PADA ruas serambi rumahmu, ribuan asa melantun merdu. Para Politis sedang berdiskusi tentang who’s in lead after this.
Dia terus berjalan mengikuti panggilan jiwa, menyusuri tapak demi tapak bisikan kalbu. Yohanes De Rosari, sosok ini sangat familiar, komunikatif, dinamis dan rendah hati. Kolega serta rekan-rekannya selalu menaruh “hormat” lantaran kepiawainnya membiduk rumah tangga DPRD Kabupaten Lembata. Sebagai salah satu pimpinan DPRD Lembata,
Dia mendasarkan kompas politiknya pada sejumlah regulasi dan peraturan perundang-undangan serta menerapkan pola kepemimpinan yang akomodatif, solutif, akuntabel dan transparan. Ibarat kata, Dia hadir memberi kesejukan, solusi dan suaka, karena itu setiap keputusan cenderung kondusif meski bukan tanpa riak.
Dia termasuk tokoh politik “sowan”, berkarakter, sopan, lemah lembut dan otodidak. Itulah yang melambungkan namanya di singgasana opinion tentang who’s in lead after this.
Tentang seorang Yohanes De Rosari yang memiliki hati selembut salju yang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Nuraninya berikrar membela kepentingan rakyat.
Foto: Terpatri dalam jiwanya “bertindak cepat demi rakyat Lembata”.
Dia berjalan mengikuti panggilan jiwa, menyusuri tapak demi tapak bisikan kalbu, setelah sebelumnya sempat berkelana di negeri jiran Tawau Sabah Malaysia.
Di negeri jiran Malaysia, kelahiran Sagu Atumatan 15 Pebruari 1960 ini membangun mimpi, berikrat menjadi DPRD Kabupaten Lembata bilah telah kembali di nagi Lembata. Ikrar itu dipasrahkan pada Tuhan. Tuhan tau, yang terbaik baginya. Kepasraan itu mendulang sukacita.
Dirinya kemudian dipercayakan sebagai anggota DPRD bahkan terpilih sebagai Ketua DPRD Lembata periode 2009-2014, lima tahun berikutnya juga terpilih lagi sebagai Wakil Ketua Ketua I DPRD Lembata periode 2014-2019.
Pasca purnatugas di DPRD Lembata, Alumnus Universitas Kartini Surabaya ini dipercayakan masyarakat DAPIL NTT VI sebagai anggota DPRD Provinsi NTT dari Partai Golkar. Tugas ini diterima sebagai tugas perutusn “inilah aku, utuslah aku”, karena sesungguhnya panggilan menjadi DPRD tak lebih dari panggilan merasul via Dolorosa, jalan salib dalam bentuk pengorbanan, kesulitan, tantangan bahkan kegagalan.
Meski telah melambung, suami Elisabeth Silimalar ini tetap berkarakter berseru mengajak seluruh elemen masyarakat untuk sejenak merefleksikan perjalanan otonomi Lembata agar tidak terjebak dalam kerangka berpikir pragmatis, primodial dan sentimental. Itulah yang membuat dirinya diterima secara utuh ditana Lepan Batan Keroko Puken.
Sebagai politisi, mantan Ketua DPD II Partai Golkar Lembata tiga periode ini tak pernah lelah meniti hari mendulang ilmu, menambah pengalaman dalam meniti karir.
Berbagai workshop, pelatihan dan seminar tak luput dari jepretannya. Belum lagi refrensi berupa literature, buku-buku dan pamphlet. Semua itu dilakukan dalam khasana menjaga jarum timbangan antara pemerintah dan DPRD, juga sebagai bagian lain merespon kebutuhan masyarakat yang harus diletakan diatas segala-galanya. Minimal bisa tampil sebagai sungai pemberi kesegaran, jembatan bagi suara yang tak bersuara, menjaga harmonisasi dan tali silatuhrahmi antar golongan dan kelompok etnis, dan tampil pasti menyuarakan kebenaran dan keadilan.
“Tempora Mutantur et Nos Mutamur in Illis”
Benar-benar otodidak. Itulah kata-ķata yang selalu terungkap dari mutut sang Yohanes. Selamat berjuang sahabatku.
Embun ditepi tasik. ESON DAI