NTTSATU.COM — KUPANG — Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Kota Kupang, RD Maxi Un Bria mengatakan “ Heterogenitas adalah ciri masyarakat post modern yang tidak terbantahkan lagi.” Dalam masyarakat yang majemuk di Kota Kupang, apa yang hendak dilakukan? Umat katolik harus berpartisipasi dan bermisi. Misi tanpa implementasi itu adalah halunisasi, katanya mengutip Thomas Alva Edison.
“Kegiatan seminar sehari dengan tema Merajut Kerukunan Intern Umat Katolik untuk Membangun Iman yang Tangguh dan Moderat demi Kebersamaan Umat baru diselenggarakan hari Sabtu, 24 Juli 2021 setelah panitia mendapat izin dari Satuan Gugus Tugas Covid-19 Kota Kupang melalui surat nomor : Satgas. 2040/VII/2021 tanggal 23 Juli 2021 perihal Pemberian Izin/Rekomendasi,” demikian Bernardinus Asiena Sepu, S.Sos, Ketua Panitia kegiatan ini.
Bernardinus Asiena Sepu lebih lanjut mengatakan bahwa: tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan peran tokoh agama , pengurus ormas dan tokoh agama untuk menjadi corong gereja dan pemerintah dalam meningkatkan kerukunan dengan semangat gereja, dan untuk menjadi aktor-aktor kerukunan beragama yang membimbing, membinakeharmonisan kehidupan keagamaan berlandaskan falsafah Pancasila dan UUD 1945.
Kegiatan yang dilaksanakan di Swiss-Belinn Kristal Hotel, dibuka secara resmi oleh Plt. Kakanwil Hasan Manuk, S.Pd., M.Pd. Dalam sambutannya, Hasan Manuk mengatakan bahwa, Pembangunan di bidang agama, pada hakekatnya bertujuan untuk memajukan kualitas masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta mampu menciptakan keselarasan dan keseimbangan baik manusia sebagai pribadi maupun dalam hubungan dengan masyarakat dan lingkungannya. Semakin mantap kerukunan dan keserasian intern umat beragama, antarumat beragama dan antara umat bergama dengan pemerintah. Untuk mencapai maksud inilah kegiatan hari ini diadakan.
PLH. Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTT dalam kesempatan itu juga menyampaikan lima faktor penyebab terjadinya konflik internal maupun eksternal yakni: moral, sekterian, komunal, terosrisme dan politisasi agama. “Saya mengajak peserta agar dalam diskusi ini hendaknya setiap orang memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mencari kebenaran di dalam diskusi ini, apabila tidak diberikan kesempatan, dapat saja orang itu akan mencari kebenaran dengan jalannya sendiri.
Panitia menghadirkan dua narasumber yang benar-benar berkompeten di bidangnya. RD. Dus Duka, Vikjen Keuskupan Agung Kupang, tampil sebagai narasumber pertama mengambil judul:” Gereja Sebagai Comunio Umat Allah.
Di depan peserta yang berjumlah 65 orang, yang terdiri dari para pastor paroki se-kota Kupang dan Paroki Simon Petrus Tarus, Ketua-ketua DPP, WKRI, Legio Maria, OMK dan THS-THM yang berasal dari paroki se-kota Kupang, ia mengatakan bahwa tema ini mau menggambarkan bahwa gereja bukanlah sebuah institusi tetapi sebagai realitas sosial. Sebagai realitas sosial, hendaklah gereja mengusahakan untuk hidup rukun bersaudara baik secara internal maupun secara eksternal.