Dari Debat Ketiga …….….

0
585

Oleh: Robert Bala

Debat ketiga 7 Januari 2023 sudah berakhir. Apa yang bisa menjadi kesimpulan dari debat tersebut?

Pertanyaan ini penting karena bila dikaitkan dengan keseluruhan debat, maka debat ketiga menjadi ukuran untuk bisa menilai kualitas para kandidat. Ibarat dalam sepak bola, biasanya babak pertama (debat satu dan dua) penuh dengan taktik untuk mengumpan tanggapan lawan. Baru pada babak kedua (debat ke-3, ke-4, dan ke-5), dikeluarkan strategi yang sebenarnya. Team sepak bola terbaik akan terlihat dari babak kedua bukan babak pertama. Debat ketiga termasuk dalam babak kedua dan karenanya bisa menjadi ukuran tentang siapa pemenang yang menjadi indikator tentang panorama hasil pilpres nanti.

Jadi, apa yang bisa kita simpulkan dari babak ketiga ini? Bagaimana menilai keseluruhan debat kali ini sambil mengingat dua debat sebelumnya?

𝑴𝒖𝒅𝒂𝒉 𝑻𝒆𝒓𝒃𝒂𝒄𝒂

Kalau melihat alur debat maka mudah terbaca strategi yang digunakan Anies Baswedan. Sejak debat pertama, arah serangan menjadi sangat terbuka kepada Prabowo Subianto. Kata kunci etik digunakan Anies bukan saja pada debat pertama (yang saat itu membuat Prabowo cukup galau) tetapi juga sedikit dipaksakan pada debat kedua. Rupanya ini tema ‘favorit’ Anies dan masih digunakan kali ini dan hal itu terbaca dengan mudah.

Selain itu isu tentang belanja alutsista bekas diungkapkan beberapa kali sebagai ‘serangan’. Sayangnya Anies tidak memberikan argumentasi yang cukup seperti dilakukan Ganjar Pranowo. Karenanya mudah terbaca bahwa Anies tidak mengubah strategi dalam debat sehingga mudah terbaca. Malah hal itu menjadi boomerang. Prabowo menyapa Anies sebagai ‘profesor’ dengan nada ironis untuk informasi yang disebarkan ke publik tanpa penjelasan yang detail.

Kali ini, mestinya Anies mengubah strategi. Ia perlu mencari cara baru. Tetapi hal itu tidak dilakukan. Anies lebih hadir sebagai akademisi yang hadir dengan wacana, mengumpulkan data, melakukan penelitian. Hal itu yang dijawab Ganjar terhadap Anies yang meminta untuk melewati proses akademis seperti itu. Ganjar malah mengatakan bahwa ia sudah melewati proses itu dan kini tinggal ‘action’ menindaklanjuti hal yang tumpang tindih.

Hal ini pula diungkapkan Ganjar ketika Anies menganjurkan agar ASEAN dilibatkan. Ganjar justru hadir dengan argumentasi menohok yang menunjukkan kualitasnya (di atas Anies dalam soal Pertahanan dan Keamanan).

Reaksi Prabowo pada gilirannya pun mudah terbaca. Dalam mengungkapkan argumentasi, Prabowo cukup terpancing dengan ‘tembakan’ Anies hal mana terjadi pada debat pertama. Akibatnya Prabowo melewatkan waktu untuk meladeni ‘serangan’ Anies dan lupa menguraikan argumentasinya. Malah pada dua sesi, Prabowo secara terang mengungkapkan kesesuaian pendapatnya dengan Ganjar Pranowo sambil menyindir Anies yang hanya menghamburkan informasi tanpa tanggung jawab etis yang nota bene ditekankannya.

Tetapi pada pertanyaan langsung dari kandidat khususnya terhadap pertanyaan terakhir Ganjar Pranowo, Prabowo cukup bijak. Ia mengakui tentang menurunnya indeks prestasi pertahanan RI seperti mendi pendapat beberapa lembaga asing. Pada tahapan ini, Prabowo mengungkapkan persoalan pandemi dan pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan.

Yang sedikit berubah kali ini adalah keluwesan Prabowo seperti yang terlihat pada debat pertama. Saat itu Prabowo cukup rileks dan masih bisa menghadirkan gerakan-gerakan gemoy. Kali ini Prabowo sempat menyapa “Mas Anies, Mas Anies” tetapi tidak mendapatkan tanggapan riuh seperti pada debat pertama. Sapaan Prabowo kali ini justru ditanggapi lemah, kecuali beberapa pendukung yang berteriak sendiri menyanjung Prabowo.

𝑻𝒂𝒌 𝑻𝒆𝒓𝒃𝒂𝒄𝒂…

Sebenarnya debat ketiga yang tidak terbaca adalah Ganjar Pranowo. Semestinya dari segi Pertahanan dan Keamanan, Ganjar menjadi yang paling lemah dalam berargumentasi. Hal itu karena tidak bersinggungan langsung. Prabowo tentu sangat diunggulkan oleh posisinya sebagai Menteri Pertahanan dan Anies yang punya kemampuan retorik untuk bisa ‘memakan’ apa saja argumentasi dari Prabowo. Meski minim data tetapi Anies punya kemampuan retoris yang sangat diandalkan.

Tetapi Ganjar di debat ketiga ini ‘spektakuler’. Terlihat Ganjar menggunakan sarana debat yang tidak menyerang hal mana mendapatkan simpati dari Prabowo. Ganjar lebih bermain dengan data hal mana dipuji Prabowo dengan mengatakan bahwa guru mereka tentu sama. Selama tiga kali Prabowo memuji Ganjar hal mana sebenarnya positif untuk Prabowo karena dinilai realistis minimal jujur ketimbang Anies yang lebih pintar menata kata.

Tetapi rupanya makin lama Ganjar mulai ‘memanas’ . Hal itu terlihat di pertanyaan terakhir dengan meminta data dan malah memohon kalau boleh Prabowo bisa mendatangkan team ahlinya untuk bisa menantang data-data Prabowo.

Sampai di situ kelihatan bahwa Prabowo berada pada dua sisi yang sangat lemah. Di satu pihak Anies menyerang dengan informasi tanpa data tetapi di lain pihak Ganjar justru hadir dengan data malah meminta kalau diizinkan bisa mendatangkan ahlinya untuk berbicara kalau perlu.

Inilah yang tidak terbaca. Publik lalu bertanya, mengapa Ganjar menjadi begitu bercahaya hingga kalau tidak berlebihan kita bisa mengkategorikannya sebagai pemenang dalam debat ketiga ini?

Pertama, karena di balik Ganjar ada Jenderal TNI Andika Perkasa yang merupakan tim pemenangannya. Data-data yang diungkapkan dari segi militer nyaris bisa terbantahkan kalau informasi itu datang dari orang yang paling tahu tentang anggaran militer.

Selain itu, Mahfud MD sebagai Menkopolhukam menjadi atasan dari Prabowo. Kalaupun data-data itu tersembunyi bagi banyak orang tetapi tidak untuk Mahfud. Karena itu keunggulan data menjadikan Ganjar menjadi sangat dominan dalam debat ketiga.

Kedua, berbeda dengan debat pertama, terlihat bahwa dalam debat kali ini Ganjar menjadi sangat rileks. Mimiknya sangat jelas bahwa ia sangat ‘pede’. Tatapan matanya berbinar-binar, hal mana berbeda dengan Anies Baswedan yang dalam memberikan argumentasinya matanya nyaris berkedip. Bisa ditafsir bahwa Anies masih terpikat pada teori yang coba dikuasainya tetapi miris data sebagaimana diungkapkan Prabowo.

Kondisi rileks seperti ini menandakan bahwa Ganjar sudah banyak belajar dari debat sebelumnya. Ia juga dengan pengalaman berkeliling untuk berkampanye, menjadi semakin ‘pede’ dengan kemampuannya. Berbagai keraguan akan ketegasannya justru ditepis habis dalam debat ketiga ini. Hal ini akan menjadi kekuatan khusus bagi TPN Ganjar – Mahfud untuk lebih pede lagi menyisir waktu yang ada menuju 14 Februari.

Tetapi sebagai ulasan, tentu saja pendapat seperti ini bisa ‘debatable’ artinya bisa diperdebatkan. Uraian pemikiran ini bisa ditentang oleh siapapun yang merasa berbeda sejauh diungkapkan dengan argumentasi yang bisa mencerdaskan publik. Intinya, dari debat ketiga, kita bisa berargumentasi tentu saja dengan argumentasi yang terukur.

======

Penulis adalah Pernah Belajar Public Speaking pada Facultad Filología Universidad Complutense de Madrid Spanyol.

Komentar ANDA?