Perlu Upaya Komprehensif Atasi Human Trafficking

0
358
Foto: Para peserta rakor Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak

NTTsatu.com – KUPANG – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), Yohana Susana Yembise meminta perhatian semua pihak terutama Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTT untuk melakukan upaya  serius dan komprehensif dalam mengatasi Human Traficking khususnya Tenaga Kerja Wanita (TKW) Ilegal. Pasalnya, secara nasional NTT dikategorikan sebagai daerah dengan kasus trafficking tertinggi.

Pernyataan ini disampaikan Yohana Susana Yembise saat menyampaikan sambutan dan membuka secara resmi Rapat Koordinasi (Rakor) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tingkat Provinsi NTT Tahun 2017 di Hotel Pelangi Kupang, Kamis (4/5).

Sebagai Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dirinya sempat mengujungi beberapa negara Asia yang menjadi tujuan para Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

“Di Malaysia, saya menemukan beberapa perempuan asal NTT yang mengaku dianiaya, ditipu serta dipekerjakan sebagai Pekerja Seks Komersial oleh para perusahaan tenaga kerja yang membawanya secara illegal. Hal ini harus segera diatasi. Saya bersedia untuk melakukan dialog dengan ibu-ibu di desa-desa, supaya dapat memberikan pencerahan terkait permasalahan TKW Ilegal ini,” jelas perempuan berdarah Papua tersebut.

Lebih lanjut, Menteri Johana menjelaskan persoalan TKI illegal telah membawa dampak yang buruk bagi kehidupan keluarga, seperti perceraian dan penelantaran terhadap pendidikan anak.

“Untuk mengatasi persoalan trafficking ini, Kementerian PPA sedang memikirkan untuk mendirikan Human Technical College seperti di Filipina. Sekolah ini berbentuk seperti Poltekes Kementerian Kesehatan tetapi jenjangnya hanya Diploma satu.

College ini dikhususkan bagi anak-anak perempuan lulusan SMA yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mereka dapat mengambil beberapa program keahlian seperti hospitality, nursing atau baby sitter.

“Kita akan bekerja sama dengan Australia sebagai tempat magang. Australia juga akan  memberikan sertifikat internasional sehingga mereka bisa menjadi TKW yang profesional,” jelasnya.

Menteri juga memuji upaya yang dilakukan Pemerintah Sumba Barat Daya dalam mengurangi arus TKW ke luar negeri dengan memberikan pelatihan menenun kepada ibu-ibu dan para wanita di daerah tersebut.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Yohana juga sempat menceritakan pengalamannya berkunjung ke beberapa negara Timur Tengah.

“Negara-negara islam di kawasan timur tengah mulai menyadari arti pentingnya keluarga dan lembaga perkawinan. Kelalain dalam pendidikan keluarga dapat mengakibatkan anak-anak terjerumus dalam lembah konflik dan peperangan. Persoalan lainnya yang mendapat perhatian pemerintah di negara tersebut adalah soal tingginya perceraian dan persoalan poligami. Saya mengajak kita semua untuk mewaspadai modus-modus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin bertumbuh pesat, seiring laju perkembangan teknologi,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur NTT, Drs. Benny Alexander Litelnoni, SH,M.Si dalam sambutannya mengungkapkan, ada banyak cara yang dipakai oleh para perekrut tenaga kerja illegal.

“Rekrutmen tenaga kerja dilakukan dengan sangat rapi melalui pendekatan kekeluargaaan, dilanjutkan dengan  pengiriman TKI satu per satu, sehingga tidak mudah dilacak oleh Satgas Perdagagan orang. Karenanya​, butuh kerja sama dan koordinasi yang intensif antara tingkatan pemerintahan sampai pada tataran pemerintahan paling rendah yakni RT/RW. Banyaknya Bandara dan Pelabuhan di NTT menjadi pintu keluar strategis bagi para TKI/TKW illegal,” jelas Wagub Litelnoni.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Bernadeth Maria Usboko dalam laporannya mengungkapkan berbagai masalah yang mesti mendapat perhatian dari semua komponen masyarakat terutama di tahun 2016.

“Permasalahan rendahnya keterlibatan perempuan di bidang politik, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang masih tinggi sekitar 1.191 kasus, TKW ilegal yang mencapai 1.667 orang serta masih tingginya angka pekerja anak. Rakor ini harus menjadi media integrasi program/kegiatan pemberdayaan perempuan dan anak antara tingkatan pemerintahan dari pusat sampai kabupaten/kota,” jelas Maria Usboko.

Pada kesempatan tersebut juga dilakukan Penandatangan Komitmen Bersama terkait Efektivitas dan Efisiensi Pengarustamaan Gender dan Perlindungan Anak, antara Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTT. (humas setda ntt)

Komentar ANDA?