Ima Blegur: Jangan Ganti Nahkoda Saat Kapal Sedang Melaju Kencang

0
3153
NTTsatu.com — KUPANG — Wakil Ketua Komite Penyelenggara Referendum Terbatas pada Konstitusi 1945 NTT, Imanuel Blegur mengatakan rakyat tidak diberikan kebebasan untuk menentukan Pemimpin Bangsa menurut hati nuraninya yang murni.

 

Pada frase “dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”, jelas merupakan kungkungan konstitusi terhadap kehendak bebas rakyat untuk mewujudkan kedaulatannya dalam memilih pemimpin melalui pemilihan umum.

“Azas kedaulatan rakyat sejatinya memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih siapapun menjadi Pemimpin mereka sepanjang diyakini mampu mewujudkan pembaharuan dan kemajuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” katanya di Kupang, Minggu, 20 Juni 2021.

Ima Blegur mengatakan, semangat penegakkan kedaulatan rakyat, dan sebagai perwujudan kecintaan dan kepercayaan rakyat terhadap kinerja, karakter dan kompetensi kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Komite Referendum Rakyat NTT bertekad menggelar referendum secara langsung, terbuka dan bebas untuk mengetahui pendapat rakyat NTT.

Menurut Ima Blegur, sejumlah prestasi gemilang telah ditorehkan Presiden Joko Widodo tujuh tahun terakhir diantaranya, politik dan keamanan nasional semakin terjamin, pemulihan ekonomi dan pemulihan Covid-19 semakin membaik.

“Prestasi-prestasi Pak Jokowi dalam memimpin Indonesia ini dengan karakter kepemimpinannya yang begitu unggul, kemudian Pak Jokowi juga sudah membawa Indonesia muncul sebagai salah satu kekuatan raksasa dalam pentas politik dan ekonomi dunia, juga beliau masih kuat, maka pantaslah kita mempertahankan beliau memimpin kembali,” katanya.

Dijelaskan Ima Blegur, referendum itu adalah mekanisme untuk mengetahui pendapat rakyat. “Kita dalam konteks ini berusaha untuk menegakkan kedaulatan rakyat. Jadi kedaulatan rakyat itu sebaiknya ditentukan oleh pemilihan umum, karena itulah ekspresi paling dasar dalam kedaulatan rakyat. Jadi jangan kedaulatan rakyat itu dibatasi oleh konstitusi,” tegasnya.

Ia menambahkan, untuk mengetahui apa pendapat rakyat tentang kedaulatannya maka harus dibiarkan, jangan kemudian membatasi orang untuk tidak ikut pemilu dan biarlah rakyat yang memutuskan kalau memang rakyat tidak setuju pada pemimpin itu.

“Kita harapkan adanya dampak positif, lewat Komite Referendum Rakyat NTT ini bisa tercipta kultur politik baru dalam pembangunan demokrasi di Indonesia. Kalau pemimpinnya masih kuat, masih sehat, berprestasi, karakternya bagus, jujur, demokratis kemudian memiliki kepribadian yang bagus dan cinta rakyat serta mampu membangun keadilan, mewujudkan pemerataan pembangunan, terus kita batasi dia menjadi pemimpin maka itu kan tidak logis dan itu bertentangan dengan hakikat kedaulatan rakyat,” jelas Ima Blegur.

Ia juga mengharapkan, gerakan referendum dari NTT ini bisa memantik pemikiran secara nasional untuk menyadari bahwa dalam kondisi seperti saat ini, ketika kepemimpinan masih sangat kredibel untuk melanjutkan pembangunan dengan mengukir prestasi prestasi seperti gemilang patut dipertahankan.

“Ibarat kata, jangan kita mengganti nakhoda di saat kapal ini sedang berlayar kencang dan sudah melewati badai-badai yang besar dan sedang menuju kepada dermaga kesejahteraan rakyat. Kalau kita mengganti nakhoda di tengah jalan, bagi saya itu tidak rasional,” ujar Ima Blegur.

Gelora Referendum terhadap perubahan pasal 7 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang pembatasan masa jabatan Presiden kian menggema. Sejumlah tokoh di Provinsi NTT membentuk Komite Penyelenggara Referendum Terbatas pada Konstitusi 1945 NTT.

Gerakan itu digelorakan setelah mencermati rumusan Pasal 7 UUD Negara Republik Indonesia hasil amandemen, yang menyebutkan bahwa “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”, pada hakekatnya merupakan wujud pembatasan kedaulatan rakyat. (*/gan)

Komentar ANDA?