KUPANG. NTTsatu.com – Peraturan KPU yang menyertakan Parpol dengan dualisme kepengurusan sebagai peserta pemilukada serentak 2015 seperti Partai Golkar dan PPP memunculkan adanya dugaan bahwa independensi penyelenggara pesta demokrasi itu telah tergadaikan.
Penilaian ini disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Sabtu, 1 Agustus 2015 di Kupang.
Menurut Petrus, diikutsertakannya parpol dengan dualisme kepengurusan dimaksud akan menghadapi konsekuensi hukum yang sangat serius. Bahkan berimplikasi pada munculnya berbagai gugatan terhadap KPU, baik karena sikap KPU mengeluarkan Peraturan KPU/PKPU yang mengakomodir keikutsertaan Parpol dengan dualisme kepengurusan maupun terhadap Partai Politik dengan dualisme kepengurusan yang dijadikan sebagai peserta pemilukada.
Tidak hanya itu, pasangan calon yang diusungpun tidak luput dari gugatan masyarakat atau dari peserta pemilukada lainnya.
“Gugatan itu bukan saja dilakukan oleh Parpol peserta pemilukada dan pasangan calon yang merasa dirugikan, akan tetapi juga dilakukan oleh pemilih atau masyarakat kepada KPU, Golkar, PPP dan pasangan calon yang diusung,” kata Petrus.
Menurutnya, KPU masih memiliki waktu untuk membatalkan peraturan KPU yang mengakomodir Parpol dalam dualisme kepengurusan dan selanjutnya hanya boleh mengakui satu saja kepengurusan yang sah menurut UU Parpol dan/atau menurut putusan Pengadilan. Sikap KPU yang tidak konsisten melaksanakan ketentuan UU Parpol bahkan telah terseret dalam kepentingan tarik menarik sengketa Parpol Golkar dan PPP, membuktikan bahwa KPU tidak mampu menjaga independensinya, tidak mampu bersikap taat asas bahkan telah berkonspirasi dengan kekuatan oligarkis dalam Parpol.
Petrus menegaskan, UU Parpol No. 2 Tahun 2011 dengan tegas melarang pembentukan dualisme kepengurusan parpol dan secara tegas pula tidak mengakui adanya dualisme kepengurusan parpol manakala terdapat anggota atau pengurus parpol yang telah diberhentikan adari keanggotaan atau kepengurusan parpol, kemudian membentuk kepengurusan partai poltik atas nama partai yang sama.
Faktanya, KPU telah memilih sikap melawan hukum yang sesungguhnya mengekor kepada sikap Pemerintah cq. Menkumham RI yang sejak awal sudah membangun perilaku anomali dalam melahirkan dualisme kepengurusan Partai Golkar dan PPP.
Pada kesempatan itu ia mengungkapkan, Menkumham dan KPU sama- sama telah bersikap membiarkan konflik dualisme kepengurusan partai. Hal ini ditunjukkan dengan sikap terburu- terburu mengeluarkan SK Pengesahan terhadap Kepengurusan Partai yang lahir dari Kongres/Munas/Muktamar tandingan yang diselenggarakan oleh elit partai yang sudah diberhentikan dari keanggotaan atau kepengurusan partai.
Tragisnya lagi, lanjut Petrus, Menkumham dan KPU seakan- akan tidak perduli lagi terhadap proses hukum yang sedang berlangsung terutama terhadap putusan provisi dan putusan serta- merta Pengadilan Negeri Jakatta Utara tentang perselisihan kepengurusan dalam Partai Golkar yang dengan tegas menyatakan kepengurusan hasil Munas Ancol tidak sah dan melawan hukum.
“Mestinya kepengurusan Partai Golkar versi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dijadikan acuan bagi KPU dalam menerima dan menentukan keabsahan kepengurusan Partai Golkar dalam keikusertaannya sebagai peserta pemilu,” ujar Petrus. (iki)
=====
Foto: Petrus Salestinus, Ketua TPDI