KUPANG. NTTsatu.com – Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Nusa Tenggara Timur (NTT). Meridian Dewanta Dado menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan kriminalisasi terhadap Marthen Dira Tome dalam kasus dugaan korupsi dana Pendidikan Luas Sekolah (PLS).
Melalui rilisnya yang dikirim ke redaksi NTTsatu.com, Dado mengatakan hal terpenting dalam pemberantasan korupsi adalah adanya keharusan bagi penegak hukum mulai dari institusi Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan Pengadilan Tipikor untuk menemukan bukti-bukti yang mengarah pada Niat Jahat (Mens Rea) dan Perbuatan Jahat (Actus Reus) dari pelaku tindak pidana korupsi.
Niat dan Perbuatan Jahat dalam tindak pidana korupsi adalah Niat dan Perbuatan jahat untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Tipikor maka niat dan perbuatan yang harus dibuktikan adalah yang melawan hukum. Sementara dalam Pasal 3 Undang-Undang Tipikor maka niat dan perbuatan yang harus dibuktikan adalah yang menyalahgunakan wewenang.
Dado menulis, banyak pihak yang telah divonis pidana penjara maupun yang sedang menjalani proses hukum selaku Tersangka atau Terdakwa dalam perkara korupsi merasa bahwa mereka tidak memiliki Niat dan Perbuatan Jahat sehingga tidak seharusnya sangkaan, dakwaan dan penjatuhan vonis ditujukan kepada mereka.
Terkait itu maka, TPDI NTT meminta KPK-RI agar sungguh-sungguh profesional dalam mencari bukti-bukti Niat dan Perbuatan Jahat dalam kasus dugaan korupsi Dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Dinas PPO Provinsi NTT senilai Rp. 77.675.354.000,- sehingga tidak terjadi tindakan hukum oleh KPK-RI yang menjurus pada upaya kriminalisasi atau sekedar mencari-cari kesalahan orang tanpa bisa dipertanggungjawabkan landasan yuridisnya.
Dalam kasus dugaan korupsi Dana PLS pada Dinas PPO Provinsi NTT itu maka KPK-RI pada tanggal 17 November 2014 telah menetapkan Mantan Kepala Bidang PLS Dinas PPO Provinsi NTT yaitu Marthen Diratome sebagai tersangka, namun Tersangka yang kini menjabat sebagai Bupati Sabu Raijua itu baru diperiksa sebagai Tersangka oleh KPK-RI pada tanggal 21 Agustus 2015.
Selain itu lanjut Dado, terdapat segenap informasi valid bahwa penyidik-penyidik KPK-RI diduga telah melakukan pemeriksaan yang melanggar hukum acara pidana dengan modus pertanyaan-pertanyaan yang menjerat terhadap para saksi kasus itu guna memaksa mencari-cari bukti Niat dan Perbuatan Jahat.
Kalaupun sekiranya pihak KPK-RI berasumsi bahwa telah terdapat kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi Dana PLS tersebut maka bukti adanya kerugian negara tanpa disertai adanya Niat dan Perbuatan Jahat tidaklah serta merta harus berujung pada ranah tindak pidana korupsi.
“Kami melihat dalam pengusutan kasus dugaan korupsi Dana PLS ini penyidik KPK-RI memulai proses penyidikannya dengan berbekal asumsi-asumsi adanya kerugian negara. Seharusnya berdasarkan bukti bukan asumsi semata-mata,” tulisnya.
Menurut Dado, dengan melihat berbagai fakta yang ada dalam proses penyidikan oleh KPK-RI dalam kasus dugaan korupsi Dana PLS maka kami menilai Tersangka Marthen Diratome justru sedang dikriminalisasi oleh KPK-RI karena seharusnya kasus yang layak serta pantas disidik oleh KPK-RI adalah kasus dugaan korupsi Dana Bansos Pemprov NTT.
“Oleh karena itu kami layak untuk mencurigai bahwa kasus Dana PLS di Dinas PPO Provinsi NTT ini merupakan “kasus tukar guling” antara pihak KPK-RI dengan Kejaksaan Tinggi NTT dimana kasus korupsi Dana Bansos Pemprov NTT yang mestinya harus diambil alih penanganannya oleh KPK-RI justru telah dihentikan proses hukumnya oleh Kejati NTT dan sebagai gantinya maka kasus Dana PLS itulah yang dipaksakan untuk diambil alih serta diproses oleh KPK-RI,” tulisnya. (bp)
=====
Foto: Meridian Dewanta Dado