Meridian Pertanyakan Legalitas dan Keabsahan Hak Ulayat Dolulolong

0
567
Foto: Meridian Dewanta Dado, Kuasa hukum Bupati Lembata Eliazer Yentji Sunur

NTTsatu.com – KUPANG – Meridian Dewanta Dado selaku Kuasa Hukum Bupati Lembata Eliazer Yentji Sunur mempertanyakan legalitas dan keabsahan hak ulayat Dulololong yang kini sedang dalam proses hukum di Pengadilan Negeri Lewoleba, Lembata, Nusa Tenggara Timur.

“Dengan tanpa bermaksud mendahului proses pemeriksaan perkara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lewoleba dalam Perkara Perdata Nomor : 8/PDT.G/2018/PN.LBT antara Klien kami : Bupati Lembata ELIASER YENTJI SUNUR, ST selaku tergugat melawan para penggugat , maka kami patut mempertanyakan legalitas dan keabsahan Hak Ulayat Dolulolong yang diklaim oleh para penggugat,” tulis Dado melalui rilisnya yang dierima media ini, Sabtu, 01 Juni 2018 malam.

Para penggugat yang melaporkan Bupati Lembata itu adalah Yunus Daraq selaku pengguggat I, Umar Pati Raja selaku pengguggat II, Abdul Latif Soge, penggugat III, M. Bapa Tukang selak pengguggat empat  Ahmad Haba selaku penggugat V.

Istilah Hak Ulayat bisa ditemukan dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang menggariskan bahwa pelaksanaan Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat (Permeneg Agraria No. 5 Tahun 1999) pada Pasal 1 menyebutkan bahwa Tanah Ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat Hak Ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu.

Setelah Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 itu dicabut pemberlakuannya maka rujukan hukum dari keberadaan Hak Ulayat atau Hak Komunal Atas Masyarakat Hukum Adat termuat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat serta Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu.

Untuk menentukan apakah Proyek Reklamasi Pantai seluas 17.500 M2 dan Proyek Pembangunan Jalan Wisata seluas 42.000 M2 di Balauring itu merupakan areal Hak Ulayat atau Komunal maka harus dipastikan apakah keabsahan dan persyaratan Hak Ulayat atau Hak Komunal terpenuhi.

Dia menjelaskan, syarat-syarat Hak Ulayat atau Hak Komunal adalah adanya masyarakat hukum adat yang masyarakatnya berbentuk paguyuban, terdapat kelembagaan berupa perangkat penguasa adat, ada wilayah hukum adat yang jelas, memiliki pranata dan perangkat hukum peradilan adat yang masih ditaati, serta masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan setempat demi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Disamping itu Hak Ulayat atau Komunal itu juga harus sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan yang lebih tinggi.

Selanjutnya,  sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat serta Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu

maka ditegaskan bahwa agar kepentingan Masyarakat Hukum Adat terlindungi maka Gubernur dan Bupati / Walikota adalah pihak yang paling berwenang untuk membuat pengakuan dan penetapan terhadap keberadaan Masyarakat Hukum Adat melalui suatu Keputusan Kepala Daerah.

Pertanyaannya adalah apakah keberadaan Hak Ulayat Dolulolong telah diatur dan ditetapkan dalam Surat Keputusan Bupati Lembata atau Peraturan Daerah (Perda) setempat, sebab apabila keberadaan Hak Ulayat Dolulolong terbukti tidak dilandasi oleh suatu Peraturan Daerah (Perda) atau Surat Keputusan Bupati Lembata

maka para penggugat dalam Perkara Perdata Nomor : 8/PDT.G/2018/PN.LBT nantinya bisa dipertimbangan oleh hakim sebagai pihak yang tidak memiliki Legal Standing atau Kedudukan Hukum yang kredibel oleh karena keberadaan Hak Ulayat Dolulolong yang diklaimnya ternyata terbukti tidak sah atau illegal. (bp)

Komentar ANDA?