Sulaiman L Hamzah (SLH) dan sebuah ‘Yes’

0
561

NTTSATU.COM — LEMBATA — Sejak pertama kali mengenal SLH beberapa tahun lalu, suprise tidak berhenti terjadi dengannya. Yang diperoleh darinya seakan hanya kebaikan. Rangkaian kebaikan itu terus terjadi hingga orang akan segera menjawab bahwa memang dia orang baik malah bisa ditambah kualifikasi superlatif: sangat baik. Atau kalau berlebihan dan melampaui kaidah bahasa Indonesia bisa disebut: Sangat Baik Sekali.

Kisah yang sudah-sudah tidak perlu saya ceritakan. Selain karena kisah itu sudah diceritakan, tetapi SLH juga punya ungkapan ‘nyentrik’: “Saya sudah lupa”, itulah ungkapannya ketika suatu kali Yayasan Koker mengucapkan terimakah atas bantuan Rp 20 juta yang diterima saat harus membayar lunas uang sewa gedung di Lewoleba Lembata.

Inilah ungkapan bahwa bagi SLH kebaikan yang diberikan tidak dihitung. Yang jadi beban adalah hal yang masih akan dibuat. Dan kali ini saya hanya mau ceritakan dua hal terakhir yang saya alami secara langsung dalam 3 bulan terakhir.

Pada sore menjelang malam, Selasa 10 Mei, pria lulusan SD Don Bosco Lewotolok ini mampir di SMA SKO SMARD Lembata. Tadinya direncanakan akan mengunjungi sekolah berdinding bambu ini pada hari Rabu 11 Mei. Namun karena terjadi pembatalan penerbangan Lewoleba – Kupang, maka ia harus ganti Haluan. Karena sudah janji, ia harus luangkan waktu kunjungi sekolah di bawah Yayasan Koker Niko Beeker ini sehari sebelumnya. Hari sudah sore tetapi ia datang. Ia pun lewati sore menjelang magrip di sekolah tersebut.

Dari hal kecil ini bisa terlihat siapakah dia. Sebagai seorang anggota DPR RI bukan dari Dapil NTT, ia punya alasan untuk tidak mengunjungi sekolah ini. Apalagi ada halangan penerbangan. “Emang gue mikirn”, itu ka orang. Tetapi SLH yang sudah mengatakan “Yes” akan kunjung, ya dia laksanakan segera dan terjadi.

Hal kedua, terjadi barusan pada Selasa 26 Juli (rupayanya hari Selasa punya angka keramat bagi kami). Saya sampaikan bahwa lapangan olahraga swadaya SMARD itu sudah sekitar 70%. Hanya tertinggal 30% saja untuk finishing. Saya juga tampilkan 2 gambar yang ia tentu saja familir dan tahu betul sekolah itu.

Pada pagi hari ia sudah WA: tolong nomor rekening. Hari ini kami terima Rp 16 juta rupiah. Dengan bantuan itu lapangan itu akan segera diselesaikan. Sebuah ‘Yes’ yang tidak dibuat-buat. Selagi ia yakin, ia akan melakukan yang terbaik. Karena itu bagi seorang SLH, “Yes” sepertinya sangat keramat. Selagi ia ucap ya, apapun akan dilakuakn untuk mencapai kata itu.

Dari situ saya paham, mengapa dua tahun lalu saat memberikan bantuan Rp 20 juta rupiah untuk sewa Gedung ia mengirim utusannya untuk memerika sekolah itu. Dia ingin yakin bahwa bantuan yang diminta melalui proposal itu bukan proposal siluman. Ya mungkin dengan pengalamannya ia tahu barangkali pada kesempatan lain pernah dibohongin.

Kalau belum pernah dibohongi, maka bisa saja itu strategi yang selalu diterapakn menyikapi aneka proposal yang datang padanya. Agar tidak terjadi ‘akal-akalan’, ia mengutus stafnya untuk mencek apakah benar atau tidak. Saya kira alasan kedua ini yang paling tepat yang selalu diterapkan.

Kembali kepada kebaikan. Kalau ‘yes’ menjadi kata sakti dan ‘kebaikan’ mematerikan ‘yes’ itu, maka bisa terbenarkan kesaksian yang pernah saya terima tentang SLH. Kesaksian itu datang dari Papua tentang dirinya.

Pada hari Paskah, Natal, Tahun Baru, Idul Fitri, Idul Adha, itu rumanya penuh dengan para biarawan-biarawati. Orang tentu merasa heran. Mengapa rumah seorang haji dipenuhi para biarawan-biarawati terutama asal NTT? Itu semua karena yang mereka lihat pada SLH adalah kebaikan dan kebaikan itu tidak punya agama. Semua agama mengajarkan kebaikan dan orang yang melakukan kebaikan adalah orang yang sungguh-sungguh beragama.

Dengan kebaikan itu, saya punya rencana untuk suatu saat kalau bertemu saya mau tanya. “Ama SLH, dengan segala kebaikan yang dibuat di tanah Lembata tanpa pamrih dan di Papua yang sudah nyata, dan terutama setelah puluhan tahun mengabdi di Papu, apakah tidak pikir untuk kembali ke Lembata?”itu rencana saya mau tanya. Banyak orang hebat biasanya merindukan bahwa masa tua itu tersambung dengan masa kecil. Karena itu setelah berpikir dan berefleksi, mereka ingin kembali ke kampung.

Tentu kalau kembali banyak orang yang bertanya-tanya, mengapa bukan dari dulu tetapi baru sekarang? Untuk orang lain pertanyaan itu bisa saja benar dan menusuk karena selama itu mereka tidak berbuat sesuatu. Mereka itu ‘hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri’. Tetapi bagi SLH, hujan emas itu terjadi tidak saja di sana (Papua) tetapi juga di sini.

Lebih dari itu kebaikan dari seorang SLH itu tidak dibuat-buat. Atau orang melakukan kebaikan untuk mendapatkan sesuatu. Bagi SLH, kewajiban itu sudah pasti dan seharusnya dilakukan. Saya lalu ingat akan kata-kata Dennis Prager: Goodness is about character – integrity, honesty, kindness, generosity, moral courage, and the like. More than anything else, it is about how we treat other people.

Kebaikan pada SLH sudah menyatu dalam karakter, kejujuran, kebaikan, kemurahan hati, keberanian moral dan sejenisnya. Kalau sudah seperti ini maka yang dilakukan SLH hanyalah berkata “YES” terhadap sesama. (RB, 27/07/2022)

Komentar ANDA?