HAKIKAT BERPOLITIK: ANTARA INDIVIDU DAN PARTAI POLITIK

0
1526

Oleh: Thomas Tokan Pureklolong 

KEBERANIAN  sebagai anggota partai adalah sebuah keberanian politik yang ditempuh menurut perhitungan politik, yang tentu langsung mendapat respon secara langsung dari partai politik yang menjadi inang pengasuhnya.

Dua hal yang perlu diperhatikan oleh setiap anggota partai adalah di satu pihak tetap berpegang teguh pada fungsi politiknya sebagai anggota pertai yang berkualitas, dan di pihak lain juga tetap “melekat” pada institusi yang tentu berjuang sesuai Anngaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya parpol di mana dia berasal atau ketika ia direkrut.

Sebagai individu, sekalian sebagai anggota partai semestinya tetap menghidupi kebebasan individu sebagai anggota partai yang selalu siap menjalankan tugas yang diemban partai; dan juga selalu perpegang teguh pada visi dan misi partai dalam seluruh kipra politiknya.

Sebagai ketua dewan pertimbangan partai misalnya atau pun sebagai aggota biasa dalam sebuah partai politik, kualitas kekuatan kebebasan individu dalam berpolitik menjadi terlebur dalam apa yang tentu menjadi visi dan misi partai politiknya. Konteks seperti inilah, antara individu dan parpol berada bersamaan dalam sebuah kondisi absolut dalam berpolitik ( conditio sine qua non ) yang tidak dapat dielakan.

Afirmasi selanjudnya dalam berpolitik; Ketua Dewan Pertimbangan partai politik apa pun, ketika menetapkan sebuah keputusan dalam partai politiknya, sebetulnya juga pada saat yang sama ia semestinya siap menerima apa pun sangsi politik yang menjadi respon balik anggota partai, jika kebijakan yang ditempuh dianggap kurang memadai dalam artian kurang representatif untuk partai politiknya dalam jangka waktu ke depan, paling kurang target lima tahun ke depan dalam masa tugas jabatannya. Hal semacam ini tentu menjadi hakikat utama dalam berpolitik di sebuah sistem pemerintahan presidensial seperti di Indonesia.

Hakikat utama dalam berpolitik adalah siapa pun yang mau bermain politik ( political game ) tentu wajib mentaati apa yang menjadi kewenangan partai politik dalam kipra politiknya baik secara internal dalam regulasi partai maupun eksternal dalam perilaku politik partainya ( political bahavior ) antar partai politik, atau pun secara langsung terhadap seluruh masyarakat warga ( Thomas T. Pureklolon, Perilaku Pilitik, 2020, 84-85 ). Karena konten dari sebuah hakikat politik seperti itu, terus menjadi penentu utama dalam penunjukan siapa pun yang bakal menjadi calon formal untuk maju dalam Pemilukada di bulan Desember 2020 ini, misalnya.

Saya coba menganalisis konteks politik seperti itu, bahwa ada partai politik tertentu yang secara langsung mencalonkan kadidatnya untuk pemilihan Kepala Daerah yang akan terjadi di bulan Desember 2020.

Ada juga partai politik tertentu yang punya target politik yang sedikit berbeda yakni ditempuh melalui koalisi partai yang punya perhitungan politik ke depannya yakni akan ada kerja sama politik antara legislatif dan eksekutif ketika terpilih nanti dan terus terjadi kolaborasi politik ( political colaboration ) selanjudnya secara representatif dari koalisi partai yang ada di dalamnya.
Konteks seperti itu, akan menjadi lebih nyata dan akan berbanding terbalik pada calon independen yang kalau akan terpilih.

Secara demokratis, terpilihnya calon independen akan menaikan rating demokrasi yang berkualitas di negeri ini, akan tetapi mengalami kesulitan yang lebih kompleks ( komplesitas politik ) ketika terjadi rapat dengar pendapat antara pemerintah dan legislatif untuk ketetapan sebuah kebijakan politik. Misalnya untuk meraih sebuah keputusan politik ketika terjadi rapat dengar pendapat, iklim demokrasi di Indonesia masih mengagungkan suara mayoritas dan siapa yang lebih besar teriakannya. Hal ini akan menjadi lebih sulit dan bisa bertambah ruwet. Mengapa? Karena kepala daerah yang terpilih dari independen itu, tidak punya kursi yang ada di parlemen. Inilah substansi utama, betapa kuatnya peran partai politik di dalam sebuah negara yang menganut sistem presidensial.

Sebuah pertanyaan yang bisa menjadi PR ( Pekerjaan Rumah ) bersama dalam perpolitikan sebuah negara besar seperti Indonesia yang penuh dengan keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan, adalah: Bagaimana dengan Partai Politik di Indonesia?

Apakah parpol yang ada, dalam perilaku politiknya sudah memberikan pendidikan politik seperti itu atau paling tidak dalam perilaku politiknya, bisa menjelaskan kepada rakyat Indonesia bahwa kerja politik dalam partai politik, sesungguhnya seperti itu.

Pertanyaan di atas tentu juga dialamatkan kepada para akademisi untuk bisa memberikan jawaban yang sesungguhnya ( baik dan benar ); Bagaimana hakikat partai politik di dalam sebuah negara yang penuh dengan keragaman suku, agama, ras dan antar golongan. Tentu semuanya untuk kebaikan bersama ( bonum commune ) menuju negara kesejahteraan.
Begitu. Praise the Lord.

======

*) Penulis adalah Dosen Universitas Pelita Harapan dan Penulis Buku Referensi Ilmu Politik.

Komentar ANDA?