Reklamasi Pantai Balauring: Bupati Lembata Pertimbangkan Lapor Balik Para Penggugat

0
462

NTTsatu.com – LEWOLEBA – Kuasa hukum Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur, Blasius Lejab, SH menyambut gembira putusan Pengadilan Negeri Lembata atas perkara gugatan perbuatan melawan hukum masyarakat adat Dolulolong terhadap kliennya. Dia mengklaim PN Lembata menolak gugatan para penggugat. Dan, dirinya sedang mengumpulkan dokumen-dokumen untuk melancarkan serangan balik.

Dalam jumpa pers bersama Eliaser Yentji Sunur, Bupati Lembata, di Kuma Resort, Jumat (10/8/2018) malam, Blasius Lejab menandaskan, pihaknya sudah melaporkan penggugat ke Polda NTT.

“Ya, kita sudah laporkan ke Polda NTT, dan kemarin dari pihak penggugat sudah dipanggil untuk dimintai keterangannya. Kita tunggu saja proses hukum yang sedang dilakukan oleh Polda,” jelas Lejab.

Selaku kuasa hukum Eliaser Yentji Sunur, dia menghimbau agar tim kuasa hukum para penggugat untuk menghormati keputusan hukum PN Lembata. Dia meminta para penggugat agar segera mencabut plang penghentian proyek reklamasi pantai Balauring, agar proyek tersebut dapat dilanjutkan sebagaimana mestinya.

Tak cuma itu. Blasius Lejab juga menghimbau masyarakat Dolulolong agar jangan mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang dapat menghambat pembangunan di wilayah setempat. Masyarakat diharapkan bisa melihat dengan mata hati. Karena pembangunan bukan untuk menyengsarakan masyarakat, tetapi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak.

Senada dengan Blasius Lejab, Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur juga menjelaskan bahwa perkara nomor : 8/Pdt.G/2018/PN LBT telah diputuskan Majelis Hakim dengan amar putusan Niet Ontvankelijkeverlaard (NO) atau gugatan tidak dapat diterima, baik terhadap gugatan konvensi maupun rekonvensi para penggugat.

“Selaku Bupati lembata saya sampaikan, perkara perdata di PN Lewoleba dengan nomor 8/Pdt.G/2018/PN LBT sudah diputuskan oleh majelis hakim pada tanggal 6 Agustus 2018 dengan amaran menolak,” tegasnya dalam jumpa pers tersebut.

Ketika majelis hakim membacakan amar putus menolak, jelas dia, berarti penggugat itu kalah. Sehingga hasil akhir keputusan itu, kata dia, penggugat dihukum dengan membayar uang perkara sebesar Rp 2.897.000.

Pemerintah daerah juga menyadari bahwa keputusan perkara hak Quo itu menjadi perhatian dan polemik di masyarakat. Karena itu, pemerintah ingin menjelaskan pada masyarakat sehingga masyarakat menjadi paham.

Pertama, putusan NO (Niet Ontvankelijkeverlaard)mengandung arti majelis hakim memandang sebuah gugatan cacat secara formil.

Kedua, dalil-dalil mengenai hak ulayat merupakan pokok perkara yang tidak menjadi putusan mejelis hakim.

Ketiga, reklamasi pantau Balauring adalah program pemerintah dengan memperhatikan aspirasi masyarakat

“Ini bukan keinginan bupati tetapi sudah melalui Musrenbang kecamatan dan sudah diusulkan kepada pemerintah daerah,”tandas bupati n.

Keempat, Pemerintah Daerah sedang mempelajari perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu baik dalam persidangan maupun di luar persidangan, yang mana perbuatan tersebut menyesatkan informasi, mengganggu pemerintahan serta meresahkan/memprovokasi masyarakat.

“Karena ada dugaan, ada yang memberikan keterangan palsu, tidak benar, kita sementara pelajari kalau ada unsurnya akan kita laporkan ke pihak berwajib untuk diproses agar apa yang mereka sampaikan agar jangan menyesatkan masyarakat,” ungkap Sunur.

Dalam jumpa pers ini juga selaku Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur menyampaikan bahwa proyek reklamasi pantai Balauring dikerjakan tentu dengan persetujuan Lembaga DPRD Lembata. “Pasti melalui persetujuan baru pemerintah punya keberanian untuk mengerjakan proyek tersebut karena juga perlu kehati-hatian,” jelas dia.

Dengan demikian, Pemda Lembata Lembata merencakan akan melanjutkan kembali proyek reklamasi pantai Balauring dan Jalur Lohu dalam waktu dekat. “Ini program nasional, dan strategis. Sementara yang ada karena kewenangan di pesisir merupakan kewenangan propinsi sehingga kita akan lakukan penyesuaian Perda. Balauring itu, pintu masuk pariwisata di wilayah Kedang. Masyarakat sendiri sudah mereklamasi sehingga pemerintah melihat sebuah peluang yang baik, maka pemerintah segera tanggap dengan keadaan tersebut,” tandasnya.

Masih menurut Sunur, jika mega proyek ini tidak dilaksanakan Pemerintah Lembata akan mengembalikan dana proyek tersebut ke Kementrian Desa.

Untuk mengantisipasinya, Pemda Lembata akan mengalihkan proyek pengerjaan jalur strategis di Lohu ke Sawar Laleng – Waq Ikang hingga ke Meluwiting.

Terkait dengan lokasi pengalihan proyek dimaksud, Pemda Lembata telah mengantongi ijin dari pihak-pihak yang terkait, dan dalam waktu dekat akan dilakukan pengerjaan proyek jalur strategis tersebut.

Blasius Lejab beberapa kali meminta agar masyarakat bisa menjaga ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Dia dan kliennya, Yentji Sunur menghimbau agar pihak-pihak yang terkait dalam perkara a quo maupun masyarakat umum tidak melakukan tindakan-tindakan sepihak yang tidak sah, yang dapat menimbulkan polemik atau konflik dalam masyarakat.

Blasius Lejab senada dengan Yentji Sunur bahwa Majelis Hakim PN Lewoleba dalam putusannya menolak gugatan atas reklamasi pantai Balauring.

Terhadap pemberitaan terkait skor imbang perkara antara masyarakat adat Dolulolong dengan Eliaser Yentji Sunur, Blasius Lejab menyampaikan bahwa jika gugatan tidak diterima atau ditolak berarti tidak ada masalah. Ya, “Tidak ada perkara. Kemarin itu tidak ada kasus, karena terbukti di persidangan proyek itu merupakan proyek pemerintah, sehingga ditolak,” tegasnya.

Lejab juga menyampaikan dalam eksepsinya terkait legalitas penggugat selaku pemegang hak ulayat, karena hak ulayat itu perlu suatu penelitian, kajian, terkait data bukti yuridis dan pengakuan seperti dalam Permendagri Nomor : 52 Tahun 2014, dan juga dalam bentuk Perda.

Sementara, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Lembata, Paskalis Ola Tapobali yang juga hadir dalam jumpa pers ini juga menjelaskan mengenai terkait fakta persidangan tidak terdapat tanda tangannya pada DPA Dinas PU. “Saya tidak membubuhi tanda tangan atau paraf pada DPA, ini bukan sengaja tetapi mengenai wewenang. Berdasarkan peraturan, kepala dinas hanya bisa menandatangani RKA. Silakan bandingkan juga dengan DPA pada dinas lain,” ungkapnya.(aksiterkini/bp)

 

Foto: Bupati Lembata, Yentji Sunur didampingi sejumlah pejabat Pemkab Lembata saat menggelar  Jumpa pers di Kuma Resort, Jumat, 10 Agustus 2018 malam (foto: ist)

Komentar ANDA?