RUTENG. NTTsatu.com – Upaya untuk menciptakan paru-paru Kota bukan pekerjaan mudah. Namun, Roy Vitalis berani melakukan yang sungguh sangat luar biasa. Dia rela merogo kantongnya hingga puluhan juta rupiah untuk masa depan anak cucu di daerahnya.
Dia mengolah lahan 2 Ha miliknya sebagai Hutan Kota Ruteng ibu kota Kabupaten Manggarai, sebagai salah satu wujud rasa cintanya terhadap lingkungan dan kelesetarian hutan sebagai salah paru-paru sumber napas kehidupan bagi masyarakat di daerah ini.
Roy Vitalis pria kelahiran kampung Lawir Kelurahan Lawir kecamatan Langke Rembong kabupaten Manggarai 1963 ini berprofesi sebagai petani tulen hanya mengandalkan penghasilan padi dari sawah miliknya demi memenuhi kebutuhan dari kelurganya .
Ditengah kesibukan sebagai petani ,demi lingkungan asri yang tidak jauh dari areal ratusan Ha sawah kilo lima dan Watu Alo, dia dengan berani dan tanpa berpikir banyak menjadikan lahan 2 Ha miliknya di Lingko Nanga Nasa wilayah kantung kelurahan Lawir kecamatan Langke Rembong sebagai hutan kota penuh manfaat bagi kalayak di Manggarai.
“Penanaman tahap pertama saya lakukan 6 tahun lalu dengan menanam 8000-an anakan pohon mahoni yang kalau dipikir-pikir tidak memiliki nilai ekonomis,” katanya.
Dia tidak tergiur dengan apa yang dilakukan petani lain yang memiliki lahan disekitar hutan kota miliknya. Mereka menggunakan lahan dengan penanaman pohon cengkeh.
“Memang jika dilihat kondisi tanah di Lingko Nanga Nasa lahannya sangat cocok untuk dijadikan perkebunan cengkeh tetapi demi kecintaan akan lingkungan sejuk dan rindang, saya tetap fokus tanam pohon.” kata Roy penuh semangat kepada NTTsatu.com.
Pada tahun 2015, di tanah warisan orang tua, Roy melakukan penanaman tahap kedua di tengah rindangya pohon mahoni yang ditanam 6 tahun lalu. Pada tahap ini dia menanam kurang lebih 3000-an anakan pohon salam.
Memang pohon jenis seperti ini selain daunya bisa dimanfaatkan untuk bumbu masakan, batang pohonya juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan mebel.
“Memang ini kerja gila tetapi saya juga berpikir untuk 20-an tahun yang akan datang,” kata Roy.
Selama 6 tahun pengelolaan hutan kota, dia sudah menghabiskan biaya kurang lebih sekitar Rp 80 juta. Dana itu digunakannya untuk membeli anakan hingga biaya perawatan anakan pohon agar bisa bertumbuh dengan subur.
“Setiap tahun saya harus mengeluarkan uang Rp 7,5 juta untuk perawatan hutan kota tersebut. Saya menyewah buruh selama 3 kali setahun untuk membersihkan dan merawat pohon yang ada di dalam lahan 2 Ha ini ,: ujar ayah 3 orang anak ini.
Kreativitas dan inovasi Roy menciptakan hutan kota sebagai salah satu paru-paru di Manggarai belum mendapat apresiasi dari pemerintah walaupun disisi lain wisatawan Manca negara yang melakukan wisata sepeda sekitar jalan raya kompleks persawahan Watu Alo dan Kilo Lima serta wisata tracking disekitar persawahan tersebut sempat juga berekreasi di Hutan Kota milik Roy bahkan warga lokal dari kota Ruteng menyempatkan diri menikmati indahnya hutan kota sambil melihat pemandangan sawah di kilo lima dan Watu Alo.
“Saya belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah baik itu berupa anakan pohon maupun jenis bantuan dengan melihat hutan kota sebagai salah satu masa depan petani sawah disekitar yang bisa mendatangkan sumber air untuk persawahan dimasa yang akan datang dan lingkungan asri tempat untuk merasakan sejuknya udara ditengah hutan,” pungkasnya. (Hironimus Dale)