Oleh: Dr. Karolus Kopong Medan
Penanganan kasus tindak pidana korupsi NTT Fair yang cukup menarik perhatian publik ini, kini telah memasuki babak final yang ditandai dengan pembacaan putusan untuk terdakwa Yuli Afra (mantan Kadis PRKP) NTT pada selasa 21 Januari 2020 lalu. Dalam materi putusan yang dibacakan oleh Hakim Ali Muhtarom tersebut sempat disebutkan bahwa majelis hakim juga telah mencari bukti petunjuk tentang keterlibatan Frans Lebu Raya dalam kasus tersebut, terutama terkait dengan aliran dana pembangunan proyek NTT Fair yang masuk ke kantongnya.
Terkait dengan konstruksi materi putusan yang menyebut adanya bukti petunjuk keterlibatan mantan gubernur NTT dua periode tersebut, menurut pengamat hukum dari Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, Wilhelmus Wetan Songa, S.H, M.Hum, bahwa memang wajar-wajar saja dalam sebuah putusan pengadilan hakim dituntut untuk menguraikan berbagai fakta yang ditemukan selama persidangan.
Wetan Songa mengatakan, saya selalu mengikuti perkembangan penanganan kasus ini, dan bahkan saya juga mengikuti secara langsung proses persidangan di Pengadilan Tipikor Kupang saat mantan Gubernur NTT ini diperiksa sebagai saksi. Saya mencermati bahwa dari pemeriksaan tersebut, tidak terlihat adanya benang merah yang menunjukkan adanya keterlibatan mantan gubernur NTT dalam proyek tersebut.
Menurut Wetan Songa, bukti petunjuk tentang adanya aliran dana itu sudah terbantahkan dan tidak dapat dibuktikan ketika Lebu Raya dihadirkan sebagai saksi di persidangan kurang lebih tiga kali. Jadi, rasanya janggal kalau kemudian ada sejumlah pihak yang menghendaki agar Lebu Raya harus didorong untuk menjadi tersangka.
“Rasanya terlalu prematur menggadang-gadang Lebu Raya untuk menjadi tersangka dalam kasus NTT Fair, karena bukti petunjuk tentang adanya aliran dana ke Lebu Raya itu sudah di-clear-kan saat persidangan,” tutur mantan Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Undana.
Persoalan tentang dugaan adanya aliran dana ke Frans Lebu Raya yang dimuat dalam materi putusan itu, menurut alumnus Program Magister Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran ini, merupakan hal biasa dalam merumuskan suatu putusan pengadilan. Sebelum sampai kepada putusannya, majelis hakim harus mengungkapkan seluruh fakta yang muncul di persidangan, baik yang benilai pembuktian maupun tidak, dan faktanya memang apa yang dituduhkan ke Lebu Raya itu tidak terbukti di persidangan.
Memang ada beberapa saksi yang menerangkan adanya aliran dana ke Frans Lebu Raya, tapi mereka tidak tahu-menahu apakah yang mereka sampaikan ke Lebu Raya itu benar-benar berwujud uang. Saya kira hakim tidak segampang itu mempercayai omongan yang mengandai-andai seperti itu, pungkas Wilem Wetan Songa.
Terkait pemberitaan sejumlah media yang mendorong kasus ini dibuka kembali dengan menjadikan mantan gubernur NTT Frans Lebu Raya dan Sekretaris Daerah (Sekda NTT) Benediktus Polomaing sebagai tersangka, menurut Wetan Songa, itu terlalu berlebihan, karena fakta persidangan menunjukkan hal yang sebaliknya sebagaimana teramati selama persidangan.
“Saya rasa kita tidak perlu berandai-andai dengan mengandalkan infomasi dari persidangan yang tidak komprehensif dan tidak tuntas. Tidak etislah kalau hanya menggunakan informasi sepenggal yang muncul di ujung sebuah proses persidangan yang panjang,” tegas Wetan Songa dan seraya mengajak semua elemen untuk memaknai sebuah proses hukum secara benar dan adil tanpa ada tedensi yang lain.
Sepatutnya kita semua perlu menghargai seluruh proses hukum yang dilakukan ini dalam kerangka pembarantasan tindak pidana korupsi, tetapi tidak juga dibenarkan untuk dilakukan sewenang-wenang tanpa ada dukungan bukti yang memadai.++++
———-
*) Penulis Adalah Dosen Fakultas Hukum Undana Kupang