Oleh: Robert Bala
Saya beryukur pernah punya gurru. Ia seorang profesor, pakar tentunya, liturgi. Namanya *Prof Jesus Burgaketa*.
Pikirannya cemerlang dan brilian. Kadang terlalu majunya sehingga dapat perimgatan agar bisa kontrol lagi kebebasannya berbicara. Tetapi ia tetap ‘nakal’. Kata dia, kakau seorang dosen dilarang berbicara apalagi menerbitkannbuku gerejani terus apa yang bisa ia buat. Berbicara dan menulis adalah satuΒ²nya kekuatan seorant profesor.
Hal menarik dari Burgaleta yang membuat saya kagum dan boleh dibilang terpesona dengannya adalah kata-katanya yang begitu kuat tentang liturg. Ia bilang begini: *kalau mau buat orang paham liturgi maka jelaskan semanudiawi mungkin. Buat mereka paham dengan kataΒ² dan contoh yang manusiawi tanpa membungkus dengan hal yang jauh dari praktik hidupnya*.
Contoh sederhana kalau bilang altar itu tempat suci dan tidak boleh pakai sandal tp dengan kaki kosong maka sebenarnya yang diajarkan tentang kebersihan.
Ada hal menarik lagi. Sang profesor lulusan Prancis itu tidak.kikir beri nilai. Dia minta mahasiswa tulis sendiri msu nilai berapa. Kalau nilai yang diminta misalnya 100 meski sebenranya kualitasnya 80, ia tidak akan turunkan. Tp.kalau tulis nilai 80 tetapi kualitasnya 100, ia akan naikkan. (Saya beesyukur termasuk kategori kedua ini).
Sebagai dedikasi padanya, saya coba ungkapkan secara manusiawi tentang *Api, Saba, Air, dan Makan yang dilakukan dalam perayaan Malam Paskah.*
Begini kira-kira.
Berada di negara subtropis seperti Indonesia, tidak ada perbedaan mencolok antara cuaca panas dan dingin. Meski kadang ‘panas amat’ (ukuran kita) tetapi tidak sepanas dan sedingin seperti di Eropa. Kalau panas ya puanasss amat dan kalau dingin ya minta ampun). Itu kiranya cukup menjelaskan. Pokoknya tdk seperti yang terjadi di sini.
Khusus saat musim dingin, kebutuhan api untuk menghangatkan tubuh sangat besar. Meski sudah ada pemanas ruangan dan baju pembungkus tubuh berlapis-lapis, masih saja ada yang kurang. Semuanya akan menjadi lengkap kalau berdiang dekat api.
Dan kalau butuh api, maka semua penghuni keluarga akan menuju ke satu tempat di mana ada tempat perapian (fireplace). Orang Spanyol menyebutnya *chimenea*
Bisa terbayang kalau ada konflik dalam rumah tangga yang menyebabkan suami dan istri berjauhan. Semua merasa nyaman untuk mengurus diri untuk sebuah periode. Tetapi sangat sulit di.musim dingin seperti ini. Semua penghuni terpaksa harus berkumpul untuk mendapatkan kehangatan dari api. Di situlah terpaksa harus bertemu.
Itulah yang bisa jadi penjelasan, mengapa liturgi *Malam PASKAH* kita awali dengan liturgi api. Ia tanda bahwa ada kegelapan, keretakan, konflik yang terjadi. Setiap orang hanya melihat orang lain dalam kegelapan dan tidak menangkap wajah yang sebenarnya.
Kembali ke perapian tempat di mana kita terpaksa bertemu karena samaΒ² duduk mendekati *chimenea*.
Kalau sudah begini tentu harus ssling memandang. Tadinya maluΒ² lalu senakin lama hingga akhirnya keluarlah kataΒ². Awalnya semua masih jual mahal tetapi akhirnya dialog terjadi. Kemudian.akan ada dialog, keterbukaan, saling berbicara dan mengingatkan.
*omon-omon*, dialog, bicara dan saling mendengarkan inlah yang terjadi dalam *Liturgi SABDA*
Pada malam Paskah, liturgi sabda ini bacaannya *buaaaanyak amat* mulai dari *Kejadian, Keluaran…. dan seteruanya* Ada 7 bacaan Perjanjian Lama (biasanya sih bisa fikurangi tetapi patokannya itu 7 bacaan. Yang wajib dibaca itu Keluaran karena merupakan Paskah Pertama. Masih ditambah sebagai puncak, epistola dan Injil.
Panjang amat.. Ya. Karena kita mau diingatkan begitu *complicatednya* hidup kita. Tetapi yang jauh lebih besar kasih Allah. Kita mau diingatkan bhw meski berdosa, bersalah, ingkar janji, tetapi DIA Itu SETIA.
Lalu sesudah dengar semuanya, apa yang terjadi? Kita (maksudnya saya) sadar betapa kotornya kehidupan saya. Dosa, ketidaksetiaan, kesombongan itu seperti kekotoran dalam diriku.
Terus? Kalau kotor, bau, ya *mandilah… itulah *Liturgi Babtis* di Malam.Paskah. kita butuh air untuk membersihkan yang kotor.
Tapi ingat, sebelum dibabtis, jangan sampai lupa sampaikan komitmen utk percaya pada penyelenggaraan ilahi, pada bimbingan Tuhan. Itulah ungkapan kepercayaan.
Lalu apa puncak dari semuanya? Kalau kita sudah bersahabat kembali, sudah paham dengan keadaan kita (disadarkan lewat bacaan) maka tibalah *saatnya kita rayakan dengan gembira. Puncak kegembiraan itu ada dalam ekaristi. Itulah *puncak dari perayaan Paskah.*
Itulah liturgi kita yang begitu kaya. Berdyukur punya gereja dengan kekayaan liturgi seperti ini meski kadan penjelasannya terlalu tinggi. *Gracias Burgaleta, Yo te quiero, mi Amigo y maestro* (Terima kasih Burgaleta, saya cinta kamu, kawan dan guruku).
=========
Robert Bala. Penulis buku HOMILI YANG MEMIKAT. Penerbit Ledalero Maret 2024