๐‘ด๐‘ฌ๐‘พ๐‘จ๐‘ช๐‘จ๐‘ต๐‘จ๐‘ฒ๐‘จ๐‘ต (๐‘น๐‘ฌ)๐‘ท๐‘ถ๐‘บ๐‘ฐ๐‘บ๐‘ฐ ๐‘ผ๐‘บ๐‘ฒ๐‘ผ๐‘ท (๐‘จ๐‘ฎ๐‘ผ๐‘ต๐‘ฎ)

0
784

Oleh : Robert Bala

Tahun 1997 saat pertama kali menginjakkan kaki di Paraguay, saya melihat hal baru dalam kaitan dengan uskup. Setelah bertugas beberapa tahun di satu dioses, seorang uskup sufragan bisa dipindahkan ke keuskupan lain. Sebuah hal yang baru karena sejauh yang saya tahu, di Indonesia, jabatan uskup seumur hidup di satu dioses.

Ada pengalaman lain. Paraguay yang hanya memiliki satu Keuskupan Agung Asunsion, harus melewati proses alot untuk memilih salah satu dari uskup sufragan yang ada menjadi Uskup Agung. Bisa dipahami. Keuskupan metropolitan biasanya mencakup sebuah wilayah yang jauh lebih besar yang bisa dikaitkan dengan level pemerintahan yang lebih luas. Untuk Paraguay misalnya meliputi sebuah negara. Karena itu jabatan Uskup Agung diberikan kepada uskup terbaik yang diharapkan dapat mewakili keseluruhan gereja lokal dalam relasi pemerintah dan negara.

Dua fakta kecil menjadi latar belakang tulisan ini: Apa mungkin diadakan โ€˜penyegaran posisi uskupโ€™ sehingga jabatannya tidak menjadi kekal di satu keuskupan? Juga apakah perlu merancang lebih jauh tentang peran seorang Uskup Agung? Pertanyaan ini tentu saja tidak bersifat kanonis. Ia hanya sekadar โ€˜omon-omonโ€™ yang didasarkan pada โ€˜akal sehatโ€™ dengan membandingkan pemerintahan gerejawi dengan pemerintahan duniawi.

Tentu saja perbandingan seperti ini dianggap mengada-ada. Sebuah penilaian yang benar. Pemerintahan gerejawi dianggap bersifat spiritual jauh dari pemerintahan duniawi yang penuh dengan trik dan intrik. Tetapi harus diakui juga bahwa baik yang memimpin (gereja maupun pemerintah) tetap manusia dengan godaan kemanusiaan yang bersifat terbuka dan dalam banyak hal sudah terbukti. Karena itu mewacanakan reposisi tentu bisa diterima, meski mungkin bagi banyak orang dianggap aneh dan mengada-ada.

๐‘ป๐’†๐’“๐’๐’‚๐’๐’– ๐‘ณ๐’‚๐’Ž๐’‚

Bila merujuk pada Kitab Hukum Kanonik (KHK) No 378 – ยง 1 3ยบ, maka dianggap wajar secara manusiawi tentang umur seorang uskup minimal 35 tahun. Untuk jabatan pemerintahan, umur seperti itu dianggap matang. Artinya saat terpilih jadi uskup minimal ia telah menjadi imam 6 โ€“ 7 tahun (mengingat seorang imam ditahbiskan di usia 26 โ€“ 28 tahun. Dengan jenjang waktu itu, seorang kandidat sudah ditelusuri dan diakui memiliki ๐‘–๐‘š๐‘Ž๐‘› ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘ก๐‘’๐‘”๐‘ขโ„Ž, ๐‘š๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘™ ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘Ž๐‘–๐‘˜, ๐‘˜๐‘’๐‘ ๐‘Ž๐‘™๐‘’โ„Ž๐‘Ž๐‘›, ๐‘๐‘’๐‘Ÿโ„Ž๐‘Ž๐‘ก๐‘–๐‘Ž๐‘› ๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘—๐‘–๐‘ค๐‘Ž-๐‘—๐‘–๐‘ค๐‘Ž (๐‘ง๐‘’๐‘™๐‘ข๐‘  ๐‘Ž๐‘›๐‘–๐‘š๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ข๐‘š), ๐‘๐‘ข๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘–๐‘—๐‘Ž๐‘˜๐‘ ๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘Ž๐‘›, ๐‘˜๐‘’๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘“๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘’๐‘ข๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž๐‘Ž๐‘›-๐‘˜๐‘’๐‘ข๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘Ž๐‘›๐‘ข๐‘ ๐‘–๐‘Ž๐‘ค๐‘–, ๐‘ ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘š๐‘–๐‘™๐‘–๐‘˜๐‘– ๐‘ ๐‘–๐‘“๐‘Ž๐‘ก-๐‘ ๐‘–๐‘“๐‘Ž๐‘ก ๐‘™๐‘Ž๐‘–๐‘› ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘œ๐‘๐‘œ๐‘˜ ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘š๐‘’๐‘™๐‘Ž๐‘˜๐‘ ๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘—๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘› ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘ ๐‘’๐‘๐‘ข๐‘ก.

Tetapi persoalannya, jabatan โ€˜duniawiโ€™ dibatasi sampai seseorang berusia 60 tahun. Bahkan saat berumur 59 tahun sudah melewati Masa Persiapan Pensiun. Lebih lagi jabatan โ€˜duniawiโ€™ hanya diberi ruang sampai 2 kali periode. Karena itu bila seseorang terpilih untuk sebuah jabatan pemerintahan pada usia 35 tahun, paling-paling ia bertahan sampai 10 tahun.

Hal ini berbeda dengan jabatan seorang uskup. Usia pensiun uskup adalah 75 tahun. Bila uskup terpilih saat berumur 35 tahun, maka ia bakal menjadi uskup selama 40 tahun. Pertanyaannya apakah hal itu wajar dan manusiawi? Sekali lagi orang akan bilang, itu โ€˜jabatan ilahiโ€™. Tetapi apakah setiap orang begitu suci, sederhana,bijaksana dan tidak otoriter serta murah hati seperti Uskup Gregorius Monteiro, SVD Uskup (Agung) Kupang, sehingga meski menjadi uskup selama 30 tahun (1967-1997), banyak orang yang masih merindukan kehadirannya?

Bukan rahasia bahwa adalah manusiawi kalau ada masalah antara para imam dengan uskupnya. Tetapi tidak selalu berarti ketika terjadi masalah, yang menjadi penyebab adalah para imam (atau imam tertentu). Adalah mannusiawi juga berpendapat bahwa persoalan itu bisa terjadi karena kekuasaan yang terlalu lama seorang uskup di sebuah keuskpan.

Jelasnya ketika ada persoalan, selalu yang dipermaslahakan adalah imamnya (bukan uskup). Nyaris uskup bisa dipersalahkan karena selalu kanonik, Uskup memiliki kekuasaan legislatif, yudikatif, dan tentu saja eksekutif (KHK 391 ยง1). Kuasa legislatif dijalankan Uskup sendiri; kuasa eksekutif dijalankan baik sendiri maupun lewat Vikaris jenderal atau episkopal menurut norma hukum; kuasa yudisial dijalankan baik sendiri maupun lewat Vikaris yudisial dan para hakim menurut norma hukum (KHK 391 ยง2).

Kita bersyukur, dengan posisi yang kuat, karean dilandasi refleksi dan kontrol diri yang kuat maka jarang terjadi praktik kekuasaan yagn otoriter dari para uskup. Mereka tidak syok berkuasa. Tetapi tentu saja ada segelintir kecil yang kadang masih jauh dari harapan dan mempraktikkan kekuasaan bak seorang raja kecil. Para imam yang ada di sana pun kerap dilanda rasa takut hal mana manusiawi juga berhadapan dengan pemimpin yang melakukan pemerintahan โ€˜berlebihanโ€™.

Uskup Metropolitan

Wacana lain tentang posisi Uskup Agung atau yang dikenal dalam KHK seperti Uskup Metropolitan. Ungkapan ini terasa aneh ketika mendengar misalnya Kupang atau Ende karena ada Uskup Aung disebut uskup metropolitan. Tetapi ungkapan ini mengarah kepada konsekuensi bahwa sebuah Keuskupan Agung mencakup daerah yang lebih luas dan sentral. Tentu saja posisi ini di Nusa Tenggara bisa disamakan dengan sebuah provinsi.

Yang jadi pertanyaan, mengapa Ende disebut Keuskupan Agung? Ende sudah menjadi pusat pemerintahan gerejawi bahkan sejak Indonesia merdeka yakni tahun 1913 saat menjadi Prefek Apostolik Kepualaun Sunda Kecil hingga kemudian menjadi Vikaris Apostolik. Ende menjadi Keuskupan Agung pada masa Uskup Gabariel Manek (1961-1968) yang mencakup uskup sufragan: ๐ท๐‘’๐‘›๐‘๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž๐‘Ÿ (1950), ๐ฟ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜๐‘Ž (1951), ๐‘…๐‘ข๐‘ก๐‘’๐‘›๐‘” (1951), ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘’๐‘š๐‘ข๐‘‘๐‘–๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘’๐‘ข๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘๐‘Ž๐‘› ๐‘Š๐‘’๐‘’๐‘ก๐‘’๐‘๐‘ข๐‘™๐‘Ž (1959), ๐พ๐‘’๐‘ข๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘๐‘Ž๐‘› ๐พ๐‘ข๐‘๐‘Ž๐‘›๐‘” (1967), ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘€๐‘Ž๐‘ข๐‘š๐‘’๐‘Ÿ๐‘’ (2005). ๐พ๐‘’๐‘ข๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘๐‘Ž๐‘› ๐พ๐‘ข๐‘๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘˜๐‘’๐‘š๐‘ข๐‘‘๐‘–๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘—๐‘Ž๐‘‘๐‘– ๐พ๐‘’๐‘ข๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘๐‘Ž๐‘› ๐ด๐‘”๐‘ข๐‘›๐‘” (23 ๐‘‚๐‘˜๐‘ก๐‘œ๐‘๐‘’๐‘Ÿ 1989 ) ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘๐‘Ž๐‘˜๐‘ข๐‘ ๐‘˜๐‘’๐‘ข๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ ๐‘ข๐‘“๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐ด๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘๐‘ข๐‘Ž, ๐‘Š๐‘’๐‘’๐‘ก๐‘’๐‘๐‘ข๐‘™๐‘Ž ๐‘˜๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘’๐‘›๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘๐‘œ๐‘ ๐‘–๐‘ ๐‘– ๐พ๐‘ข๐‘๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘ ๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘”๐‘Ž๐‘– ๐ผ๐‘๐‘ข ๐พ๐‘œ๐‘ก๐‘Ž ๐‘๐‘Ÿ๐‘œ๐‘ฃ๐‘–๐‘›๐‘ ๐‘–.

Pertanyaannya, apakah seorang bisa langsung ditahbiskan menjadi Uskup Agung tanpa harus melewati posisi sebagai uskup sufragan? Pertanyaan ini mudah dijawab saat pertama kali dibentuk Keuskupan Aung Ende tahun 1961. Saat itu langsung dipilih uskup terbaik dari keuskupan yang ada. Uskup Gabriel Manek SVD yang saat itu sudah 10 tahun menjadi uskup sufragan Larantuka terpilih menjadi Uskup Agung merupakan pengakuan akan jabatan sentral dari seorang Uskup Agung yang terpilih dari uskup yang ada di wilayah provinsi gerejawi yang ada.

Di sini kita bisa mengerti, mengapa seorang Uskup Agung perlu dipilih dari uskup-uskup sufragan yang ada? Ini karena posisi yang ditekankan dalam KHK 436 – ยง 1. Dijelaskan, ๐’•๐’–๐’ˆ๐’‚๐’” ๐’…๐’‚๐’“๐’Š ๐’”๐’†๐’๐’“๐’‚๐’๐’ˆ ๐‘ผ๐’”๐’Œ๐’–๐’‘ ๐‘จ๐’ˆ๐’–๐’๐’ˆ (๐’–๐’”๐’Œ๐’–๐’‘ ๐’Ž๐’†๐’•๐’“๐’๐’‘๐’๐’๐’Š๐’•๐’‚๐’) ๐’ƒ๐’Š๐’”๐’‚ ๐’Ž๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’…๐’‚๐’Œ๐’‚๐’ ๐’—๐’Š๐’”๐’Š๐’•๐’‚๐’”๐’Š ๐’Œ๐’‚๐’๐’๐’๐’Š๐’Œ ๐’Œ๐’† ๐’Œ๐’†๐’–๐’”๐’Œ๐’–๐’‘๐’‚๐’ ๐’”๐’–๐’‡๐’“๐’‚๐’ˆ๐’‚๐’ (2ยบ) ๐’…๐’‚๐’ ๐’ƒ๐’Š๐’”๐’‚ ๐’Ž๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’๐’ˆ๐’Œ๐’‚๐’• ๐’‚๐’…๐’Ž๐’Š๐’๐’Š๐’”๐’•ra๐’•๐’๐’“ ๐’…๐’Š๐’๐’”๐’†๐’”๐’‚๐’ ๐’ƒ๐’Š๐’๐’‚ ๐’Œ๐’†๐’–๐’”๐’Œ๐’–๐’‘๐’‚๐’ ๐’Š๐’•๐’– ๐’๐’๐’˜๐’๐’๐’ˆ (3ยบ).

Untuk gereja NTT, posisi seperti ini rupanya tidak menajdi prioritas ketika Uskup Turang diangkat langsung menjadi Uskup Agung (meski dengan hanya setahun jadi uskup koajutor. Hal yang sama terjadi dengan uskup Longginus da Cunha (1996) yang langsung menjadi Uskup Agung. Demikian juga Uskup Vinsensius Potokota (1997) yang menjadi Uskup Agung dengan hanya 2 tahun jadi uskup sufragan Maumere.

Dari uraian ini bisa ditarik kesimpulan bahwa reposisi Uskup (Agung) bila mengikuti Kitab Hukum Kanonik mestinya perlu diwacanakan. Tetapi โ„Ž๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ข๐‘  ๐‘‘๐‘–๐‘Ž๐‘˜๐‘ข๐‘– ๐‘๐‘Žโ„Ž๐‘ค๐‘Ž ๐‘—๐‘ข๐‘”๐‘Ž ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘‘๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘ก ๐‘–๐‘š๐‘Ž๐‘š-๐‘–๐‘š๐‘Ž๐‘š โ„Ž๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘ก ๐‘ ๐‘’๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘– ๐‘ˆ๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘ ๐‘‡๐‘ข๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘”, ๐‘ˆ๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘ ๐ฟ๐‘œ๐‘›๐‘”๐‘”๐‘–๐‘›๐‘ข๐‘ , ๐‘ˆ๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘ ๐‘†๐‘’๐‘›๐‘ ๐‘–, ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘–๐‘›๐‘– ๐‘ˆ๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘ ๐‘ƒ๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘’๐‘›๐‘œ๐‘›๐‘– ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘–๐‘ ๐‘Ž ๐‘‘๐‘–๐‘ก๐‘Žโ„Ž๐‘๐‘–๐‘ ๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘™๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘ ๐‘ข๐‘›๐‘” ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘—๐‘Ž๐‘‘๐‘– ๐‘ˆ๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘ ๐ด๐‘”๐‘ข๐‘›๐‘”. ๐‘‡๐‘’๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘– ๐‘˜๐‘’ ๐‘‘๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘›๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐บ๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘—๐‘Ž ๐ผ๐‘›๐‘‘๐‘œ๐‘›๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘Ž ๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘ข๐‘š๐‘ข๐‘š๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘œ๐‘ฃ๐‘–๐‘›๐‘ ๐‘– ๐บ๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘—๐‘Ž๐‘ค๐‘– ๐‘๐‘ข๐‘ ๐‘Ž ๐‘‡๐‘’๐‘›๐‘”g๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘™๐‘ข ๐‘š๐‘’๐‘š๐‘๐‘’๐‘Ÿโ„Ž๐‘Ž๐‘ก๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘๐‘Žโ„Ž๐‘ค๐‘Ž ๐‘๐‘œ๐‘ ๐‘–๐‘ ๐‘– ๐‘ก๐‘Ž๐‘ค๐‘Ž๐‘Ÿ ๐‘”๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘—๐‘Ž ๐‘‘๐‘– ๐‘™๐‘’๐‘ฃ๐‘’๐‘™ ๐‘˜๐‘Ž๐‘๐‘ข๐‘๐‘Ž๐‘ก๐‘’๐‘› ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘ข ๐‘๐‘Žโ„Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘๐‘Ÿ๐‘œ๐‘๐‘–๐‘›๐‘ ๐‘– ๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘—๐‘Ž๐‘‘๐‘– ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘–๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘๐‘’๐‘›๐‘’๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ˆ๐‘ ๐‘˜๐‘ข๐‘ ๐ด๐‘”๐‘ข๐‘›๐‘”.

Pada sisi lain, mestinya dalam level provinsi gerejawi perlu dipikirkan adanya rolling uskup agar seorang uskup tidak terlalu lama bertakhta di sebuah keuskupan. Perlu dipikirkan agar setalah 2 atau 3 periode, seorang uskup bisa mendaptkan penyegaran baru dengan ditempatkan pada keuskupan lain. Hal ini sudah terbukti dengan pemindahan Uskup Manek dari Larantuka ke Ende dan Uskup Vitalis Jebarus SVD dari Ruteng ke Denpasar. Hal itu akan baik untuk uskup dan juga terutama bagi umat agar tidak merasa jenuh dengan kepempiminan seorang uskup yang kadang oleh kemanusiawiannya menjadi kendala baik bagi dirinya maupun umat yang dipimpin. Hal seperti ini tentu perlu menjadi pertimbangan agar diadakan penyegaran.

Yang lebih penting, jabatan uskup seperti ini ๐’‘๐’†๐’“๐’๐’– ๐’…๐’Š๐’‘๐’Š๐’Œ๐’Š๐’“๐’Œ๐’‚๐’ ๐’“๐’๐’•๐’‚๐’”๐’Š ๐’…๐’‚๐’ ๐’ƒ๐’‚๐’•๐’‚๐’”. ๐‘ด๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’‘๐’‚? ๐‘ฒ๐’‚๐’“๐’†๐’๐’‚ ๐’ƒ๐’‚๐’‰๐’Œ๐’‚๐’ ๐‘ฒ๐‘ฏ๐‘ฒ ๐’Š๐’๐’Š ๐’Ž๐’†๐’๐’†๐’Ž๐’‘๐’‚๐’•๐’Œ๐’‚๐’ ๐’‹๐’‚๐’ƒ๐’‚๐’•๐’‚๐’ ๐’‘๐’†๐’Ž๐’Š๐’Ž๐’‘๐’Š๐’ ๐’ˆ๐’†๐’“๐’†๐’‹๐’‚ ๐’…๐’‚๐’๐’‚๐’Ž ๐’ƒ๐’–๐’Œ๐’– ๐‘ฐ๐‘ฐ ๐’…๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’ ๐’‹๐’–๐’…๐’–๐’ ๐‘ผ๐‘ด๐‘จ๐‘ป ๐‘จ๐‘ณ๐‘ณ๐‘จ๐‘ฏ. ๐‘ฐ๐’•๐’– ๐’‚๐’“๐’•๐’Š๐’๐’š๐’‚ ๐’”๐’†๐’๐’“๐’‚๐’๐’ˆ ๐’Š๐’Ž๐’‚๐’Ž, ๐’–๐’”๐’Œ๐’–๐’‘, ๐’Œ๐’‚๐’“๐’…๐’Š๐’๐’‚๐’, ๐’ƒ๐’‚๐’‰๐’Œ๐’‚๐’ ๐’‘๐’‚๐’–๐’” ๐’‘๐’–๐’ ๐’Ž๐’‚๐’”๐’Š๐’‰ ๐’ƒ๐’‚๐’ˆ๐’Š๐’‚๐’ ๐’–๐’Ž๐’‚๐’• ๐‘จ๐’๐’๐’‚๐’‰ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’•๐’†๐’๐’•๐’– ๐’”๐’‚๐’‹๐’‚ ๐’‘๐’–๐’๐’š๐’‚ ๐’Œ๐’†๐’–๐’๐’ˆ๐’ˆ๐’–๐’๐’‚๐’ ๐’…๐’‚๐’ ๐’Œ๐’†๐’–๐’•๐’‚๐’Ž๐’‚๐’‚๐’ ๐’•๐’†๐’•๐’‚๐’‘๐’Š ๐’‹๐’–๐’ˆ๐’‚ ๐’Ž๐’‚๐’”๐’Š๐’‰ ๐’”๐’†๐’ƒ๐’‚๐’ˆ๐’‚๐’Š ๐’Ž๐’‚๐’๐’–๐’”๐’Š๐’‚ ๐’…๐’‚๐’ ๐’Œ๐’‚๐’“๐’†๐’๐’‚ ๐’Š๐’•๐’– ๐’‘๐’†๐’“๐’๐’– ๐’…๐’Š๐’‹๐’‚๐’ˆ๐’‚ ๐’…๐’†๐’๐’ˆ๐’‚๐’ ๐’‘๐’†๐’Ž๐’ƒ๐’‚๐’•๐’‚๐’”๐’‚๐’. ๐‘ฒ๐’‚๐’“๐’†๐’๐’‚ ๐’Š๐’•๐’– ๐’‚๐’๐’†๐’Œ๐’‚ ๐’‘๐’†๐’Ž๐’ƒ๐’‚๐’•๐’‚๐’”๐’‚๐’ ๐’”๐’†๐’๐’‚๐’๐’– ๐’‘๐’๐’”๐’Š๐’•๐’Š๐’‡.

==========

Robert Bala. Penulis buku Homili yang Memikat. 2024. Penerbit Ledalero.

Komentar ANDA?