KUPANG. NTTsatu.com – Undang-Undang No. 11 Tahun2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) merupakan payung hukum bagi masyarakat terkait persoalan yang dihadapi oleh anak.
Lurah Naikaoten I ,Kecamatan Kota Raja Kota Kupang, Kunibertus G. Gai mengatakan itu ketika membuka acara soasialisasi Undang-Undang SPPA di aulah kantor Lurah Naikoten I, Selasa, 08 September 2015.
Sosialisasi ini diselenggarakan oleh Lembaga Rumah Perempuan Kupang dengan didukung AIPJ, Sosialisasi itu menghadirkan dua narasumber yakni, Ansy Damaris Rihi Dara selaku Direktris LHP APIK NTT, dan Marciana D.Djone selaku Kapala Bidang HAM Kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTT dengan moderator, Direktris Lembaga Rumah Perempuan Kupang, Libby Ratuarat-Sinlaeloel. Seentara peserta yang hadir sebanyak 30 orang terdiri para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda, ketua RT/RW dan pihak kelurahan,serta kepolisian.
Kunibertus mengatakan, sosialisasi ini sangat penting karena sebagai pegangan bagi warga terkait persoalan tindak pidana yang dihadapi oleh anak-anak. Karena ada hal-hal yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat jika anaknya berhadapan dengan hukum.
Direksi Lembaga Rumah Perempua Kupang,Libby Ratuarat-Sinlaeloe selaku penyelenggara kegiatan mengatakan, sosialisasi UU SPPA ini sangat mendapat perhatian serius dari pemerintah kota terutama pemerintah kelurahan. Karena UU SPPA ini setelah terdaftar sebagai dokumen negara ,tentunya masih banyak masyarakat yang belum mengatehui. Karena itu perlu dilakukan sosialisasi di tingkat pemerintah daerah terlebih khusus ditingkat pemerintahan kelurahan.
Sementara Direktris LHP APIK NTT ,Ansy Damaris RIHI Dara mengatakan, ruang lingkup pengaturan dalam UU ini adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadap dengan hukum ,mulai dari penyelidikan sampai dengan tahapan pembimbingan setelah menjalani pidana.
Sedangkan Marciana D.Djone mengatakan, secara ideal seorang anak diharapkan dapat bersosialisasi dengan baik,dengan siapa saja, Namun dalam kenyataan, kondisi ini tidak dapat dicapai kerana seorang anak tidak mungkin luput dari persoalan dalam kehidupannya.
“Melalui UU ini tentunya diharapkan bagaimana agar dalam perlindungan anak bila berhadapan dengan hukum bisa mendapat titik damai terhadap korban dan pelaku serta keluarga korban dan pelaku. Karena jika tidak maka jika masuk lapas, hak sebagai anak diambil negara yang mengaturnya mulai jam makan, istirahan dan sebagainya,” katanya.(rif/bp)