NTTsatu.com – MAUMERE– Hampir seluruh wilayah di Kabupaten Sikka kini sedang terkena dampak indikasi rawan pangan. Akibatnya, terdata sudah kurang lebih 16 kepala keluarga di Desa Natarmage Kecamatan Waiblama yang terpaksa konsumsi ubi hutan yang beracun. Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Sikka sudah melakukan intervensi.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Sikka Mauritz da Cunha yang dihubungi di ruang kerjanya, Selasa (3/10), mengakui Kabupaten Sikka sedang mengalami krisis ketahanan pangan. Persoalan ini dipicu oleh bencana kekeringan, angin kencang, dan serangan hama penyakit pada Januari-Februari dan Juni-Juli dalam tahun ini.
Dinas Ketahahan Pangan menerima laporan dari kepala desa-kepala desa tentang kondisi bencana. Jumlah yang tercatat pada dinas ini sudah mencapai angka 7.151 KK. Laporan itu datang dari 33 desa yang tersebar pada 11 kecamatan.
Berdasarkan laporan tersebut Dinas Ketahanan Pangan membentuk Tim Penanggulangan Dini untuk melakukan uji petik di lapangan. Dari hasil turun ke lapangan, Mauritz da Cunha menyebut berkisar antara 3.000-4.000 KK yang sedang terkena bencana. Dia sendiri sudah dua kali turun ke beberapa lokasi untuk mendapatkan informasi dan fakta yag terjadi di tengah masyarakat.
Dari hasil kerja Tim Penanggulangan Dini, ditemukan masyarakat 16 KK di Desa Natarmage Kecamatan Waiblama yang terpaksa mengonsumsi ubi hutan, atau dalam bahasa setempat disebut dengan magar. Mereka menggali ubi hutan dari kebun yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah, kemudian merebus dan memakannya.
“Saya minggu lalu turun ke sana, sempat komunikasi dengan seorang ibu yang punya tiga anak. Mereka terpaksa masuk hutan, gali ubi hutan, dapat 6 bakul. Nanti kupas kulitnya, tersisa hanya 3 bakul. Setelah itu ubi hutan mereka rendam, nanti hanya tinggal 1 bakul. Yang 1 bakul ini bisa bertahan untuk 1 bulan,” cerita Mauritz da Cunha.
Menurut dia, masyarakat di sana sudah terbiasa konsumsi ubi hutan kalau ketersediaan pangan sudah tidak mencukupi lagi. Kebiasaan ini terakhir kali dilakukan kurang lebih 1-12 tahun yang lalu. Kondisi ini menggambarkan bahwa tahun ini masyarakat benar-benar mengalami kekurangan pangan untuk kebutuhan hidup.
Selain di Natarmage, sebenarnya beberapa kepala keluarga di Desa Tuabao Kecamatan Waiblama juga terpaksa mengonsumsi ubi hutan. Hanya saja setelah diklarifikasi dengan kepala desa setempat, kepala desa tidak mengakui kondisi tersebut.
Terhadap masalah ini, lanjut Mauritz da Cunha, poihaknya sudah melakukan intervensi berupa distribusi beras kepada masyarakat yang teridentifikasi kekurangan pangan. Untuk tahap pertama, Dinas Ketahanan Pangan mendistribusi 20 ton beras.
Sementara ini sedang diupayakan lagi distribusi tahap kedua melalui rekanan. Rencananya, Rabu (4/10), Dinas Ketahahan Pangan akan menyalurkan lagi 70 ton beras. Sementara masih ada stok beras di Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka sebanyak 40 ton.
Data yang dihimpun media ini, 33 desa yang sudah melapor kondisi bencana ini yakni Wolomapa, Kajowair, Heopuat di Kecamatan Hewokloang, Bola, Wolonwalu, Wolokoli di Kecamatan Bola, serta Nitakloang, Tebuk, Nirangkliung, Bloro, Riit, Nita, Lusitada, Wuliwutik di Kecamatan Nita.
Selain itu Kojagete, Parumaan, Kojadoi di Kecamatan Alok Timur, Kokowahor di Kecamatan Kangae, Gera dan Liakutu di Kecamatan Mego, Tuwa, Bu Selatan, Bu Utara, Poma, Bu Watuweti, Renggarasi di Kecamatan Tanawawo, Mauloo dan Paga di Kecamatan Paga, Wolomotong di Kecamatan Doreng, Wairblerer di Kecamatan Waigete, dan Tuabao, Tanarawa, Natarmage di Kecamatan Waiblama. (vic)