Ferdi Koda Minta Kasusnya Dihentikan

0
419

KUPANG, NTTsatu,com – Ketua DPRD Lembata, Ferdinandus Koda melalui penasehat hukumnya, Petrus Bala Pattyona mengirimkan surat kepada Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menghentikan kasus yang dilaporkan Bupati Lembata dengan tuduhan penghinaan.

Petrus Bala Pattyona melalui rilisnya yang diterima redaksi NTTsatu.com di Kupang, Kamis, 25 Pebruari 2016 malam menyampaikan kalau dia sudah mengirimkan surat kepada Kapolda NTT bernomor       : 023/PPSP3/PBP/II/2016 tanggal 25 Februari 2016 dengan perihal Permohonan Penerbitan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)   atas nama Ferdinandus Koda, Ketua DPRD Kabupaten Lembata

Dalam surat itu Petrus menulis, bahwa Ferdinandus Koda telah memenuhi panggilan Polda untuk diperiksa di Mapolda NTT pada tanggal 8 Juli 2015.

Saat diperiksa, Ferdinadus tidak banyak memberikan kepda penyidik sehubungan dengan hak imunitas/kekebalan terhadap anggota DPR/DPRD sebagaimana diatur dalam Pasal 372 point f Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD I, DPRD II (MD3) dan Pasal 11 point f Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Lembata No. 1 Tahun 2014.

Petrus juga menjelaskan, pada tanggal 6 Januari 2016 Polda NTT Direskrimum kembali memanggil Kliennya dengan status sebagai Tersangka untuk diperiksa pada tanggal 18 Januari 2016 namun pemeriksaan tersebut baru dapat dilakukan pada tanggal 12 Februari 2016 di Mapolda NTT di Kupang.

Petrus juga menjelaskan, dalam pemeriksaan tersebut Kliennya sebagai tersangka tidak banyak memberikan Keterangan sehubungan dengan Hak Imunitas/Kekebalan dan pemeriksaan langsung ditutup dan ketika itu langsung dilakukan pengambilan foto wajah Tersangka dan sidik jari yang seperti lazimnya sudah mengarah ke pemberkasan P21.

“Dalam pemeriksaan terhadap Ferdinandus Koda, Kami menangkap kesan bahwa kasus ini sangat dipaksakan apalagi segala laporan pidana yang disampaikan oleh Eliazer Yance Sunur, ST mendapat perlakuan istimewa atau atensi yang luar biasa pada hal-hal kasus lain yang dilaporkan masyarakat seperti dugaan ijazah palsu, keterlibatan dalam kasus pembunuhan Laurens Wadu – Kadis Perhubungan Kabupaten Lembata sudah dapat dipastikan tidak akan diproses,” tulisnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, kasus yang dilaporkan oleh Eliazer Yance Sunur tersebut, seharusnya tidak dapat diproses karena masih sangat premature karena apabila ada dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Anggota DPRD seharusnya diselesaikan di Badan Kehormatan.

Selanjutnya tulis Petrus, sebagai gambaran kasus yang dilaporkan tersebut Petrus kemudian menguraikan secara kronologis tentang konteks yang melatari ucapan tersangka Ferdinandus Koda, “Bupati Kurang Ajar”.

Pada tanggal 8 April 2015, para pedagang di Pasar Barat, Pada, berpindah ke Taman Ria ‘Swaolsa Tite’ dan berdagang di Taman Ria sebagai aksi protes terhadap Kebijakan Bupati Lembata yang sudah memfungsikan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) bukan lagi sebagai Pasar Senja tetapi sebagai pasar harian.

Selanjutnya, setelah perpindahan tersebut, diadakanlah Rapat Dengar Pendapat antara DPRD dengan para pedagang Pada Lewoleba, Lembata yang berpindah ke Taman Ria yang difasilitasi oleh FP2L dengan rekomendasi, DPRD akan mengadakan Rapat Kerja dengan Pemerintah Daerah untuk membicarakan persoalan tentang Pasar ini.

Kemudian, dalam Rapat Banmus DPRD, tanggal 30 Maret 2015, Asisten 1, Lukas Witak, mengeluarkan pernyataan terkait permasalahan pasar sebagai berikut, ” Persoalan pasar itu akan selesai setelah Bupati kembali dari luar daerah”.

Pada tanggal 30 April 2015, DPRD mengeluarkan undangan kepada Bupati Lembata untuk melakukan rapat Kerja membahas persoalan pasar. Namun Bupati tidak datang bahkan melarang pimpinan SKPD untuk hadir dalam rapat Kerja tersebut.

Dalam Paripurna VIII tanggal 13 April 2015, yang dipimpin oleh Wakil Ketua 1 DPRD dan dihadiri oleh Wakil Bupati Lembata dan Sekda Lembata diperoleh informasi bahwa Bupati melarang para Kepala SKPD untuk hadir dalam Rapat Kerja. Dan dalam Paripurna ini disepakati antara Pemerintah dan Lembaga DPRD bahwa sebelum ada Rapat Kerja antara Bupati dan DPRD, para pedagang di Taman Ria ‘Swaolsa Tite’ dan TPI, tidak boleh ditertibkan atau diganggu aktivitas mereka.

Sehari setelah Rapat Paripurna VIII, yakni tanggal 14 April 2014, Kasat Pol PP dan pasukannya dibantu Aparat Polres Lembata mau menertibkan para pedagang atas perintah ‘RAHASIA’ (menurut pengakuan Kasat Pol PP terhadap pertanyaan Ketua DPRD di lokasi pasar Taman Ria).

Karena tindakan Kasat Pol PP ini dinilai mengangkangi kesepakatan antara Pemerintahdalam Paripurna VIII tanggal 13 April 2015, maka keluarlah pernyataan Ketua DPRD, “Bupati Kurang Ajar” yang didahului dengan perdebatan yang mengarah ke pertengkaran mulut.

Berdasarkan kronologis tersebut maka sebaiknya Polda NTT dapat melakukan koreksi dan mengevaluasi kasus tersebut dan tidak menjadikan berbagai laporan tentang dugaan tindak pidana dari Eliazer Yance Sunur, ST mendapat perlakuan istimewa.

Karena itu kata Petrus, pihaknya memohon agar Kapolda dapat mengevaluasi, melakukan gelar perkara dan selanjutnya melakukan SP3, dan mengembalikan proses penanganan laporan tersebut ke Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Lembata. (bp)

======

Foto: Ferdinandus Koda dan Penasehat hukumnya, Petrus Bala Pattyona

Komentar ANDA?