korban Aborsi Bayar Rp 10 Juta Kepada Bidan Dewi

0
383

KUPANG. NTTsatu.com – Kasus dugaan praktek aborsi secara illegal oleh bidan Dewi S. Bahren yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu, kini memasuki tahap pemeriksaan terhadap Siti Nuarini Nurdin alias Narsi. Narsi selaku ibu dari bayi aborsi itu, Rabu (27/1) diperiksa oleh penyidik Reserse Kriminal Polres Kupang Kota.

Kasat Reskrim Polres Kupang Kota, AKB Didik Kurnianto, kepada wartawan, Kamis (28/1) mengatakan, Narsi yang merupakan ibu korban aborsi telah dinyatakan sehat pasca menjalani perawatan di rumah sakit Bhayangkara usai melakukan praktik aborsi oleh pelaku bidan Dewi yang menjadi tersangka utama dalam kasus itu.

“Setelah dokter yang menangani Narsi menyatakan kondisinya sehat, maka kami langsung membawanya untuk diperiksa,” kata didik.

Dalam pemeriksaan terhadap Narsi, kata Didik, Narsi mengakui dirinya tidak pernah berniat membunuh janin tersebut, karena kondisi yang mengharuskan bahwa janin itu harus dikeluarkan. bahkan, pada hari Minggu (17/1) lalu, Narsi bersama ibunya Mariam mendatangi klinik pelaku bidan Dewi untuk berkonsultasi, dan berdasarkan pemeriksaan dari pelaku, bahwa kondisi janin itu tidak berkembang serta denyut jantung dari janin itu tidak terekam, dan bidan Dewi kemudian berkesimpulan bahwa janin itu sudah mati sehingga harus dikeluarkan dari dalam rahimnya.

Setelah berkonsultasi, Narsi dan ibunya Mariam pulang ke rumah. namun, pada Selasa (19/1), lanjut didik, ibu bayi aborsi itu mengeluh bahwa perutnya sakit sehingga oleh Mariam dibawa ke klinik bidan Dewi untuk rawat inap. dan janin bayi tersebut dikeluarkan pada keesokan harinya.

Dalam proses aborsi itu, dirinya membayar Rp 10 juta kepada bidan Dewi, sementara pengakuan sang pelaku bahwa perbuatan aborsi tersebut dilakukan secara gratis, dan juga atas pertimbangan kesehatan bagi sang ibu bayi.

Menurut Didik, pihaknya menilai bahwa pelaku tetap salah karena telah bertindak melakukan aborsi tidak berdasarkan hasil rekam medis, pasalnya untuk melakukan aborsi harus mendapatkan persetujuan dari dokter ahli kandungan, namun hal itu tidak dilakukannya, dan menyalahi kode etik.

Keterangan keduanya jelas berbeda dengan keterangan dari asisten pelaku yakni Sura yang menyatakan bahwa dalam melakukan aborsi tersebut setiap calon harus bersedia membayar uang Rp 10 juta, dengan terlebih dahulu menyerahkan uang muka Rp 5 juta.

Bahkan para calon yang akan melakukan aborsi harus meminum obat perangsang yang diracik oleh sang bidan, untuk membantu proses keluar janin tersebut. dalam kasus ini.

Didik menambahkan, pelaku utamanya adalah sang bidan Dewi, karena dirinya telah membuka praktek secara ilegal, tanpa mengantongi izin dari Dinkes, serta setiap pasien yang dirawat tidak memiliki rekam medis, serta dalam bertindak melakukan aborsi dan praktek bersalin tanpa disertai dengan rekam medis dari dokter spesialis kandungan. (dem)

=====

Keterangan foto: Bidan Dewi ketika pingsan di atas sofa

Komentar ANDA?