FPG Ingatkan Pemprov NTT Kaji Lebih Teliti Syarat Pinjaman Rp1,5 T

0
645
 NTTsatu.com — KUPANG — Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD NTT memberi sejumlah catatan kritis-rasional atas rencana pinjaman Pemerintah Provinsi NTT senikai Rp1,5 triliun. FPG mengingatkan pemerintah untuk lebih mengkaji syarat-syarat teknisnya.

 

Sikap politik FPG ini tertuang dalam Pemandangan Umum terhadap Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD NTT Tahun Anggaran 2020, di Ruang Sidang Utama, Selasa (8/6/2021) malam, yang dibacakan juru bicara, Drs Gabriel Manek, M.Si.

Paripurna itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Aloisius Molo Ladi didampingi Ketua DPRD Emiliana J. Nomleni, Wakil Ketua Inche Sayuna dan dihadiri Wakil Gubernur Josef A. Nae Soi dan Sekda Benediktus Polo Maing dan para pimpinan OPD.

Fraksi Partai Golkar menilai, Pemprov NTT kurang berhati-hati dalam perencanaan dan pengelolaan pinjaman daerah dan belum sepenuhnya memperhatikan prinsip efisensi dan efektifitas pengelolaan kredit atau pinjaman. “Karena senyatanya kapasitas fiskal daerah tahun 2021 cukup kuat untuk membiayai kegiatan senilai Rp 189 miliar lebih dan tidak memerlukan pinjaman dana dengan konsekuensi kehilangan dana daerah untuk membiayai bunga dan biaya lain-lain kepada PT SMI sebesar Rp 14.811.245.810,” beber Gab Manek.

Sikap politik FPG tersebut merupakan kesimpulan atas hal-hal strategis berkaitan dengan kebijakan daerah dan pengelolaan keuangan daerah. Manek menyebutkan, FPG sekedar menyegarkan kembali ingatan publik, betapa berlikunya upaya pencarian sumber pembiayaan bagi penyelesaian perbaikan ruas-ruas jalan provinsi di kabupaten/kota se-NTT.

Saat itu, FPG membentangkan kronologis berbagai upaya yang dilakukan Pemprov NTT diantaranya, pada TA 2019, Gubernur menyurati DPRD meminta persetujuan agar melakukan pinjaman daerah. “Tapi setelah dilakukan kajian, DPRD belum dapat memberikan persetujuan dan meminta Gubernur untuk melakukan pengkajian secara komprehensif melalui proposal lebih rinci. Pada TA 2020, Gubernur mengajukan pinjaman daerah yang bersumber dari Bank NTT sebesar Rp 900 miliar untuk penyelesaian perbaikan ruas-ruas jalan provinsi,” jelas Gabriel Manek.

Dalam perkembangannya lebih lanjut, setelah dilakukan asistensi yang mendalam terhadap kemampuan keuangan daerah Provinsi NTT, maka Mendagri hanya menyetujui plafon pinjaman Rp 450 miliar yang berasal dari Bank NTT sebesar Rp 150 miliar dan Bank Mandiri Rp 300 miliar. “Dan selanjutnya karena fasilitas kredit sedemikian tidak tersedia pada Bank Mandiri, maka Pemprov NTT mengalihkan permohonan kreditnya pada PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI),” ujar Gabriel Manek.

Mantan Bupati TTU ini menambahkan, pada akhirnya Pemerintah Provinsi NTT mendapatkan persetujuan kredit pada tahun 2020 yaitu dari Bank NTT sebesar Rp 150 miliar dengan suku bunga 10,5 % dan provisi 0,5 % dengan tenor 3 tahun termasuk grace period 1 tahun. “Pada tahun 2020 itu juga Pemprov NTT mencapai persetujuan kredit pinjaman dari PT SMI melalui dua buah akta perjanjian. Akta kredit pertama Rp 66.684.000.000, dan akta kredit kedua Rp 123.092.240.000, dengan suku bunga sebesar 5,32 % (flat), tenor 18 bulan termasuk 6 bulan grace period, dan comittmen fee 1 %,” tambah Gabriel.

Gab Manek mengatakan, sampai dengan Desember 2020, sesuai temuan BPK, bahwa kendati belum ada penarikan dana oleh Bendahara Umum Daerah (BUD), tetapi Pemprov NTT sudah melakukan pembayaran biaya fasilitas pembiayaan sesuai perjanjian pinjaman pembiayaan tanggal 5 Agustus 2020, biaya bunga/biaya administrasi Rp 1.707.986.160. “Hal itu berpotensi memboroskan keuangan daerah sehingga cenderung merugikan keuangan daerah,” katanya.

Fraksi Partai Golkar juga mencatat bahwa pasal 8 akta perjanjian kredit dengan PT SMI yang berkaitan dengan PERNYATAAN dan JAMINAN, dimana Pemprov NTT sebagai pihak kedua/Debitur (vide pasal 8 ayat (1) butir p) menyatakan setuju dan bersedia melakukan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH), jika Pemprov NTT tidak melakukan kewajiban pembayaran yang telah jatuh tempo. “Ini tentu saja bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah pasal 4 ayat (3), pendapatan dan/atau barang milik daerah tidak dapat dijadikan jaminan pinjaman daerah,” katanya.

Dia menambahkan, Fraksi Golkar juga mencatat bahwa pinjaman daerah pada PT SMI dengan tenor 18 bulan termasuk grace period 6 bulan akan berakhir pada 2021, sementara itu tahun 2020 Pemprov NTT sama sekali belum melakukan penarikan fasilitas kredit dari PT SMI. “Hal itu berarti, penarikan kredit sebesar Rp 189 miliar lebih dari PT SMI baru akan dilakukan sepenuhnya pada tahun 2021. Tetapi pada tahun yang sama (2021) Pemprov NTT wajib melunasi utang pokok pinjaman sebesar Rp 189 miliar lebih beserta bunga dan biaya lain-lain sebesar Rp 14.811.245.810,” ujarnya.

Awasi Dengan Ketat

Tidak hanya itu, Fraksi Partai Golkar meminta Gubernur NTT benar-benar menjamin agar ruas-ruas jalan provinsi yang dibiayai dari Pinjaman Daerah dengan sistem tahun jamak, (2020 dan 2021), dikerjakan sesuai persyaratan teknis yang ada dalam kontrak, terutama ruas-ruas jalan yang dikerjakan dengan konstruksi GO dan GO Plus, antara lain ruas jalan Melolo-Kananggar di Kabupaten Sumba Timur.

“Fraksi Golkar memberi perhatian khusus terhadap ruas-ruas jalan provinsi yang dibiayai dengan dana pinjaman tahap II dari PT SMI senilai Rp 123 miliar lebih dan kontrak pelaksanaannya dimulai pada bulan Oktober 2020 sampai dengan bulan April 2021. Pengerjaan ruas-ruas jalan tersebut di atas agar diawasi dengan ketat guna mengantisipasi proyek macet karena rekanan nakal yang bisa berdalih karena musim hujan dan bencana alam angin Seroja bulan April 2021, tepat saatnya kontrak pekerjaan konstruksi berakhir. Para konsultan perencana dan para konsultan pengawas serta para PPK yang cenderung tidak berfungsi baik supaya ditindak tegas,” katanya.

Dengan bercermin pada pengalaman tahun 2020 seperti diuraikan di atas, maka Golkar ingin menyampaikan beberapa pandangan dalam kaitan dengan rencana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah yang sekarang sedang berproses pada TA 2021. “Mulanya rencana Pinjaman PEN Daerah yang diajukan Pemerintah Provinsi NTT sebesar Rp 1,5 triliun tanpa bunga sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 105 Tahun 2020. Dan itulah yang dicantumkan pada bagian penerimaan pembiayaan dalam APBD TA 2021 yang sudah mendapatkan persetujuan DPRD pada akhir bulan November 2020. Dalam perkembangan lebih lanjut Pinjaman PEN Daerah ini dikenakan bunga 6,19 %, berdasarkan PMK Nomor 179 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 125 Tahun 2021,” katanya.

Ditambahkan, berdasarkan simulasi penarikan dan pengembalian pinjaman PEN tahun 2021, yang disajikan pemerintah daerah, maka akan terjadi akumulasi beban fiskal daerah selama 8 tahun kedepan sebesar Rp 547.675.000.000 yang terdiri dari provisi Rp 15 miliar, biaya pengelolaan Rp 22.200.000.000 dan bunga Rp 510.875.000.000. Dengan demikian, total pengembalian pinjaman kepada PT SMI pada masa perjanjian kredit berakhir 8 tahun kemudian, sebesar Rp 2.047.875.000,000.

“Menurut hemat Fraksi Golkar, cicilan bunga dan biaya lain-lain sebesar Rp 547.875.000.000 inilah yang belum tertampung pada APBD TA 2021 dan yang harus membutuhkan pembahasan dan persetujuan baru antara Kepala Daerah dan DPRD Provinsi NTT,” tegasnya.

Fraksi Golkar perlu menegaskan, Pinjaman PEN Daerah ini mengacu pada PP Nomor 20 Tahun 2020, PP Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan PP Nomor 20 Tahun 2020, PMK Nomor 108 Tahun 2020, PMK Nomor 179 Tahun 2020 dan KMK Nomor 125 Tahun 2021. Namun demikian, dalam perencanaan dan pemanfaatan Pinjaman PEN daerah itu, juga masih tetap mengacu pada PP 56 Tahun 2018 sebagai peraturan organik tentang Pinjaman Daerah, khusus terhadap hal-hal yang tidak diatur spesifik pada PP 43 Tahun 2020.

“Selain itu pemerintah daerah juga perlu memperhatikan belanja-belanja mandatory yang diperintahkan oleh UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Juncto PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan serta UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 171 ayat (2) yang menyebutkan kewajiban mengalokasikan anggaran kesehatan minimal 10 S4 dalam APBD, diluar gaji,” katanya.

Hal ini menurut Fraksi Golkar, ada kaitannya dengan perhitungan kemampuan keuangan daerah dalam pengembalian keuangan daerah sesuai rumus Debt Service Coverage Ratio (DSCR) pada PP No 56 Tahun 2018, pasal 7 ayat (1).

Ada dua syarat yang disebutkan eksplisit untuk mendapatkan Pinjaman PEN Daerah sesuai PP Nomor 43 Tahun 2020 pasal 15 B, yaitu; a). Sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman PEN daerah tidak melebihi 75 % dari penerimaan umum daerah tahun sebelumnya. b). Memenuhi nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman. Rumus Debt Sercive Coverage Ratio (DSCR) mengacu pada PP Nomor 56 Tahun 2018, pasal 7 ayat (1) pada bagian penjelasannya.

“Menurut Fraksi Golkar, pemenuhan syarat tersebut di atas wajib sifatnya karena berhubungan dengan kapasitas fiskal dan keberlanjutan pembangunan oleh pemerintahan pada masa yang akan datang. Perhitungan teknis DSCR harusnya didasarkan pada data-data historis realisasi APBD yang sudah
diaudit BPK dan tidak didasarkan pada proyeksi dan trend target pendapatan dan belanja,” katanya.

Itu pasalnya, Fraksi Gokar merekomendasikan agar pinjaman PEN tahun 2021 ini harus dikaji lebh teliti, baik syarat-syarat teknisnya yang berkaitan dengan beban kapasitas fiskal ke depan maupun objek pemanfaatannya, baik untuk pembiayaan kegiatan infrastruktur: jalan, embung-embung dan SPAM maupun untuk pembiayaan program berupa investasi yang akan dikelola oleh UPT kemakmuran yang dalam sejarah Nusa Tenggara Timur belum pernah ada tercatat sejarah suksesnya.

Fraksi Golkar pun menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Gubernur NTT atas prestasi kerja dalam pengelolaan APBD Tahun Anggaran 2020 secara berhasil sehingga memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan juga atas upaya dan jerih payahnya mencari pelbagai terobosan pembiayaan antara lain melalui Pinjaman Daerah, baik itu Pinjaman Daerah reguler tahun 2020, maupun Pinjaman PEN Daerah pada Tahun 2021.

“Semua catatan, pandangan dan usul saran Fraksi Partai Golkar yang disampaikan dalam Forum yang terhormat ini, semata-mata ungkapan dukungan dan tanggungjawab Fraksi Partai Golkar dalam mengawasi Pelaksanaan APBD termasuk Pinjaman Daerah agar sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, sekaligus untuk menjamin agar hasilnya benar-benar nyata bagi perbaikan kehidupan masyarakat miskin yang terdiri dari 805.641 KK atau setara dengan 4.028.255 jiwa,” sebut Gabriel Manek.

Di akhir Pemandangan Umumnya, Fraksi Partai Golkar yang diketuai Drs. Rehi Kalembu. M.Si dan Sekretaris Ir. Mohammad Ansor itu menyatakan menerima Rancangan Peraturan Daerah tersebut untuk dibahas sesuai mekanisme persidangan DPRD untuk mendapat persetujuan bersama. (*/gan)

Komentar ANDA?