
NTTsatu.com – MAUMERE – Ketua Tim Pemantau Proyek Publik APBN (LEPPROP) Wilayah Regional V Bali Nusa Tenggara Timur Cakra Nasution menyitir pembangunan Gedung Kantor Syahbandar Maumere dikerjakan asal jadi. Namun hal ini dibantah keras Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bernardus Triyanto.
“Yang pasti selama di Kabupaten Sikka beberapa pekan, kami sudah merekam jelas serta memonitoring pelaksanaan pembangunan Gedung Kantor Syahbandar Maumere. Dan kami menilai pembangunan dikerjakan asal jadi. Bahkan saat ini mereka terkesan memaksakan diri untuk menempati kantor tersebut padahal belum dilengkapi fasilitas listrik,” ungkap Cakra Nasuiton, Minggu (17/12) di Maumere.
Cakra Nasuiton menyebut beberapa item yang diduga kuat bermasalah seperti belum ada penerangan listrik, plafon yang terlihat ambrol, dan ada bagian yang hanya menggunakan sekat ruangan berlapiskan tripleks dengan ukuran tinggi ruangan kurang lebih 2,25 centimeter.
Dia menambahkan jika dilihat secara kasat mata dari luar, gedung itu tampak megah. Tetapi jika dicermati di dalam gedung dari tiap-tiap ruangan, maka bisa diketahui secara jelas kualitas pekerjaan yang diragukan. Apalagi bangunan tersebut berdiri di atas kondisi tanah yang labil. Jika ada guncangan gempa, dikuatirkan bisa rubuh.
Bernardus Triyanto yang ditemui di Kantor Syahbandar Maumere, Rabu (20/12), menjelaskan dia tidak mengetahui jika ada Tim Pemantau yang melakukan pemeriksaan terhadap pembangunan proyek ini. Saat Tim Pemantau melakukan pemeriksaan dia mengaku sedang tugas ke luar daerah. Karena itu dia menyayangkan informasi sepihak yang dipublikasikan Tim Pemantau.
“Mestinya mereka menemui saya selaku PPK. Sehingga mereka bisa mendapatkan penjelasan dan keterangan yang lebih proporsional. Bahwa nanti apapun kesimpulan mereka, yah terserah, yang penting bisa mendapat informasi dari PPK,” ujar dia.
Proyek ini, jelas Bernardus Triyanto, sementara ini sedang dalam masa pemeliharaan selama 6 bulan sampai dengan Mei 2018. Karena itu pekerjaan yang masih kurang akan diselesaikan selama masa pemeliharaan. Andaikan Tim Pemantau bertemu dengan PPK, lanjutnya, maka akan diperoleh informasi yang sesungguhnya.
Tentang plafon yang disebut ambol, Bernardus Triyanto mejelaskan bahwa 2 hari setelah penyerahan tahap pertama atau PHO (provisional hand over), Kota Maumere dilanda hujan besar. Pada salah satu bagian plafon terdapat tirisan hujan. Dia lalu mengambil sikap segera bongkar bagian itu, kemudian dikerjakan ulang. Dia mencurigai Tim Pemantau hanya mengetahui plafon itu terbingkar, tapi tidak memahami kenapa sampai terbongkar.
“Itu saya yang suruh bongkar. Lalu kerjakan ulang. Kita biarkan dulu 2-3 hari baru dipasang. Mungkin waktu mereka datang terlihat seperti terbongkar, lalu mereka ambil kesimpulan seperti itu. Tapi kalau amborol, itu artinya runtuh ke bawah. Padahal tidak. Itu hanya akibat tirisan hujan. Dan sekarang sudah berfungsi bagus,” jelas dia.
Pantauan media ini, bangunan tiga lantai itu dalam kondisi yang normal. Plafon yang disebut ambrol, ternyata sudah dibetulkan kembali dan tampak tidak ada bekas ambrol. Gedung kantor ini sudah diterangi listrik.
Bernardus Triyanto beralasan penerangan listrik memang agak terlambat karena menjadi domain kerja PLN Maumere. Di dalam gedung ini dipasang 7 buah CCTV.
Sekat ruangan yang menggunakan tripleks setinggi 2,25 centimeter terdapat pada beberapa ruangan, terutama jelas kelihatan pada bagian loket.
Bernardus Triyanto mengatakan sekat dengan menggunakan tripleks disesuaikan dengan gambar design proyek ini. Sehingga, buat dia, pekerjaan itu tidak bermasalah secara teknis.
Pembangunan Gedung Kantor Syahbandar Maumere ini senilai Rp 9.022.000.000. Proyek ini dikerjakan oleh PT Adysti Indah dengan masa kerja dari 21 Mei 2017 hingga 22 Oktober 2017.
Kontraktor pelaksana mengajukan penambahan waktu kerja selama 30 hari sampai dengan 22 November 2017, dan berkewajiban membayar denda keterlambatan Rp 277.800.000. (vic)