Thomas Ola Langoday, Mengacaukan Lembata

0
3262

Oleh: Roberta Bala

Thomas Ola Langoday (TOL) telah ditetapkan menjadi bupati Lembata. Yang jadi pertanyaan, apakah dengan siswa waktu 8 bulan, TOL bisa melakukan sesuatu yang berarti?

Mustahil bertanya demikian. Hanya beberapa hari menjelang wafatnya EYS, TOL telah melansirkan beberapa wacana keputusan yang menarik perhatian. Tetapi pada saat bersamaan, muncul pula aneka keraguan. Banyak yang melihat, TOL hanya akan mengacaukan Lembata.

Mengapa TOL mengacaukan Lembata? Apa yang dikacaukan? Dan apa efeknya? Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk flashback, secara khussu saat TOL masih menjadi wakil bupati.

Sampai sebelum wafatnya EYS 17/7, nama TOL sebenarnya antara ada dan tidak ada. Boleh disebut ada oleh posisinya sebagai wakil bupati. Tetapi sebagai orang nomor 2, ia hanya ada untuk membantu orang nomor 1. Kalau ada kesuksesan, itu adalah berkah untuk orang nomor 1. Kalau ada masalah, TOL bisa dilibatkan.

Lebih lagi, EYS bukan sembarang orang. Ia (oleh pengagumnya) disebut fenomenal. Meski secara akademis ia hanya S2 (itu pun dipermasalahkan), tetapi dalam hal pengalaman politik ia adalah profesor, sementara TOL hanya doktor. Hal ini membenarkan, keberadaan TOL selama 4 tahun antara ada dan tidak ada.

Keadaan menjadi kian menentu dalam 2 tahun terakhir. Nasdem rupanya melihat bahwa TOL kurang ‘lincah’ berpolitik yang mendatangkan keuntungan cepat. Partai yang baru belasan tahun ini lebih suka politisi yang ‘lincah’ (kalau boleh sedikit licik). Hanya dengan demikian ia bisa punya keuntungan seperti kabupaten TTU. TOL sementara itu hanya ‘guru’ yang tidak mau meninggalkan ‘keguruannya’. Ia hanya main jujur dan aman.

TOL pun melewati masa-masa ‘kesendirian’ sambil menunggu waktu berakhir masa jabatan untuk pulang UNWIRA. Hal itu bisa terlihat dari kunjungannya ke desa-desa. Terlihat ia sendirian. Tidak diiring dan disertai Kepala SPD yang tentu saja lebih memilih berada bersama EYS saat itu. Logis. Tetapi TOL tetap dirinya. Pergi tanpa beban dan frustrasi. Tetapi dari mulut dan jemarinya selalu terbetik kata ‘SUCCESS’, demikian sapaan kepada siapapun yang ia jumpai.

Sungguh Mengacaukan…

Kondisi seperti berubah dengan wafatnya EYS. Banyak pengamat melihat bahwa TOL hanya ‘menari’ di garis finish. Ia yang tidak ‘berdarah-darah’ kini menerima keberuntungan yang tidak disangka-sangka. Tak heran, politisi partai yang merasa ‘tersingkirkan’ dengan hadirnya TOL tidak jarang mengeluarkan statement yang oleh publik terasa aneh.

Tetapi justru di sinilah terbukti bahwa TOL yang tadinya direncanakan untuk ‘terbuang’ dan ‘terlupakan’ begitu saja, kembali mengagetkan. Beberapa wacana kebijakan seperti: reformasi secara profesional birokrasi, penataan pelabuhan Lewoleba, mengatasi masalah BBM, menjadi beberapa keputusan yang mengagetkan. Kalau soal pembangunan kota Lewoleba, ia sudah jadi keputusan politik EYS sebelumnya. Tetapi dengan inspeksi di lapangan, TOL membuat kejutan. Minimal Lembata melihat bupatinya lalu-lalang di kota dan tidak tinggal menepi di Kuma Resot sambil melakukan komando untuk pion-pion catur politik.

Orang merasa heran. Mengapa hal ini tidak dilakukan sebelumnya? Jawabannya jelas. Keputusan yang diambil menjadi wewenang bupati. Andaikata EYS masih hidup, keputusan tentang BBM, reformasi birokrasi, dan pelabuhan tentu tidak demikian. Hal itu akan ditambahkan dengan beberapa ketetapan tentang pengalihan dana dari pasar di BCL ke Pasar Lamahora.

Wacana kebijakan yang tentu akan diwujudkan setelah dilantik, menunjukkan bahwa TOL sungguh-sungguh mengacaukan Lembata.

Pertama, ia mengacaukan Lembata yang selama ini dibangun di atas ‘asumsi’ dan bukan berdasarkan hasil kajian mendalam. Selama 10 tahun EYS memiliki asumsi tentang pariwisata sebagai leading sector. Karena itu ia sangat getol membuka spot baru. Hal itu memang menarik. Tetapi Lembata terlalu jauh dari obyek wisata utama seperti Kelimutu atau Komodo. Karena itu spot kecil yang ada tidak akan menarik banyak wisman.

TOL dengan kepakaran dalam ekonomi akan membuat analisis yang tepat tentang kebutuhan masyarakat. Sebagai seorang doktor (eknomi pula), ia tentunya membuat analisis yang mendalam dan cermat. Hal itu bisa terbukti dari kebijakan mendesak. Dengan gelar akademisi tertinggi, TOL tentu tidak mau membangun Lembata atas asumsi dengan melangkahi peraturan. Ia ingin tegakan karena itu adakan menjadi langkah awal.

Kedua, TOL mengacaukan Lembata karena ia tidak mengikuti pola kerja lama. Pola kerja ABS dengan penentuan jabatan sesuai ‘kedekatan’ (dan mungkin setoran) menjadi hal yang bisa saja dianggap biasa dalam biorkasi. Pola ini secara akademis dan teoritis tidakdibenarkan tetapi dalam praksisnya selalu dipraktikkan.

Hal ini bisa disebut mengacaukan karena akan terlihat kerapuhan yagn selama ini dipraktikkan. Secara teoritis, menata hal ini sebenarnya mudah karena mengikuti pola yang seharusnya (merit system). Tetapi harus diakui, birokrat yang sudah lama dengan pola seperti ini sangat ‘lincah’ (maksudnya lihai) untuk menganyam hal yang bisa menjerumuskan TOL. Pada titik ini maka TOL tentu sangat berhat-hati karena salah sedikit saja, ia akan jadi bulan-bulannya para birokrat yang tersingkir karena memang mereka tidak profeisonal.

Ketiga, TOL mengacaukan Lembata karena kehadirannya meski dalam 8 bulan, bisa saja membuat panorama politik berbeda untuk 2024. Harus diakui bahwa tadinya TOL tidak diperhitungkan (sama sekali). Ia dinilai tidak melakukan apa-apa.

Tetapi kini dengan wewenang yang ada padanya, dengan analisis yang strategis, dan dampak yang akan dirasakan langsung oleh masyarakat (seperti BBM dan Pelabuhan yang tertata) menunjukkan bahwa ia adalah figur pemimpin yang mestinya dicari Lembata. Ini kerja strategis yang merupakan ciri seorang doktor. Di saan ditunggu terobosan yang bukan ‘asal taro’ tetapi dianalisis secara mendalam untuk kemudian mencari terobosan baru dalam bidang ilmu pengetahuan.

Tetapi saingan TOL tentu tidak sedikit. Pembongkaran sistem yang tidak becus akan sekaligus menggali lobang yang siap menjebaknya. Politisi ‘kawakan’di Lembata itu lebih lihai darinya. TOL bisa saja doktor tetapi politisi di Lembata itu lebih ‘ngeri-ngeri sedap’. Karena itu ia perlu memiliki think tank hebat untuk bisa menjamin aneka terobosan tepat sasar dan tidak menjadi blunder baginya.

Tetapi kalau pun meski sudah tulus dan ‘all out’ tetapi hasil jadi bupati itu tentu masih butuh waktu. Apalagi 2024 masih terlalu jauh. Dan apabila bila lewotana tidak menghendaki pun tidak perlu berkecil hati. TOL telah meletakkan dasar yang bisa mendasi landasan untuk perbaikan ke depannya.

Tetapi apabila dobrakan ini dilakukan di atas kejujuran dan ketulusan, dan ditangkap oleh masyarakat Lembata, maka gebrakan TOL kini akan seperti trailler film. Kali ini (8 bulan) hanyalah cuplikan singkat. Kisah lengkapnya akan disaksiakn kalau menjadi bupati 2024. Di 2024 itu mungkin orang baru akan bilang: untuk kondisi Lembata saat ini, memang Lembata harus dikacaukan sambil berharap 2024 dikemas lagi lebih strategis oleh TOL (kalau memungkinkan).

==========

*): Robert Bala. Diploma Resolusi Konlfik Asia Pasifik, Fakultas Ilmu Politik Universidad Complutense de Madrid – Spanyol).

Komentar ANDA?