“Trend perkembangan data stunting periode bulan Agustus 2021 dan Agustus 2022 cenderung turun dari 20,9 % tahun 2021 menjadi 17,7 % tahun 2022. Dan dua kabupaten yang mengalami peningkatan prosentase stunting yaitu Kabupaten Manggarai Barat dan Sumba Tengah. Sedang kabupaten dengan stunting tertinggi adalah Kabupaten Timur Tengah Selatan yaitu 28,3 % atau 11.642 balita dan terendah adalah Kabupaten Nagekeo 8,4 % dengan balita stunting 946 balita,” jelas Kepala Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT, Ruth D. Laiskodat, S.Si, Apt, MM, dalam Jumpa Pers di kantor Dinkes NTT, Senin (6/3/2023).
Dia menandaskan, Pemprov NTT telah menetapkan pencapaian target pada akhir periode RPJMD-P Tahun 2023 dimana prevalensi stunting sebesar 12%. Tahun 2022 adalah tahun ke lima pelaksanaan operasi timbang di NTT dan dari kerja keras itu telah membuahkan hasil optimal. Ini terlihat dari prosentase stunting NTT turun signifikan 5 tahun berturut-turut dari tahun 2018 sampai 2022. Artinya, tren prosentase stunting turun rata-rata tiap tahun sebesar 4,4 %.
“Diawali dengan prosentase stunting tahun 2018 sebesar 35,4 % atau 81.434 balita tercatat mengalami stunting, terus mengalami penurunan tiap tahun sampai dengan posisi terakhir menjadi 17,7 % pada tahun 2022 atau 77.338 balita stunting,” jelas Ruth.
Ruth menjelaskan, pada periode bulan Februari 2022 dan Agustus 2022 juga terjadi penurunan prosentase stunting sebesar 2,3 %, yaitu dari 22,0 % periode bulan Februari menjadi 17,7 % pada bulan Agustus.
“Hanya Kabupaten Sumba Barat yang mengalami sedikit peningkatan stunting meskipun hanya 0.6 % yaitu dari 22,7 % periode Februari 2022 atau 2.306 balita menjadi 23,3 % atau 2.611 balita periode Agustus 2022,” kata Ruth Laiskodat.
Menurut dia, upaya dan strategi agar target percepatan penurunan stunting terwujud yakni dengan fokus pada operasi timbang dengan tujuan seluruh sasaran di NTT dapat tercaver untuk timbang berat badan dan ukur panjang dan tinggi badan sebagai deteksi dini pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita.
Strategi yang dilakuka pemerintah NTT, sebut dia, antara lain: Gubernur NTT mengeluarkan Surat Edaran Nomor BU.440/63/Dinas Kesehatan/I/2022 kepada para bupati walikota se-NTT tentang Pelaksanaan Operasi Timbang, Membentuk Tim Operasi Timbang di tingkat kabupaten dengan melibatkan OPD terkait. Juga di tingkat Puskesmas dengan jumlah tim sebanyak 3 tim. “Satu tim terdiri dari tiga orang yaitu Tenaga Gizi, Bidan dan Perawat atau Tenaga Kesehatan lainnya,” katanya.
Selain itu, jelas dia, juga dilakukan peningkatan kapasitas dan ketrampilan petugas menggunakan alat antropometri terstandart, dan penguatan melalui zoom meeting dua kali dalam sehari selama tiga hari agar semua tenaga gizi, bidan serta tenaga kesehatan lainnya di 436 Puskesmas mendapatkan informasi cara penggunaan alat ukur yang terstandart dan informasi lain terkait penginputan data serta pelaksanaan sweeping jika ada sasaran yang tidak datang saat operasi timbang.
Dia menyebutkan, hingga saat ini jumlah alat ukur terstandart yang ada di NTT sebanyak 4.427 set dari 436 puskesmas yang tersebar di 22 kabupaten/kota. “Tahun 2023 ini akan ditambahkan lagi 5.496 set, sehingga total menjadi 9.923 set alat terstandart, yang nantinya 1 posyandu bisa memiliki 1 set,” kata Ruth.
Layak
Dia juga menjelaskan, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merekomendasikan kegiatan pengumpulan data status gizi melalui operasi timbang di bulan Februari dan Agustus, sebagai kegiatan statistik dari BPS setelah melakukan pengisian yang dipersyaratkan melalui Aplikasi e-Romantik (elektronik-Rekomendasi Kegiatan Statistik).
Menurut Ruth, setelah melalui proses pengawasan dan penilaian dari BPS NTT, pada 20 Januari 2023 lalu melalui surat nomor B-015/53563/OT.130/01/2023, ditetapkan bahwa Data Hasil Operasi Timbang di NTT yang telah diolah menggunakan Aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM), dinyatakan LAYAK.
“Berdasarkan surat itu, Pemerintah NTT melalui Dinas Kesehatan bersama Dinas Kominfo Provinsi NTT yang ditunjuk sebagai Wali Data Pemerintah NTT, untuk melakukan publikasi data stunting tahun 2022 pada 28 Februari 2023 yang termuat dalam website Dinas Kominfo Provinsi NTT,” tegas mantan Kepala BPOM Kupang ini.
“Kerja kolaboratif di NTT oleh semua pihak mulai dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat dan Forkopimda, Nakes, kader dan semua elemen masyarakat yang terlibat, sangat menunjang percepatan penurunan stunting. Target 2023 Nasional 14 % dan target RPJMD NTT 10-12 %,” tambah dia.
Tingkatkan Kerjasama
Pada bagian lain Ruth Laiskodat menekankan, pentingnya kerjasama antar stakeholder untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi di NTT. Sebab, Program Kesehatan Ibu dan Anak memiliki cakupan program yang sangat luas meliputi pelayanan Continum Of Care mulai sejak bayi dalam kandungan sampai pada masa lansia. Maka penanganan masalahnya pun harus dikolaborasi secara adekuat dan memadai oleh seluruh komponen yang peduli pada pelayanan Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat.
Menurut dia, jumlah kematian ibu di NTT mengalami penurunan 10 kasus dalam 2 tahun yaitu 181 kasus tahun 2021 turun menjadi 171 kasus tahun 2022. “Kabupaten dengan jumlah kematian ibu tertinggi (selalu muncul dalam 2 tahun terakhir) adalah Timor Tengah Selatan, Kupang, Manggarai Timur, Manggarai, Sumba Barat Daya dan Sumba Timur,” katanya.
Tren Kematian Ibu
Dijelaskan, jumlah kematian bayi di NTT masih terus meningkat, terjadi peningkatan 184 kasus yaitu 955 kasus kematian bayi tahun 2021 naik menjadi 1.139 kasus tahun 2022. Penyebab utama kematian bayi adalah karena Asfiksia (27%), BBLR (18%), kelainan bawaan (8%), Pneumonia (7%), gangguan lainnya (6%), masalah sosial, budaya dan ekonomi masyarakat (34%). “Kabupaten dengan jumlah kematian bayi tertinggi (selalu muncul dalam lima tahun terakhir): Timor Tengah Selatan, Manggarai, Manggarai Barat, Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Timor Tengah Utara,” sebut Ruth.
Tren Kematian Bayi
Sementara itu, jelas dia lagi, kematian ibu dan anak yang masih tinggi dan selalu fluktuatif setiap tahun di NTT telah melatarbelakangi lahirnya Strategi Revolusi KIA. Pada 2009, jumlah kematian ibu dan bayi di NTT mulai mengalami penurunan secara signifikan walaupun untuk kematian bayi masih sulit ditekan. Kekuatan dalam upaya penurunan Kematian Ibu dan Bayi di NTT adalah adanya payung hukum Pergub No.42 Tahun 2009 tentang Strategi Revolusi KIA NTT, Perda No.1 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan KIA di NTT, Pembentukan Pokja Pencegahan dan penanganan AKI-AKB dan Stunting di Provinsi NTT, serta berbagai pedoman dan petunjuk pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Dijelaskan lagi, strategi Revolusi KIA NTT telah memberikan dampak sangat berarti melalui penggerakan kepada ibu hamil untuk melahirkan di fasilitas kesehatan yang memadai. Semangat juang Revolusi KIA telah memberikan spirit kepada semua lintas sektor untuk sama-sama berpikir dan bertindak meningkatkan kualitas pelayanan KIA guna menurunkan kematian ibu dan bayi. (MN/nttsatu)