Petani Sayur NTT Keluhkan Kekurangan Pupuk

0
425
Foto 1 : Marthen Dario salah satu petani sayur sedang menyemprot obat pembasmi hama

NTTsatu.com – KUPANG – Para petani sayur mengeluhkan kekurangan pupuk. Selain itu, tingginya intensitas hujan beberapa pekan terakhir, membuat para petani sayur di Nusa Tenggara Timur mengaku akan mengalami gagal panen. 

Salah satu petani sayur, Marthen Dario Bobo (56), mengaku meski sudah bergabung dengan kelompok tani “Cakar Bumi” namun masih saja sulit mendapat stok pupuk dari pihak distributor.

“Kadang pupuk habis di distributor hingga 1 bulan,” ujar Marthen kepada wartawan, Senin (22/1/2018).

Tersendatnya distribusi pupuk, kata Marthen, menyebabkan dia sering mengalami gagal panen. Bahkan, saat krisis pupuk, harga pupuk eceran di pasaran pun meningkat.

“Gagal panen, menyebabkan keuntungannya berkurang. Harga biasa di distributor Rp100 ribu per 10 kg. Nah, 10 kg tidak cukup buat sawah saya,” katanya.

Untuk menyuburkan sawahnya, Marthen lebih banyak menggunakan pupuk urea. Sementara untuk mengatasi hama, dia menggunakan obat pembasmi hama jenis Ganda Sil Kurator.

“Obat pembasmi hama juga mahal, perbotol Rp 350 ribu,” paparnya.

Moses Rihi, petani sayur lainnya mengaku gagal panen sejak bulan Desember 2017. Akibatnya, dia mengalami kerugian sebesar Rp 7 hingga 8 juta.

“Karena faktor hujan. Beli bibit 3 kilo semuanya gagal,” katanya.

Dia juga mengaku belum tergabung dalam kelompok tani sehingga menyulitkan dia mendapatkan pupuk. Untuk mendapatkan pupuk, dia membelinya di para pengecer dengan harga berkisar Rp 200 hingga 300 ribu.

“Agak rumit proses kepengurusan untuk membentuk kelompok tani,” katanya.

Untuk pupuk, dia memilih menggunakan pupuk jenis urea dan pupuk alam dari kotoran ternak yang dibelinya dari para peternak.

“Kalau hanya pakai pupuk urea saja tidak bisa harus campur dengan pupuk alam agar tanahnya tetap subur,” ujarnya.

Jenis sayur yang ditekuninya Moses memilih sayur sawi dan sayur bayam. Karena tidak masuk ke kelompok tani, selain kesulitan mendapat pupuk, dia juga kesulitan mendapatkan obat pembasmi hama.

“Biasanya untuk jenis sayuran ini, sekitar tiga minggu baru dipanen. Tetapi jika ada serangan hama bisa sampai 2 bulan baru dipanen. Dan jelas sangat rugi,” imbuhnya.

Dia menambahkan, untuk hasil ideal jika tak ada serangan hama, dirinya bisa mendapat untung berkisar Rp 5 hingga Rp 7 juta.

“Kalau semuanya tidak gagal, satu pematang bisa raup untung Rp 300 ratus hingga 400 ribu. Tetapi kalau musim hujan kebanyakan gagal,” pungkasnya.

Kepala Dinas Pertanian NTT, Yohanes Tay Ruba mengatakan, saat ini petani NTT sangat membutuhkan pupuk, karena mamasuki musim tanam.

Dia mengaku, untuk musim tanam November hingga Desember 2017, Dinas Pertanian menambahkan lagi pasokan pupuk bersubsidi sebanyak 10.000 ton.

“Kita harap petani kita tidak mengalami kekurangan pupuk saat musim tanam ini,” ujar Tay Ruba di Kupang, Senin (22/1/2018).

Dia memastikan hingga saat ini kebutuhan pupuk bersubsidi untuk petani-petani di NTT tetap aman hingga Februari 2018.

Saat ini, kata Tay Ruba, sejumlah pupuk bersubsidi yang sudah dipasok, disimpan pada tujuh gudang penyimpanan yang berada di pulau di NTT yakni Pulau Timor, Sumba dan Flores.

Pupuk yang disiapkan itu yakni ures, SP-36 atau Super Phospate ZA atay Zwavelzure Amonium, NPK Phonska atau Nitrogen Phospate Kalium serta pupuk organik.

Dia menghimbau agar para petani yang belum membantuk kelompok tani segera membentuknya agar tidak mengalami kesulitan mendapatkan pupuk. (*/bp)

Komentar ANDA?