Oleh: Rm. Ambros Ladjar, Pr
*Hari Epifani, 08 Januari 2023* .
Bacaan: Yesaya 60: 1-6 dan Ef 3: 2-3a, 5-6 dan Injil Mt 2: 1-12.
Kalau bepergian saat ini ke tempat baru maka tak susah. Orang bisa menggunakan navigasi GPS dan peta lalulintas arah. Kalau masih bingung lagi maka orang minta agar dikirim sherlok. Kata yang keren sampai kampung. Di saat Yesus lahir di Betlehem tanah Yehuda Informasi dan teknologi belum ada dan secanggih saat ini. Para majus dari timur sepertinya kompak berangkat melintasi padang gurun yang jauh melelahkan dengan tuntunan cahaya Bintang.
Perayaan Epifani atau penampakan Tuhan hendak menyadarkan kita bahwa sejatinya tak sulit mencari Tuhan. Di mana ada kemauan, tekad baik di situ ada jalan. Biarpun ada tantangan besar tapi orang tulus yang mempercayakan diri pada Tuhan tak akan sia-sia. Para majus telah membuktikan hal itu karena kepekaan iman. Dengan tuntunan bintang timur maka tibalah juga mereka di kandang Betlehem dimana Yesus dilahirkan.
Kedatangan para majus membuat Herodes gelisah cemas. Bakal posisinya diambil alih Sang Raja baru itu. Alasan itu maka ia cari tempat kelahiran Yesus dan mau membunuh-Nya. Bukan mau menghormati-Nya sebagai Juruselamat seperti ketiga majus dari timur. Ketika menjumpai Raja baru itu mereka membuka harta bendanya dan memberikan kepada Juruselamat, Emas: simbol Yesus sebagai Raja. Kemenyan: simbol KeAllahan Yesus dan Myrh/ mur: persembahan diri Yesus.
Kini kita hidup di zaman yang serba canggih. Zaman yang menawarkan hal-hal instan di segala bidang hidup padahal ziarah hidup kita ibarat para majus. Kita alami berbagai tantangan hidup yang menakutkan. Berbagai akses mempermudah kita mencari dan menemukan Tuhan. Akan tetapi ironinya pikiran dan hati kita tumpul membaca tanda-tanda kehadiran Tuhan. Kita tak melihat cahaya Bintang Iman di tengah kecanggihan dan kemudahan. Malah kita lebih mengandalkan kehebatan diri dan mengabaikan peran Tuhan. Akibatnya kita cuma menjadi pribadi orang yang cengeng karena hanya tahu mengeluh dan mengadu.
Selain itu kita mudah takut dan menyembah harta benda. Segala bentuk material yang diperoleh dengan nilai ekonomi yang mahal menjadi fokus hidup. Padahal injil sudah menegaskan, “di mana hartamu, di situ hatimu berada” (Mt 6,21). Ketika kita berhamba pada harta benda kita tak punya hati untuk Tuhan apalagi buat orang lain. Kita sulit mewujudkan arti persahabatan yang benar. Jikalau kita hendak menyembah Yesus maka fokus pandangan kita harus dialihkan dari materi.
Harta dan kuasa tak boleh mencengkram hati. Memang kita butuhkan selagi hidup tapi lebih jauh dari pada itu kita membutuh kemampuan iman agar mudah melihat masa depan. Kita lihat Tuhan sebagai Cahaya Bintang dalam segala peristiwa hidup. Di tahun baru ini, *kita perlu kembali ke jalan lain*. Perlu mengenal kehendak Tuhan dalam hati dan budi. Jikalau Tak kenal Yesus dan lebih berhamba pada kejahatan maka kelakuan itu ibarat niat bulus Herodes yang mau menyembah Yesus.
Sebaliknya setelah kita mengalami kehadiran kasih Allah maka biarpun kita hidup cukup sederhana tapi berperilaku yang luar biasa dalam pelayanan. Kita coba tunjukan dalam tindakan nyata apa yang seharusnya di bidang tugas kita. Dengan demikian maka membuat pribadi kita menjadi orang yang rendah hati. Kita akan rela mempersembahkan diri, bakat dan kesanggupan serta segala hasil karya bagi Tuhan dengan penuh rasa syukur seperti para majus. Sudah seperti apakah saya memahami iman sejauh ini?
*Salam Seroja, Sehat Rohani Jasmani* di Hari Minggu buat semuanya. *Tetap taat untuk menjalankan Prokes*. Jika ADA, Bersyukurlah. Jika TAK ADA, BerDOALAH. Jikalau BELUM ada, BerUSAHALAH. Jikalau masih KURANG Ber- SABARLAH. Jika LEBIH maka BerBAGILAH. Jika CUKUP, berSUKACITALAH. Tuhan memberkati segala aktivitas hidup keluarga anda dengan kesehatan, keberuntungan, sukses dan sukacita yang melingkupi hidupmu… Amin🙏🙏🙏🌹🌹✝️💫💫🔔🔔🌲🌲🤝🤝🎁🛍️🍇🍇🎉🎉🧑🎄🎅🇮🇩🇮🇩
Pastor Paroki Katedral Kupang