Tanpa Beban (Eulogi untuk Marsianus Jawa)

0
687

Oleh: Robert Bala

24 Mei akan menjadi hari terakhir. 25 Mei Penjabat bupati lembata, Matheos Tan akan dilantik. Dengan itu, tugas pria kelahiran 8 Agustus 1965 itu juga berakhir. Dengan demikian, suami Yoram Enggelina Koy, S.Pd, M.Pd.Kim akan kembali ke Kupang. Tugas yang selam ini diemban sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Nusa Tenggara Timur sejak 2019 akan diteruskan.

Apa yang menarik dari pria asal Nangaroro yang setahun dipercayakan menakhkodai pemda Lembata ini?

Secara pribadi harus saya akui, hingga berakhirnya masa jabatannya di Pemda Lembata, saya sedikit pun tidak mengontaknya secara pribadi. Saya hanya sebatas memantau, menganalisis, dan mencermati melalui media.

Bahkan ketika ada kasus pemalangan jalan ke SMA SKO SMARD, saya sendiri tidak berniat mengontaknya sebagai Bupati. Bagi saya, profesionalisme seorang pimpinan akan terlihat dalam mencermati dan menindaklanjuti sebuah permasalahan.

Tetapi dalam ketiadaan kontak tidak berarti saya pasrah. Melalui jaringan media dan wartawan sekalian juga orang-orang hebat Lembata di Kupang saya ikut mencermati langkah beliau. Saya terdiam, terkesima, karena Marsianus tahu kepada siapa ia berkonsultasi dan jalan keluar cerdas apa yang akan dilaksanakan. Di situ terlihat kecerdasan dan ketulusannya tanpa perhitungan dan tanpa beban.

Demikian juga dalam proses pendirian Perguruan Tinggi di Lembata, tidak ada niat untuk mengontaknya. Tetapi saya dengar (karena saya tidak langsung berkontak) bahwa ia sangat antusias termasuk proaktif agar Pemda bisa berperan. Di situ yang membedakannya dari banyak pimpinan yang ‘jago buat perhitungan’. Itu berbeda dengan Jawa.

Dua pengalaman tidak langsung kemudian dibenarkan oleh seorang birokrat profesional yang berada di ‘ring satu’ (atau mungkin ring 2). Menurutnya, sejauh yang ia alami karena telah berpengalaman dengan banyak pimpinan baik bupati maupun penjabat, Marsianus adalah orang tulus dan rendah hati.

Kesaksian orang dekat itu ditambah dengan postingan seorang warga biasa di FB. Sambil menunjuk sang pemimpin yang memakai celana traning agak senteng diterima masyarakat dengan sehelai sarung yang ditaruh di pundaknya ia menulis: Marsianus adalah pemipin yang berbuat hal kecil dengan cinta yang besar.

Tunjuk Jalan

Dengan tanpa adanya kontak langsung saat menjadi penjabat bupati Lembata dan juga ditambah oleh kesaksian mendorong penulis untuk mengedepankan beberapa poin yang bisa jadi pembelajaran.

Pertama, Marsianus Jawa telah hadir dengan sebuah integritas diri yang menonjol. Hal ini mengingatkan kita akan kata-kata Sadhguru: intergrity, insight, and inclusiveness are the essential qualities of leadership (integritas, wawasan, dan inklusivitas adalah kualitas penting dari kepemimpinan).

Integritas ini menjadi modal penting yang dimiliki seorang pemimpin karena ia sama sekali tanpa beban sebelumnya. Hal itu berbeda dengan pemimpin – politisi yang sudah terkondisikan oleh ‘deal’ masa lalu. Semuanya akan menghambatnay untuk bertindak. Bagi Marsianus, sebagai birokrat profesional dengan wawasannya yang cukup untuk bisa hadir di Lembata, tanah yang ‘panas’. Di tanah yang perbedaan kelompok masih sangat kuat terikat pada daerah yang lebih memperhatikan yang satu sambil meniadakan yang lain, Marsianus justru hadir memukau. Ia tidak masuk dalam perangkap eksklusivitas dengan mementingkan yang satu dan meniadakan yang lain tetapi justru bersikap inklusif.

Kualitas seprti ini yang tentu membut orang Lembata ‘kangen’. Di sana Marsianus justru akan bercahaya dalam absesnsinya. Artinya orang akan merasa kurang karena tidak ada figur seperti Marsianus.

Kedua, Marsianus kembali ke Kupang dengan kepala tegak berdiri karena telah menunjuk jalan yang benar. Ungkapan ini tentu bukan sekadar disampaikan. Seperti John Maxwell, Marsianus telah mengekspresikan arti kepemimpinan: a leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way (seorang pemimpin adalah orang yang tahu jalan, menjalani jalan itu, dan menunjukkan jalan itu).

Sebelum jadi penjabat bupati Lembata, ia sudah tahu tentang jalan benar yang harus dilalui. Secara birokrat profesional ia tahu tentang bagaimana ‘memanage’ birokrasi secara tepat dan tidak membebankan orang lain.

Sebagai birokrat yang ‘akrab dengan bonus’ dari bawahan dan dari penguasa, ia tahu hal itu sangat menggoda. Karena itu di hari pelantikan 7 Kadis di Lembata persis pada hari terakhir masa jabatannya, ia meminta para istri untuk ‘mempertanyakan’ bila ada uang lebih yang diterima suami. Marsianus tahu itu dan bukan rahasia.

Marsianus tidak saja tahu tetapi melaksanakannya. Ia datang ke Lembata dengan kualifikasi yang cukup dan praksis hidup yang ia laksanakan. Karena itu semua hal itu telah dilaksanakan dan telah telah dilaksanakan juga selama menjadi penjabat bupati Lembata.

Semuanya menjadikan kepergiannya meninggalkan ‘legacy’ berupa teladan hidup memukau. Karenanya bila hal ini diangkat saat ia tidak menjabat, sebuah tanda bahwa jalan yang telah ditunjukkan benar lahir dari keikhlasan, darinya kita bisa mengatakan: “Terima kasih Ama Marsianus Jawa atas jalan yang telah diketahui, dilaksanakan, dan ditunjukkan”.

========
Robert Bala. Diploma Resolusi Konflik Asia Pasifik Universidad Complutense de Madrid Spanyol.

Komentar ANDA?