NTTsatu.com -KUPANG -Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, SH, M. Si bertekad merubah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) NTT menjadi lebih baik. Karena korupsi berkaitan erat dengan karakter manusia.
“Hari ini IPK NTT adalah keempat yang terburuk dari seluruh Provinsi di Indonesia. Sebagai Gubernur saya ingin agar ke depan turun jauh tingkat persepsi publik terhadap korupsi penyelenggara negara di daerah ini, ” jelas Gubernur Viktor saat membuka Lokakarya Nasional dengan tema “Menyelamatkan NTT dari Bahaya Korupsi” di Aula Sekolah Tinggi Hukum Prof. Dr. Yohanes Usfunan, SH, M. H., Nasipanaf, Jumat (19/10).
Menurut Viktor, sedikit saja kita merem tingkat korupsi, NTT akan menjadi lebih baik. Itulah salah satu yang dimaksudkan dengan NTT Bangkit Menuju Sejahtera. y
“Kita mau buktikan persepsi publik itu keliru.Korupsi itu bukan masalah undang-undang ada atau tidak, diwawasi atau tidak, tetapi tentang bagaimana karakter manusia. Kita ciptakan transparansi dengan E-Budgeting, E-Planning dan E lainnya, tapi operatornya tetap manusia.Kalau manusianya tetap mau curang, tidak ada gunanya,” jelas Viktor.
Lebih lanjut Gubernur Viktor memimpikan agar ke depannya para Aparatur Sipil Negara (ASN) di NTT untuk mengembangkan jiwa entrepreneurship. Dunia birokrat itu sudah lama punya ilmu untuk menjadi manusia wirausaha.
“Ini cara-cara strategis agar dapat tambahan penghasilan. Dengan cara bekerja, bukan dengan cara mencuri tapi tidak ketahuan. Pendekatan terhadap korupsi bukan saja soal pengawasan dan audit internal, tetapi juga bagaimana seseorang bertumbuh secara ekonomi, ” jelas Viktor.
Viktor menyatakan, PNS juga boleh menjadi kaya tapi dengan cara yang benar. Dengan bekerja seperti tanam kelor, tanam bawang, semangka dan lainnya. Ini tidak dilarang oleh Undang-Undang.
“Ini cara kita ke depan agar korupsi tidak tumbuh hebat. Saya punya mimpi kalau satu saat, ada PNS yang ditangkap karena korupsi, itu bukan dari Pemerintah Provinsi NTT,” jelas Viktor.
Pada kesempatan tersebut, Viktor Laiskodat mengapresiasi langkah Prof. Dr. Yohanes Usfunan,SH, M.H untuk kembali ke NTT dan bangun Sekolah Tinggi Hukum. Karena NTT masih banyak kekurangan ahli dalam bidang hukum. Terutama dalam mendesain tatanan hukum kita agar menjadi lebih kuat.
“Saya ingin agar lembaga ini melahirkan manusia yang punya karakter tunduk dan patuh pada hukum. Bukan melahirkan sarjana hukum tapi ahli hukum. Melahirkan pengacara yang berkualitas. Pengacara yang tidak suka membela koruptor kecuali kalau diperintah Undang-Undang dan dibayar negara, “pungkas Viktor Laiskodat.
Sementara itu, Prof. Dr. Yohanes Usfunan, SH, M. H menyatakan, lembaga pendidikannya mendukung penuh langkah Pemerintah Provinsi dalam memciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Kami siap menghasilkan naskah akademik untuk jadi masukan dalam membuat Peraturan Gubernur (Pergub) misalnya tentang Malu dan Takut Korupsi serta Pergub tentang Desa.
“Persoalan korupsi adalah persoalan krusial. Bangsa ini hadapi tantangan besar dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Pencegahan korupsi jauh lebih penting dari pemberantasan korupsi. Pencegahan korupsi dapat dilakukan dengan pendekatan agama, budaya, hukum adat dan pendekatan pemerintahan, “jelas Yohanes.
Ketua Panitia Lokakarya, Dr. jimmy Z. Usfunan, SH, M. H mengatakan tujuan Lokakarya adalah mencoba memberikan pemahaman kepads mahasiswa dan masyarakat sekitar tentang teori dan praktek korupsi.
Para peserta lokakarya adalah unsur pemerintah daerah, mahasiwa dan masyarakat sekitar.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Viktor menandatangani menggunting pita dan menandatangani prasasti peresmian gedung kuliah STIKUM Prof. Dr. Yohanes Usfunan.
Operasionalisasi STIKUM ini didasarkan pada surat Keputusan Menteri Riset, Teknokogi dan Pendidikan Tinggi (SK Menristek Dikti Nomor 494/KPT/I yang dikeluarkan pada 6 Juni 2018.
Pengajar terdiri dari 10 Dosen bergelar Profesor, 11 Doktor dan 6 Magister. (hms)
========
Foto: Gubernur Viktor Laiskodat saat menandatangani prasasti peresmian gedung kuliah STIKUM Prof. Dr. Yohanes Usfunan.