NTTsatu.com – SUMBA TIMUR – Sudah dua hari, mulai Senin, (02/07/2018) dan Selasa (03/07/2018) ribuan massa berdatangan dari berbagai desa memadati lokasi perkebunan tebu milik PT. Muria Sumba Manis (MSM) di Desa Umalulu, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Aksi masa itu dalam pengawalan ketat aparat kepolisian resort Sumba Timur, TNI dengan senjata lengkap.
Kordiantor lapangan Umbu Tomi dan Umbu Manang Watu Waya langsung mengarahkan massa agar tertib. Dia menyampaikan aksi pendudukan lahan ini dilakukan karena sudah enam (6) kali masyarakat turun jalan untuk meminta pemerintah daerah dan pihak terkait untuk menghentikan segala aktivitas perusahaan yang dinilai masih terdapat berbagai persoalan lahan antara masyarakat dan perusahaan. Namun demikian, tidak ada satu pun upaya perwakilan pemerintah daerah dan DPRD yang hadir dan memberikan penjelasan apa pun terkait persoalan lahan ini.
Hingga hari kedua, Selasa, (03/07/2018) siang pukul 12.00 Wita sudah memasuki hari kedua pendudukan lahan oleh masyarakat di lokasi perkebunan tebu di Desa Umalulu, Kecamatan Umalulu, Kabupaten Sumba Timur masih terus berlanjut. Massa terus berdatangan di lokasi perkebunan untuk bersama menduduki lahan perusahaan yang di klaim secara sepihak.
Siang tadi, masyarakat melakukan aksi pemagaran lokasi perkebunan, ini sikap keras masyarakat sebagai bentuk protes kepada pihak perusahaan dan pemerintah terkait pesoalan lahan. Pasalnya sampai dengan siang ini perwakilan pemerintah daerah dan DPRD masih bungkam terkait persoalan lahan di Desa Umalulu.
Umbu Manang Watuwaya selaku sekretaris koordinator lapangan dalam aksi, mengatakan bahwa masyarakat akan tetap berada di lahan perkebunan sampai tuntutan dikabulkan oleh pihak pemerintah dan perusahaan.
“Tentu kami akan menjaga suasana tetap kondusif sambil menunggu waktu 1×24 jam yang sudah diberikan kepada pihak perusahaan dan pemerintah untuk mengeluarkan semua alat berat dari lokasi dan menghentikan segala aktivitas di lokasi,“ ujar Manang.
Menurut Umbu Tomy Pura koordiantor lapangan, pemagaran pintu masuk lokasi ini bukan tanpa alasan. Secara sadar masyarakat melakukannya karena memang lahan yang telah diklaim perusahaan merupakan milik komunal yang telah diambil tanpa persetujuan secara komunal.
“Karena tidak adanya niat baik dari pemerintah maupun perusahaan sebaiknya kami melakukan pemagaran pintu masuk sekaligus melakukan penanaman aneka pohon umur panjang di lokasi tersebut. Ini menjadi bukti komitmen masyarakat dalam upaya mendapatkan kembali segala hak-haknya yang telah dirampas selama ini,” tandasnya.
Lanjut Tomy, aksi ini tidak akan pernah ada batasnya, sebelum semua tuntutan yang telah disampaikan pada tanggal 02 Juli 2018 dipenuhi oleh kedua pihak yang ditujukan. Komitmen ini sudah bulat sejak beberapa minggu lalu ketika masyarakat mulai mempersiapkan kegiatan.
“Agar tidak berlarut-larut, sebaiknya pihak pemerintah dan perusahaan sesegera mungkin menemui kami dan memenuhi semua permintaan kami, lanjutnya. Sampai dengan berita ini di muat belum ada tanggapan dari pihak pemerintah dan DPRD Kabupaten Sumba Timur,” tulis Tommy mellaui rilis yang diterima media ini, Selasa, 03 Juli 2018. (*/bp)