kebebasan demokrasi tersebut telah mengalami revolusi dari waktu ke waktu ( Della LuYsky Selian, Cairin Melina, Kebebasan Berekspresi di Era Demokrasi, Lex Scientia Law Revie Vol. 2 nomor 2, 2018 ).
Dalam sejarah perpolitikan modern untuk pertama kali, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh para pendukungnya yang berpengaruh. Kewenangan pemerintah dalan hal ini menjadi basis bagi kokohnya sebuah sistem politik demokrasi. Terdapat begitu banyak aneksasi yang mewabah ke seluruh negara yang berbarengan dengan isu-isu global dalam gelombang yang sedang berkecamuk dewasa ini seperti gender, keadilan, hak asasi manusia, dan juga berbagai persoalan lingkungan hidup. Setiap negara berupaya untuk meyakinkan kepada dunia bahwa negaranya mengakui bahwa sistem pemerintahannya adalah demokrasi. Hal tersebut dilakukan dalam upaya menempatkan betapa pentingnya posisi rakyat dalam kedalautannya, walaupun dalam implikasinya di setiap negara tentu sangat berbeda. Kedalautan tidak dapat disamakan dengan tertib hukum ( order ) maupun keadilan ( justice ) karena kedalautan tidak menggambarkan tujuan dari pelaksanaan kekuasaan. Kedalautan adalah suatu hal dan meliputi banyak hal ( to one or the many ).
Secara langsung konsep tentang kedalautan adalah suatu hal yang berkaitan dengan hubungan antara kekuasaan politik dan bentuk-bentuk otoritas lainnya. Dalam ilmu politik kedalautan dapat dipahami dengan mencermati dua hal penting; pertama, kekuasaan politik berbeda dengan kerangka organisasi atau otoritas lain di dalam masyarakat seperti religius, kekeluargaan, dan ekonomi. Kedua, kedalautan menegaskan bahwa otoritas publik semacam ini bersifat otonom dan sangat luas ( autonomous and pre eminent ) sehingga lebih tinggi ( superior ) dari institusi yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan dan independen atau bebas dari pihak luar. Catatan utama dalam hal ini adalah wacana tentang konsep kedalautan negara sering kali juga ditandai dengan cara menetapkan otoritas politik yang utama antara lembaga domestik dan otonomi internasional. Dalam pengakuan dan tindakan internasional dapat dilihat dari pengakuan dan tindakan kolektif negara-negara dalam menyelesaikan masalah yang melibatkan otoritas lembaga domestik dan internasional ( Thomas Tokan Pureklolon., Negara, Masyarakat, dan Kedalautan, 2022: 177 -178 ).
Dunia perpolitikan selalu membahas pertanyaan klasik: Siapa mendapatkan apa dan kapan ( who gets what and when ). Hal tersebut secara langsung menyiratkan berbagai varian politik yang terus berdinamika, seperti tujuan dalam setiap aktivitas politik, bagaiman cara mencapainya, dan bagaimana keterlibatan dalam membahas berbagai kemungkinan yang terus terjadi akibat situasi politik tertentu, serta bagaimana cara mengatasinya. Seluruh varian di atas melibatkan siapa saja dalam sebuah negara.
Perihal politik konteksnya kesadaran berpolitik dan kebebasan berpolitik menjadi sesuatu hal yang tidak boleh diabaikan. Tentu saja eksistensi pemerintah dalam hal perannya dibutuhkan dalam usaha meningkatkan kesadaran masyarakat luas akan pentingnya politik ( baca: kebebasan politik ) sebagai warga negara. Tentu menjadi seorang warga negara yang baik dan berkesadaran politik, setiap anggota masyarakat mestinya mengenali hak-hak politiknya, agar bisa ikut memajukan negara dalam keseluruhan perilaku politiknya.
****
Penulis adalah Dosen Ilmu Politik FISIP, Universitas Pelita Harapan, Jakarta