NTTsatu.com – KUPANG – Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural atau ilegal asal Provinsi NTT yang mengalami kematian di Malaysia mayoritas berangkat sendiri atau mengikuti orang lain. Mereka tergolong dalam PMI ilegal.
“Mayoritas PMI asal NTT yang meninggal dunia di Malaysia yang nekat berangkat sendiri atau diajak oleh teman dan/atau jaringan non prosedural ke Malaysia,” kata Direktur Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Permaian (PADMA) Indonesia, Gabriel Goa yang dihubungi Minggu (17/3/2019) malam.
Gabriel mengatakan itu menyusul kematian PMI asal Desa Uwa, Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka, Bertolomenus Ngaji, Minggu (17/3/2019) di Sibu, Serawak Malaysia.
“Ini jenazah yang ke-29 selama periode Januari sampai Maret 2019,” kata Geby sapaan akrab Gabriel.
Fakta selama ini, demikian Geby, PMI non prosedural asal NTT di Malaysia maupun negara lain mengalami kesulitan besar mengakses hak pelayanan kesehatan, pelayanan jaminan sosial ketenagakerjaan, jaminan hukum, jaminan mendapatkan upah yang layak sesuai standar ILO,jaminan pendidikan bagi anak-anaknya dan hak-hak lainnya yang diatur dalam Konvensi ILO.
Ia menawarkan solusi, agar calon PMI asal NTT mengikuti jalur resmi yang sudah diatur dalam UU Perlindungan Pekerja MigranIndonesia dan Pergub NTT. Sebelum berangkat mereka wajib mengikuti pelatihan lewat Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKN) dan mengurus resmi dokumen,jaminan kerja melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) dan berangkat melalui embarkasi NTT.
Geby mendesak Pemprop NTT dan kabupaten/kota se-NTT mengoptimalkan pemanfaatan LTSA yang sudah dibangun. LTSA Tambolaka untuk layani calon PMI asal Sumba. LTSA di Kupang untuk layani calon PMI asal Timor, Sabu Raijua, Rote Ndao dan Semau, sedangkan LTSA di Maumere melayani calon PMI asal Flores, Palue, Solor, Adonara, Lembata dan Alor.
“Kita minta Pemprov dan Pemkab/Pemkot di NTT segera mengajak kerjasama dengan swasta profesional membangun BLK standar internasional berdekatan dengan LTSA,” ujar Geby seperti dirilis poskupang,com.
Ia juga mendorong Pemprov dan Pemkab mengoptimalkan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Human Trafficking mulai di provinsi, kabupaten/kota sampai ke desa-desa di NTT.
Selain juga menjalin kerjasama dengan lembaga agama dan LSM yang bergerak dalam pelayanan PMI, mendata PMI non prosedural asal NTT di luar negeri, menyiapkan calon PMI yang mau bekerja di luar negeri dengan ketrampilan, bahasa asing sesuai negara yang dituju. Pengenalan kultur dan hukum di negara yang dituju serta menyiapkan mereka menjadi duta pariwisata NTT. (*/bp)