Koordinator TPDI dan Advokat Peradi
MENTERI Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan kewenangannya telah dijadikan ajang spekulasi dan tempat berjudi bagi pihak-pihak yang ingin bersepkulasi dan berjudi guna mendapat- kan SK. Pengesahan dan Pengangkatan seorang Bupati atau Wakil Bupati hasil Pilkada yang cacat hukum.
Kewenangan Mendagri Tito Karnavian, dijadikan ajang spekulasi dan perjudian oleh “Makelar SK” guna mendapatkan kekuasaan secara melawan hukum, Etika, dan Moral, nyaris berhasil mulus, karena Pelantikan yang semula akan dilakukan pada 28/1/2022, mendadak dimajukan pada 27 Januari 2022, Pukul 19.00 Wita, diduga karena Surat Penarikan SK Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende sudah masuk ke Pemprov NTT.
Meskipun Gubernur NTT telah melantik Wakil Bupati Ende, tanggal 27 Januari 2022, namun pelantikan itu dipastikan tidak memiliki pijakan pada SK. Pengesahan Pelantikan Wakil Bupati Ende, karena Mendagri melalui Dirjen OTDA, tanggal 27/1/2022, lebih awal menarik dua SK Mendagri yaitu SK No.132.53/879/OTDA tgl. 25/1/ 2022 dan SK No. 132.53-67, Tahun 2022, tanggal 19/1/2022 sebagai dasar pelantikan Wakil Bupati Ende.
Di tengah problematik yuridis yang serius terkait ketidaklengkapan Calon Wakil Bupati Ende yang sejak awal sudah disoal, segala skenario pelantikan terus diekspose ke publik, meski kemudian berantakan dengan masuknya informasi Surat Dirjen OTDA, tanggal 27 Januari 2022, pagi hari bahwa Mendagri menarik kembali SK Pengesahan Pelantikan Wakil Bupati Ende.
Pagi Dibatalkan, Malam Dilantik
Gubernur NTT melakukan akrobatik politik yang tidak terukur dan keluar dari pake hukum, hanya berpacu dengan waktu. Dan atas alasan Gubernur ada agenda penting lain di tanggal 28 Januari 2022, lalu jadwal pelantikan mendadak dimajukan sehari lebih cepat yaitu tanggal 27 Januari 2022 agar nampak lebih logis dalam berpacu dengan waktu dalam hitungan jam, siapa yang lebih gesit, apakah melantik Wakil Bupati Ende atau penarikan SK. Mendagri.
Padahal secara hukum, masalahnya tidak terletak pada pelantikan yang dipercepat, tetapi pada wewenang Mendagri sesuai prinsip “Contrarius Actus” mencabut SK-nya baik sebelum atau sesudah pelantikan, dan dalam hal ini Mendagri memilih menarik kembali SK-nya kemudian baru menentukan sikap, mencabut SK Nomor: 132.53-67 Tahun 2022, tanggal 19 Januari 2022, sambil menunggu perbaikan.
Harga paling tinggi yang harus dibayar tentu bukan pada seremonial Pelantikan Wakil Bupati Ende, melainkan pada Surat Penarikan SK Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende, karena menyangkut alasan penting dan substantif yuridis, yaitu kekuranglengkapan dokumen pengusulan Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Ende yang tidak lengkap yang sejak awal sudah disoal tetapi diabaikan.
Penyalahgunaan Wewenang
Surat Dirjen OTDA Surat Dirjen OTDA Nomor: 132.53/956/OTDA, tanggal 27 Januari 2022, Hal Penarikan Keputusan Mendagri pada tanggal 27 Januari 2022, telah mengungkap bagaimana model Tata Kelola Pemerintahan ala Premanisme sudah masuk ke dalam struktur kekuasaan secara vertikal dan horizontal mulai dari Kemendagri hingga Pemda Kab. Ende dan DPRD Ende.
Manajemen Tata Kelola Pemerintahan dengan mengedepankan arogansi kekuasaan dan perilaku congkak serta mengabaikan substansi hukum (norma, standar dan prosedur) sebagai manifestasi dari nilai-nilai Pancasila yang digali oleh Bung Karno di Kota Ende, merupakan bentuk lain dari kepemimpinan berbasis premanisme dengan mengingkari nilai Pancasila.
Karena itulah, maka menyangkut anomali dalam tertib hukum dan dalam Tata Kelola Pemerintahan tidak boleh terjadi di Ende, karena di Ende-lah Bung Karno menggali dan merumuskan nilai-nilai yang dikenal sebagai Pancasila dan dimanifestasikan pada sikap taat kepadda Etika, Moral dan Hukum sebagai pandangan dan pedoman hidup.
Karena itu Gubernur NTT mestinya menahan diri dan tidak melantik, namun pelantikan tetap dipaksakan sebagai wujud arogansi dan berimplikasi melahirkan tindakan insubordinasi terhadap atasan yaitu Mendagri bahkan Presiden. (*)
==========
Penulis tinggal di Jakarta