Menjelang pemilu 2024, Partai-Partai Politik mulai menimang para bakal calon legislatif (bacaleg) yang mendaftarkan diri melalui Partai-Partai Politik peserta pemilu 2024. Mereka akan diseleksi oleh KPU sebagai caleg tetap dalam kontestasi pemilu legislatif (DPR, DPRD dan DPD RI) periode 2024-2029.
Meskipun persyaratan calon legislatif sudah diatur secara limitatif dalam UU Pemilu, Peraturan Pemerintah, Peraturan KPU dan peraturan terkait lainnya, namun untuk mendapatkan Wakil Raktat yang kompeten, berkarakter dan bersih lingkungan agar dapat menjalankan fungsi representasi rakyat secara substantif, mewujudkan aspirasi rakyat pemilih dari anggota DPR RI, DPRD dan DPD RI hasil pemilu, masih sulit diwujudkan. Karena itu, rasanya perlu penelitian khusus (litsus) dalam proses penetapan caleg tetap yang akan berkompetisi untuk merebut kursi di parlemen, baik di pusat (DPR RI) maupun di daerah (DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota).
Litsus yang populer pada zaman Orde Baru bagi PNS, pejabat publik dan anggota parlemen tampaknya relevan diterapkan kembali saat ini. Jika pada zaman Orde Baru hanya fokus pada isu PKI, maka saat ini menyangkut hal lebih luas, yaitu paham radikal, intoleran dan ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup (way of life) bangsa Indonesia.
Gagasan untuk menerapkan litsus terhadap caleg dan calon pejabat publik lainnya saat ini sebenarnya tidak berlebihan. Masih segar ingatan kita pernyataan Rizieq Shihab dalam sebuah rekaman video yang beredar beberapa waktu lalu yang menegaskan, “Insyaallah pada 2024 Negara Syariah berdiri, jikalu pihaknya berhasil menguasai parlemen pada pemilu 2024”.
Bagi Rizieq Shihab dkk., mengubah ideologi negara Pancasila menjadi negara Syariah, tidak harus memiliki Partai Politik guna menguasai Parlemen, cukup dengan menyebar kader-kadernya yang militan menjadi caleg di setiap Partai Politik peserta pemilu atau calon pejabat publik pada instansi tertentu, maka urusan mengubah ideologi negara bukan sesuatu yang sulit diwujudkan.
Ide Dirikan Negara Syariah
Harapan Rizieq Shihab menguasai Parlemen tentu sah-sah saja, meskipun membahayakan prinsip NKRI dan nilai kebangsaan yang terkandung di dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, bahkan secara nyata jelas bertentangan dengan cita-cita pendiri bangsa sebagaimana termaktub pada alinea IV Pembukaan UUD 1945.
Dengan demikian, maka pada pemilu 2024, semua warga negara yang punya hak pilih dengan basis ideologi nasionalis sangat diharapkan tidak memilih caleg tertentu yang dalam pola pikir dan pola geraknya terindikasi terpapar intoleransi dan radikalisme, sekalipun ia berasal dari Partai Politik berasaskan Pancasila dan Nasionalis.
Kelompok fundamentalis yang bercita-cita ingin menghadirkan berdirinya Negara Syariah, bahkan Negara Khilafah bisa saja berhasil menyusup masuk ke setiap Partai Politik peserta pemilu sebagai caleg dengan tujuan menguasai perlemen pada 2024, guna mengubah Dasar Negara Pancasila menjadi Negara Syariah, apabila tidak dilakukan litsus.
Jika mimpi kelompok Rizieq Shihab terwujud dengan menguasai Parlemen untuk mengubah ideologi negara Pancasila menjadi negara Syariah, maka eksistensi NKRI dan Ideologi negara Pancasila terancam bubar tak terhindarkan. Karena itu Partai Politik harus perketat proses seleksi caleg agar tidak terinfiltrasi oleh kelompok radikal dan intoleran dalam pencalegan menuju Parlemen.
Parpol Jadi Pintu Masuk
Satu-satunya satu pintu masuk menuju cita-cita mendirikan Negara Syariah adalah dengan mengubah UUD 1945 dan untuk mengubah UUD 1945 diperlukan dukungan 50% + 1 dari jumlah angota MPR sesuai pasal 37 UUD 1945, dan itu hanyalah bisa dicapai melalui pintu Partai Politik pada setiap pemilu.
Oleh karena itu Partai Politik harus memfilter diri secara ketat dalam proses rekrutmen caleg, hindari politik uang dan lalukan uji publik tentang rekam jejak caleg di samping perlunya keterlibatan semua elemen masyarakat untuk mencerahkan para pemilih agar kelak tidak salah memilih wakilnya di TPS.
Edukasi politik yang terencana dan masif kepada warga masyarakat harus dilakukan secara terus menerus, terutama tentang bahaya radikalisme, agar masyarakat “tidak memilih caleg yang berafiliasi dengan kelompok radikal dan intoleran yang berhasil menyusup masuk Partai Politik untuk mendirikan “Negara Syariah”.
Mereka bisa saja tampil sebagai bacaleg atau dalam jabatan eksekutif lainnya, berperilaku sebagai dermawan, membiayai kegiatan kemasyarakatan tanpa kejelasan sumber dananya, dikemas sebagai berjiwa nasionalisme yang tinggi, membagi-bagi uang atas nama bantuan sosial seolah-olah dana pribadi dengan menipu diri dan masyarakat.
Ada juga caleg yang memoles diri dengan Dana APBN, seperti Dana Desa untuk pembangunan desa sebagai buah dari kerja kerasnya, padahal itu adalah Uang Negara yang sudah ditetapkan dalam UU APBN, namun dibuat seolah-olah dana itu bersumber dari oknum caleg tertentu yang terhubung dengan Kementerian Desa.
Bermetamorfosa
Komitmen Rizieq Shihab dkk bukanlah sesungguhnya bukan basa basi, tetapi ini sebuah gerakan serius yang dilakukan lewat Pemilu setiap 5 (lima) tahun, yang hasilnya adalah sebagian dari mereka sudah duduk di DPR, bermatamorfosa secara pelan tapi pasti dan langsung tidak langsung menjadi ancaman serius bagi NKRI dan Ideologi Negara Pancasila.
Konon, kelompok fundamentalis, yang dalam berbagai forum menyatakan keinginannya mengubah ideologi NKRI menjadi Negara Khilafah, bisa saja berkolaborasi dalam banyak cara dan pola, mereka bahkan bisa berubah wujud seolah -olah lebih nasionalis dan Pancasilais dari kader nasionalis di semua Partai Politik, sekedar numpang lewat untuk mencapai tujuan.
Karena itu pada Pemilu 2024, kita harus waspadai kelompok fundamentalis yang berhasil menyusup masuk ke setiap Partai Politik, dengan ciri seolah-olah berjiwa nasionalis dan religius, menutup-nutupi watak intoleran dan radikal, dengan tujuan jangka panjang mengubah Dasar Negara Pancasila menjadi Negara Khilafah atau setidak-tidaknya Negara Syariah.
======
Koordinator TPDI & Pergerakan Advokat Perekat Nusantara.