NTTsatu.com – KUPANG – Pengadilan Negeri (PN) Kupang yang menyidangkan perkara praperadilan antara Frans Oan Semewa (FOS) melawan DirekturReserse Kriminal Umum Polda NTT akhirnya diputuskan, Selasa, 20 Maret 2018. FOS memenangkan sidang praperadilan tersebut.
Pada sidang terakhir, Selasa, 20 Maret 2018 itu, Hakim tunggal A. A.Made A. Nawaksara,S.H,M.H dan didampingi panitera pengganti Selsily Donny Rizal ,S.H pembacaan Keputusan akhir.
Nampak dalam sidang putusan tersebut,kuasa hukum pemohon Ferdinandus Angka,SH dan kuasa hukum termohon AKP. Edy,S.H,MH, dan rekan secara serius mengikuti persidangan dan mendengarkan keputusan Hakim tunggal.
Dalam keputusan itu,Permohonan perkara praperadilan Frans Oan Smewa dikabulkan untuk seluruhnya atau dinyatakan menang.
Menanggapi hal tersebut,kuasa hukum FOS Ferdinandus Angka,SH menjelaskan Permohonan Pra Peradilan dari FOS dikabulkan untuk seluruhnya, maka penyidikan polda NTT tidak dapat melanjutkan laporan dari saudara Christian Natanael alias Werli.
“Dengan kata lain dinyatakan gugur atau terhalang oleh pasal 78 dan 79 KUHP.
Pasal 78 & 79 itu sudah cukup jelas dan tidak boleh di tafsir lagi,” jelas Ferdi usai persindangan.
Sementara Erlan Yusran,SH,MH,CPL menuturkan Putusan hakim sudah sangat benar dan tepat. Oleh karena itu, Kata Erlan, polisi tidak punya hak lagi untuk melakukan penyelidikan/penyidikan. Dengan demikian, status tersangka terhadap FOS juga gugur atau batal demi hukum.
Ia menambahkan, hal ini juga membuktikan bahwa hukum itu adalah panglima tertinggi, azas equality before the law, persamaan di depan hukum itu bukan hanya selogan semata tetapi hari ini hakim telah membuktikannya.
“Aparat tidak boleh melakukan tindakan sewenang-wenang tetapi harus tunduk dan taat pada aturan hukum agar tidak terjadi peradilan yang sesat,” tandasnya.
Menurut dia, penetapan tersangka terhadap FOS tidak sah, karena mengangkangi ketentuan pasal 78 & 79 KUHP yg mengatur tentang hapus atau hilangnya hak menuntut.
“Terimaksih kepada Hakim yang telah menegakkan aturan yang berlaku. Keputusan itu merupakan bentuk penegakan aturan untuk seluruh masyarakat NTT dan Indonesia pada umumnya,” ungkapnya sambil menambahkan,
bahawasanya hukum tidak membeda-bedakan satu dengan yang lain. Hukum itu tidak mempertimbangkan suku, ras agama atau golongan. (*/bp)