Soal Kasus Korupsi Awololong, Berkas Perkara PPK dan Konsultan Sudah P-21, Kontraktor Masih 85%

0
1217

NTTSATU.COM — KUPANG — Kasus korupsi pekerjaan pembangunan jembatan titian apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata, NTT memasuki babak baru.

Pasalnya, berkas perkara dua orang tersangka, yakni pejabat pembuat komitmen (PPK), Silvester Samun, SH dan konsultan perencana, Middo Arianto Boru dinyatakan P-21.

Hal itu disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati NTT, Abdul Hakim, SH saat menerima perwakilan aktivis Amppera Kupang diwakilkan oleh Raymundus Lima Tedemaking, Hendi Tedemaking, dan Yohanes Halimaking di PTSP Kejati NTT, Senin (27/9/2021) siang. Abdul mengatakan, saat ini pihaknya sementara melengkapi berkas tersangka kontraktor dan membuat rencana dakwaannya.

“Prosesnya sudah sampai 85% menuju P-21, dan kami mau tersangka kontraktor didorong bersama-sama dengan dua tersangka lainnya yang berkasnya sudah P-21 ke pengadilan biar prosesnya berjalan satu kali,” kata Abdul Hakim.

Atas pernyataan Kasi Penkum dan Humas Kejati NTT di atas, aktivis Amppera Raymundus Lima Tedemaking berharap agar segera mungkin dilengkapi dan diproses bersama-sama dengan dua tersangka lainnya. Sehingga, lanjut dia, ada kepastiaan hukum untuk para tersangka yang ada.

“Kasihan juga dengan nasib para tersangka yang hari ini digantung begitu lama,” ungkap Raymond, Mantan Ketua Ammapai Kupang.

Dirinya menegaskan agar kasus Awololong dijadikan skala prioritas. Sebab, menurut Lima Tedemaking kasus ini sudah lama dan bertele-tele.
Ia menegaskan, jangan sampai lambannya penanganan oleh penegak hukum, dapat menimbulkan spekulasi liar di mata masyarakat Lembata yang berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum serta melunturkan wibawa penegak hukum,” jelasnya.

Mahasiswa Fakultas Hukum Undana Kupang itu menjelaskan, secara normatif, sesuai Pasal 110 KUHAP, ayat 4 menegaskan bahwa penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan.

“Nah, kasus ini prosesnya sudah lama dilimpahkan penyidik Polda NTT ke Kejati NTT, jika memang ada pemeriksaan tambahan dari penuntut umum sesuai dengan perintah UU Kejaksaan pasal 30 ayat (1) , tentunya kami berharap pihak Kejati NTT lebih profesional dalam menuntaskan kasus ini,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) kembali menyerahkan Surat Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke- 7 dengan Nomor: SP2HP/81/VII/RES.3.3/2020/Ditreskrimsus kepada pimpinan Aliansi Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Amppera Kupang), Selasa 13 Juli 2021, siang.

SP2HP ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirrkrimsus) Polda NTT, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Johanes Bangun, S,Sos., S.I.K itu diterima oleh Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli dan Hendrikus Hamza Naran Langoday, aktivis Amppera di ruang Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT.

Pada poin kedua SP2HP ketujuh, Polda NTT memberitahukan bahwa terkait dengan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan jeti apung dan kolam renang berserta fasilitas lain di Pulau Siput Awololong pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2018 dan Tahun Anggaran 2019.

Dijelaskan dalam SP2HP bahwa penyidik telah melakukan pemenuhan petunjuk Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi NTT dan terhadap ketiga berkas perkara untuk masing-masing tersangka dilakukan pelimpahan kembali ke Kejaksaan Tinggi NTT dan pada tanggal 9 Juli 2021 masing-masing:

a. Berkas Perkara tersangka atas nama Silvester Samun, SH berdasarkan Surat Kapolda NTT Nomor: R/593/VII/2021/Ditreskrimsus tanggal 9 Juli 2021;
b. Berkas Perkara tersangka atas nama Middo Arianto Boru, ST berdasarkan Surat Kapolda NTT Nomor: R/594/VII/2021/Ditreskrimsus tanggal 9 Juli 2021;
c. Berkas Perkara tersangka atas nama Abraham Yehezkibel Tsazaro L berdasarkan Surat Kapolda NTT Nomor: R/595/VII/2021/Ditreskrimsus tanggal 9 Juli 2021.

Untuk diketahui, proyek tahun anggaran 2018-2019 ini menelan anggaran Rp. 6.892.900.000, namun dalam perjalanan, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp. 6.892.900.000.

Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp.1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara.

Mereka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara.

Sumber : Siaran Pers Amppera Kupang

Komentar ANDA?