Radikalisme dan Terorisme Harus Jadi Musuh Bersama

0
314
Foto: Wagub NTT, Beny Litelnony ketika memberikan sambutan pada kegiatan Seminar Hasil Penelitian Pemetaan Potensi Radikal Terorisme di Wilayah NTT

KUPANG. NTTsatu.com – Paham radikalisme,  terorisme dan ISIS terus menyita energi dan perhatian semua pihak. Ketiga paham ini harus menjadi musuh bersama, karena  ini menjadi ancaman Keamanan Nasional, termasuk Keamanan di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hal ini ditegaska Wakil Gubernur NTT, Benny A. Litelnoni saat menyampaikan sambutannya pada Seminar Hasil Penelitian Pemetaan Potensi Radikal Terorisme di Wilayah NTT, Rabu (23/11).  Acara yang bertempat di Hotel T-More Kupang itu, diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) bekerjasama dengan Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi NTT.

“Walau NTT masuk dalam kategori daerah aman di Indonesia, saya berharap agar hasil penelitian yang dilakukan, dapat digunakan sebagai pijakan untuk peningkatakan kewaspadaan dan perumusan kebijakan pencegahan di daerah ini. Aksi Terorisme di Indonesia masih menjadi potensi ancaman bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, terjadinya kesenjangan sosial ekonomi di tengah-tengah kehidupan masyarakat dengan semakin tingginya angka kemiskinan; lemahnya pemahaman keagamaan, menurunnya wawasan kebangsaan dan bela negara; rendahnya pendidikan dan  sumberdaya manusia serta menurunnya kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum,” katanya.

Secara khusus, Beny menyentil pentingnya peran pemuda dalam pencegahan kegiatan terorisme. Menurutnya, generasi muda harus diberikan pemahaman yang baik dan benar tentang nilai-nilai agama dan moral, agar tidak mudah terkontaminasi dengan paham-paham yang mengancam keselamatan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa ancaman keamanan semakin intens dan nyata, karenanya masyarakat harus mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dini.

Dalam forum itu dihelat dua sesi diskusi. Pada sesi pertama, Simon Petrus Nili dari Timex  bertindak selaku moderator dengan dua nara sumber yaitu Kasudit Kewaspadaan BNPT Dr. Hj. Andi Intang Dulung,M.Hi dan Prof.Dr. Indria Samego, MA  selaku Reviewer Penelitian BNPT. Untuk sesi kedua yang dipandu oleh Prof. Mien Ratu Udju, hadir dua orang pemakalah yaitu Kepala Kajian dan Penelitian FKPT, Drs. Blasisus Radja, M.Psi dan Yohanes Vianey.

Indria Samego selaku Reviewer Penelitian BNPT dalam paparan pendahuluannya, menggambarkan terorisme sebagai public enemy (musuh bersama). Pengamat politik itu menyinggung konsep benturan peradaban, telah membawa perubahan pola, sistem nilai baru yang mewarnai dialektika peradaban bangsa-bangsa di dunia. Dalam era unborderless word (negara tanpa batas), sistem pemerintahan demokrasi bisa saja dibenturkan dengan Peradaban Islam, Confucius dan paham-paham lainnya.

Sementara itu, dalam kesempatannya berbicara, Andi Intang Dulung meyebutkan bahwa, BNPT melakukan kegiatan sejenis, bersama enam FKPT Provinsi yaitu : Bengkulu, Jambi, Sulawesi Barat, Gorontalo, Kalimantan Utara dan Nusa Tenggara Timur.

Sejalan dengan itu, Blasisus Radja menambahkan lima hal yang perlu dilakukan yaitu pertama, penegasan kembali dan reaktualisasi  Pancasila sebagai Ideologi Negara, UUD’45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, kedua, Fasilitasi lembaga- lembaga keagamaan, untuk menangkal timbulnya paham radikalisme, ketiga memperkuat wawasan kebangsaan dalam kurikulum pendidikan di kalangan generasi muda, keempat perhatian khusus wilayah pesisir potensial bagi pintu keluar masuk  dan tempat persembunyian teroris. (humas setda ntt)

Komentar ANDA?