NTTsatu.com – KUPANG – Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Ende, Santoso mengungkapkan fakta baru bahwa, hingga saat ini pihak TNI-AD atau Sat Brimob Polda NTT, belum memiliki sertifkat hak atas tanah dan belum adanya Panitia Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum melaksanakan tugas penyuluhan dan pembebasan hak atas tanah Suku Paumere di Nangapanda, Kabupaten Ende.
Koodinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus melalui rilisnya yang dikirim ke media ini, Rabu, 16 Jauari 2019 menjelaskan, dalam pertemuan antara TPDI yang dihadiri Petrus Selestinus dan Silvester Nong Manis bersama Pimpinan Yayasan Bantuan Hukum PAX ET JUSTITIA Romo Sipri Sadipun dan Santoso, SH. Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Ende pada tanggal 15 Januari 2019 secara tegas mengungkapkan fakta bau tersebut.
Penjelasan Santoso itu semakin memperkat konstatasi TPDI tentang adanya 7 (tujuh) Fakta dan alasan ketidakbenaran klaim pemilikan tanah oleh KOREM 161 WIRA SAKTI, KODIM 1602/ENDE dan Sat Brimob Polda NTT atas pemilikan tanah Hak Ulayat Suku Paumere, seluas 2000 Ha sebagai milik TNI-AD dan Sat Brimob Polda NTT, untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
Salestinus kemudian membeberkan tujuh
alasan dan fakta dimaksud adalah sbb. :
- Di atas lokasi Tanah Hak Ulayat Suku Pumere seluas 2000 Ha terdapat sengketa pemilikan hak atas tanah antara Warga Suku Paumere dengan Ahliwaris Musa Gedu dkk sejak tahun 1974 s/d sekarang yang belum selesai secara hukum.
- Sebelum tahun 2008 bahkan sesudah tahun 2008-pun Warga Suku Paumere yang menguasai, mengelola dan menghaki tanah seluas 2000 Ha, tidak pernah dihubungi oleh Instansi Pemerintah manapun yang menyatakan niatnya untuk membeli atau menggunakan tanah dimaksud.
- Pemerintah Daerah Kabupaten Ende tidak pernah mengirim Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembagunan Untuk Kepentingan Umum.
- Tidak terdapat aktivitas Pemerintah Daerah Kabupaten Ende atau TNI-AD dan Sat. Brimob Polda NTT terkait dengan rencana pembangunan Korem di Nangapanda, Kabupaten Ende.
- Peraturan Presiden Nomor : 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor : 65 Tahun 2006 Tentang PengadaanTanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum tidak membemarkan Institusi Pemerintah membeli tanah secara langsung dari para pemegang hak atas tanah, kecuali yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) Ha.
- Baik TNI-AD maupun Sat. Brimob Polda NTT tidak pernah memperlihatkan bukti pemilikan atas tanah terkait dengan klaim atas pemilikan lahan seluas -/+ 2000 Ha di atas lokasi Tanah Hak Ulayat Masyarakat Suku Paumere.
- Tidak adanya Keputusan Pemerintan/Pemerintah Daerah tentang Pencabutan Hak Atas Tanah baik terhadap Hak Ulayat Suku Paumere dan/atau Hak Milik dengan Sertifikat Hak Milik Warga Masyarakat Suku Paumere di atas tanah dimaksud.
Foto: Surat Kanwil BPN Provinsi NTT
“Oleh karena itu sikap yang jarus diambil oleh Pimpinan TNI dan Polri adalah segera hentikan aktivitas anggota TNI AD dalam bentuk apapun di atas tanah Hak Ulayat dimaksud termasuk rencana pengukuran yang dilakukan oleh Kanwil BPN Provinsi NTT sebagaimana dimaksud dalam Surat Kanwil BPN Provinsi NTT tanggal 8 Januari 2019 yang lalu, yang ditujukan kepada Sdr. Very di Denpasar,” tulisnya.
Dia lebih lanjut bertanya, siapa itu Very di Denpasar Bali dan apa hubungan hukum. Very dengan masyarakat Suku Paumere, Nangapanda dan apa hubungan hukum Very dengan TNI-AD, tidak dijelaskan hingga saat ini terutama oleh Kanwil BPN Provinsi NTT.
Rencana pengukuran tanah yang dilakukan oleh Kanwil Pertanahan Provinsi NTT di atas lokasi Hak Ulayat Suku Paumere, pada tanggal 9 Januari 2019 hingga tanggal 15 Januari 2019, meskipun gagal dilaksanakan karena ditolak dengan kekuatan penuh oleh warga Suku Paumere, Nangapanda, membuktikan bahwa tindakan Kanwil BPN Provinsi NTT merupakan tindakan sewenang-wenang dan tidak menghormati hak-hak warga Suku Paumere selaku pemegang Hak Ulayat.
Dia mengungkapkan, Peraturan Presiden Nomor : 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor : 65 Tahun 2006 Tentang PengadaanTanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, telah dikangkangi oleh Kanwil NPN Provinsi NTT dan TNI AD alias tidak pernah dilaksanakan baik
oleh Kanwil BPN Provinsi NTT dan Kabupaten Ende maupun oleh TNI-AD dan Sat Brimob Polda NTT.
“Pola pendekatan kekuasaan yang diterapkan oleh Kanwil Kantor Pertanahan Provinsi NTT yang kemudian ditolak oleh warga Suku Paumere, merupakan bukti bahwa masyarakat Suku Paumere, lebih memiliki kesadaran hukum yang tingggi daripada aparatur negara,” pungkas Salestinus. (bp)