Marianus Sae Kisahkan Kehidupan Masa Lalunya

0
472
Foto: Cagub dan cawagub NTT, Marianus Sae dan Emi Nomleni didampingi koordinator tim relawam John Sarong saat dijemput di jalan masuk menuju sekretariat Relwan MS-Emi di Oebufu, Sabtu, 06 Januari 2018

NTTsatu.com – KUPANG – Calon Gubernur NTT yang diusung PDI Perjuangan dan PKB, Marianus Sae, hari ini mengujungi sekretariat tim relawan MS-Emi di kelurahan Oebufu Kota Kupang. Di hadapan puluhan orang yang hadir, Marianus memulai sambutannya dengan mengisahkan kelamnya masa lalu yang dihadapinya.

“Awalnya saya yakni sekitar 95 persen orang Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak mengenal saya.  Namun kebetulan saya menjadi Bupati Ngada sehingga banyak yang mengenal saya,” kata Marianus Sae membuka kisah hidup masa kecilnya.

Marianus mengaku sebagai anak yatim piatu. Pada usia empat tahun Marianus diambil tanta dan dan paman untuk dipelihara di Mangulewa sekitar 6 km arah timur Kota Bajawa.

“Selama itu saya hanya tahu orang tua kandung saya adalah paman dan tanta saya yang selama ini memelihara dan menyekolahkan saya. Ketika mau Sambut baru, disitulah baru saya tahu kalau mereka bukanlah orang tua kandung saya. Orang tua saya sudah meninggal dan mereka justru yang memelihara saya,” tutur Marianus.

Paman Marianus adalah seorang guru, jadi ketika pindah ke Kota Bajawa, Marianus juga ikut ke Bajawa dan melanjukan pendidikannya di Bajawa hingga masuk SMP PGRI Bajawa. Saat kelas 2, pamannya dipindahkan ke Kota Kupang. Marianus tinggal sendiri di Bajawa. Saat itulah dia memutuskan untuk berhenti sekolah dan pulang ke kampung mengerjakan sawah sebagai petani.

“Saya menjadi petani di desa selama lima tahun sehingga saya benar-benar merasakan suka dukanya hidup para petani kecil di desa,” kenangnya.

Kemudian pada tahun 1980 Marianus kecil memutuskan untuk merantau ke kota Bajawa. Semula sebagai seorang konjak bem bernama

Bukit Indah. Upahnya pas untuk makan sehari-hari.

Selanjutnya tahun 1981, Marianus menemui seorang yang sedang mencetak batu bata. Dia menawarkan diri untuk bekerja sebagai pencetak batu bata, dia diterima dengan upah Rp 500/hari. Saat sedang bekerja itulah niatnya untuk melanjutkan sekolah mulai tumbuh lagi. Atas ijin majikannya, dia melanjutkan sekolah di SMP PGRI Bajawa hingga lulus. Konsekuensinya, karena dia hanya bekerja setengah haru saja maka upahnya hanya Rp 250/hari.

“Saya jalani saja. Pagi kerja batu bata, sore sekolah, dan memang saya sangat cape sehingga guru-guru selalu bmarah karena saya sering mengantuk saat pelajaran. Tapi saya tabah saja menjalaninya hingga lulus,” katanya.

Tamat SMP, dia masuk ke SMA Negeri Bajawa dan tetap menjalani pekerjaannya sebagai pencetak batu bata. Hanya lebih baik karena seklahnya pagi hari dan pulang sekolah baru kerja mulai jam 14.00 hingga 19.00 malam setiap hari kecuali hari minggu.

“Saya memang harus tetap kerja untuk menghidupi diri saya dan membayar uang sekolah saya yang saat itu sebesar Rp 6.000/tahun. Saya akhirnya tamat di SMA Negeri Bajawa. Setelah tamat saya melanjutkan kuliah di Kupang namun tidak selesai alias drop out,” kenangnya.

Gagal mencapai sarjana, Marianus memutuskan untuk merantau ke Denpasar, Bali. Di sana dia muai bekerja sebagai celaning service di sebuah perusahan. Perlahan namun pasti, perjuangan yang diakuinya lebih karena kuasa Tuhan Marianus bisa terus menedkuni pekerjaa itu hingga sukses.

“Perlahan-lahan sy kerja dengan tabah hingga pada bulan Pebruari 1990 saya diangkat menjadi Kepala Cabang yang tentunya mulai dari jabatan-jabatan dibawahnya. Dari situ saya mulai membangun usaha sendiri dan usaha itu berjalan lancar dan memberikan penghasilan yang cukup sebagai modal untuk berjuang ke depannya,” ungkapnya.

Tahun 1996 Marianus kembali ke Bajawa dan mulai merencanakan usahanya di tanah kelahirannya itu. Di desa dia melihat betapa susahnya orang tua menyekolahkan anak-anaknya, karena itu pada tahun 2006 dia membangun sebuah sekolah gratis untuk bisa membantu warga desa.

Selain seklah gratis, Marianus juga mulai menjalani usaha ternak dan pengembangan kayu yang sudah mencapai 70 ha lebih. Dia semakin intens bersama masyarakat desa untuk merencanakan usaha-usaha ekonomi produktif di desa-desa di Ngada.

Kemudian tahun 2010 dia diminta masyarakat untuk mencalonkan diri menjadi Bupati Ngada. Dorongan masyarakat desa itu ternyata membuahkan hasil sehingga dia terpilih menjadi bupati Ngada periode pertama 2010-2015.

“Waktu maju menjadi calon bupati, saat itu saya seorang diri yang berijaxah SMA sementara yang lain itu sarjana semua. Tapi Tuhan memang memilih saya yang hanya SMA ini menjadi bupati Ngada,” tutur Marianus yang disambut tepuk tangan tim relawannhya.

Selama dia memimpin Ngada periode pertama dia menawarkan program membangun Ngada mulai dari desa,  karena dengan membangun desa secara maksimal dan berhal maka kecamatan juga berhasil dan kabupaten juga berhasil.

“Sekarang saya maju menjadi calon gubernur bersama calon wakil saya Ibu Emi Nomleni. Semua yang saya lakukan di Ngada pasti akan saya lakukan di NTT. Kita ingin membangun NTT mulai dari desa,” katanya. (bp)

Komentar ANDA?