Romo Paschal Laporkan Empat Jaksa ke Kejagung Terkait Kasus TPPO

0
929

NTTsatu.com -Koordinator Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Kepri Keuskupan Pangkalpinang Pastor Chrisanctus Paschalis Saturnus yang akrap disapa Romo Paschal, melaporkan sejumlah jaksa. Laporan itu terkait kekecawaan atas tuntutan ringan terhadap Rusna alias  J. Rusna.

Romo Paschal melaporkan Kasipidum Kejari Batam Filpan Fajar Dermawan Laia, Kepala Kejaksaan Negeri Batam Dedie Tri Hariyadi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Samuel Pangaribuan dan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri Edi Bertonke ke Kejaksaan Agung RI.

“Benar, kami sudah melaporkan ke Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Dan kemudian ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” jelas pria yang akrab disapa Romo Paschal ketika dikonfirmasi, Jumat (1/2/2019).

Alasan Romo Paschal melaporkan, karena ia menilai penerapan hukum terhadap bos PT Tugas Mulia Rusna alias J Rusna dengan anggotanya Paulus Baun Alias Amros.

Dijelaskan Romo Paschal, pasal tuntutan 4 tahun yang diterapkan kepada Paulus Baun adalah Pasal 2 Jo Pasal 17 Undang- undang RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke -1 KUHPidana.

“Rusna justru dijerat pasal lain yakni Pasal 88 Jo Pasal 76 I Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan tuntuan ringan, 1 tahun 6 bulan.
Padahal kan kasus ini satu kesatuan. Aneh kan, anak buah malah seolah jadi bulan-bulanan hukum,” ucap Romo Paschal.

Romo mengatakan, alasan jaksa Batam yang mengemukakan bahwa Paulus tidak tercatat sebagai karyawan PT Tugas Mulia, disebut Romo hanya akal-akalan. Keluarga Mardian Sonlay, KKPPMP, dan seluruh jaringan migrant Batam, menduga ada dugaan permainan kejaksaan.

“Kami tidak mau, hukum ini ada ketimpangan. Hal ini kami juga akan menemui bapak Presiden dalam waktu dekat melalui jaringan KKPPMP di pusat,” katanya.

Romo Paschal berharap, dengan hadirnya UU TPPO sebagai senjata negara untuk memberantas perdagangan orang di Indonesia. Romo Paschal sangat miris menilai penegakan hukum terhadap Rusna. Padahal negara kata Romo, banyak menghabiskan APBN untuk mencegah terjadinya TPPO di seluruh daerah.

“Kenapa sudah justru ditemukan dalangnya lalu dituntut ringan. Memang benar, kita menghargai hak terdakwa. Tapi rasa keadilan dimana ketika anak buahnya lebih berat hukuman dibandingkan dengan pelaku utama,” katanya.

Kendati demikian, Romo Paschal meminta, agar Kejaksaan Agung RI bisa menanggapi serius surat laporan tersebut. Sebab, persoalan ini adalah persoalan kemanusiaan yang amat serius.

Selain itu, Romo Paschal siap menjadi salah satu garda memberantas mafia TKI dan TPPO lainnya yang melibatkan perempuan dan anak, termasuk korban lainnya.

Foto: Rusna terdakwa kasus penjualan orang sedang mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Batam.

 

Dedie: Kejati Ikut Tangani

Merasa terusik dengan pemberitaan tuntut ringan terdakwa TPPO Rusna alias J Rusna, Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam mendadak gelar konferensi pers, Jumat (1/2) sekitar pukul 10.00 WIB.

Kepala Kejaksaan Negeri Batam, Dedie Tri Hariyadi menjelaskan alasan jaksa menuntut ringan terdakwa TPPO Rusna, dibandingkan dengan Paulus Baun alias Amros anak buah Rusna yang dituntut sebelumnya 4 tahun penjara.

“Jadi ini era keterbukaan informasi. Biar masyarakat tahu. Bahwa perkara Rusna ini dari Polda Kepri, bersama dari Kejati yang menangani, bukan hanya kami. Soal tuntutan, berdasarkan keterangan saksi dan unsur lainnya tidak terpenuhi pasal tersebut,” kata Dedie Tri Hariyadi.

Dedie Tri Hariyadi menguraikan, dakwaan Rusna sebelum tuntutan ada tiga. Dakwaan pertama Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 17 Undang – Undang RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman paling singkat 3 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara.

Dakwaan kedua Pasal 6 Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman paling singkat 3 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara.

Dan dakwaan ketiga Pasal 88 Jo Pasal 76 I Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Dan dakwaan ketiga ini yang terbukti secara sah dan meyakinkan,” tambah Dedie Tri Hariyadi.

Dalam Pasal 76 I tambah Dedie Tri Hariyadi bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap anak.

Dilanjutkan, pada pasal 88 berbunyi, setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200 juta.

Dedie Tri Hariyadi mengatakan, jaksa punya alasan tidak menuntut Rusna dengan dakwaan pertama dan kedua. Karena secara struktur perusahaan,

Paulus Baun alias Amros yang sudah dihukum 4 tahun penjara tidak tercatat sebagai karyawan PT Tugas Mulia.

Meski begitu, Dedie Tri Hariyadi menghormati perkara ini sampai putus. Ia pun mengatakan, meski jaksa menuntut 1 tahun 6 bulan namun masih ada di hakim keputusan final soal hukuman Rusna.

“Kan nanti keputusannya pada hakim,” kata Dedie Tri Hariyadi.

Dengan tuntutan ringan yang diberikan ke Rusna, keluarga Mardiana Sonlay (16) melalui jaringan save migrant, kabarnya telah melaporkan Kejari Batam ke Kejaksaan Agung RI.(tribun batam/gan)
=====
Foto: Rusna terdakwa kasus penjualan orang sedang mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Batam.

Komentar ANDA?